HomeNalar PolitikBukan Kolaborasi, Ganjar Gembosi Anies? 

Bukan Kolaborasi, Ganjar Gembosi Anies? 

Dengarkan artikel ini!

Kubu 01 dan 03 belakangan membawa narasi kolaborasi untuk mengalahkan kubu 02. Tapi, apakah mungkin sebetulnya ada narasi politik yang berlawanan di dalamnya? 


PinterPolitik.com 

Belakangan ini kita disuguhkan ramainya pemberitaan tentang wacana kolaborasi kubu pasangan calon (paslon) 01 dan 03 dalam Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024). Dari yang tadinya hanya desas-desus semata, kini narasi tersebut mulai diperbincangkan oleh tokoh-tokoh politik senior dari kedua kubu. 

Jusuf Kalla (JK) misalnya, sempat menyebutkan bahwa pihak kalah dalam pertarungan perebutan suara umumnya menjadi satu untuk mengalahkan yang kuat. Tidak hanya itu, JK sendiri bersinyalir bahwa wacana koalisi Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan adalah hal yang bagus demi memajukan bangsa (15/1/2024.  

Patut dipahami bersama bahwa ucapan-ucapan itu dikatakan oleh JK, politisi senior yang kerap diasosiasikan sebagai pendukung ter-setia Anies Baswedan. 

Dari kubu 03 pun tidak kalah menariknya. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, sekaligus Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Jusuf Kalla soal peluang membentuk poros baru dengan Tim Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) untuk putaran kedua Pilpres 2024. 

Karena hal-hal ini, wajar bila banyak orang yang berpandangan bahwa kolaborasi antara 01 dan 03 adalah sesuatu yang semakin mendekati kenyataan. Tidak sedikit juga yang mungkin melihat bahwa kedua kubu tersebut akan komit membantu satu sama lain untuk mengalahkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. 

Namun, apakah wacana koalisi ini memang “se-indah” itu? 

image 6

01 dan 03 Tetap Sesama Lawan 

Secara sekilas, narasi “perkawinan” 01 dan 03 mungkin terlihat mungkin saja. Walaupun ada sejarah perselisihan misalnya, kehadiran musuh bersama seperti dengan adanya kubu 02 seakan bisa meyakinkan banyak pihak bahwa kesempatan Ganjar dan Anies untuk bersatu sesungguhnya ada. 

Baca juga :  Luhut ke Mana?

Namun, ada pandangan menarik dari Hanta Yuda, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia. Hanta mengatakan bahwa pertarungan politik dalam Pilpres 2024 saat ini sebetulnya lebih kencang antara kubu 01 dan 03, ketimbang kedua kubu tersebut melawan 02.  

Pandangan Hanta ini didasarkan pada hasil survei sejumlah lembaga yang memang dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa kubu 02 memiliki elektabilitas yang sangat sulit untuk disusul. Bedasarkan hasil-hasil survei tersebut, kuat dugaannya 02 setidaknya akan maju dalam putaran kedua Pilpres. 

Logikanya, berdasarkan kalkulasi politik, dalam kondisi yang seperti ini sebetulnya alasan yang paling masuk akal untuk kubu yang tertinggal (01 dan 03) adalah bukan untuk bersatu atau melemahkan pihak yang kuat, tetapi justru memastikan agar mereka setidaknya bisa lebih unggul dari satu sama lain. 

Tentu, bisa saja 01 dan 03 memang memiliki tujuan mulia untuk bersatu dan menumbangkan dominasi 02, akan tetapi, seperti yang sudah dijelaskan dalam artikel PinterPolitik berjudul Putaran Kedua: Mungkinkah Ganjar&Anies Bersatu?, terlalu banyak variabel yang menunjukkan bahwa 01 dan 03 terlalu sulit untuk disatukan, contohnya seperti sejarah perselisihan elit politik di dalamnya, seperti antara Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri, dengan Ketum Nasdem, Surya Paloh. 

Oleh karena itu, kuat dugaannya sebetulnya di balik huru-hara kolaborasi 01 dan 03, sepertinya tetap ada agenda politik yang kuat untuk melemahkan masing-masing kubu. Dan dibandingkan dengan persaingan mereka dengan kubu 02, mungkin agenda politik ini memiliki urgensi yang lebih penting. 

Lantas, bila demikian, mengapa 03 dan 01 belakangan terlihat satu gerbong? Ganjar misalnya, ketika HUT PDIP ke-51 (10/1/2024) lalu, menyelipkan kata “perubahan dalam pidatonya. 

image 7

Sebuah Desepsi Politik? 

Piers Robinson dan kawan-kawan dalam tulisan mereka berjudul Lying and Deception in Politics, menyebutkan bahwa taktik pengelabuan dalam politik adalah hal yang sangat sering terjadi dan cenderung wajar, mengingat proses politik dalam sebuah sistem demokrasi bersifat seperti kompetisi. Taktik seperti ini disebut sebagai political deception atau pengelabuan politik. 

Baca juga :  Selinap "Merah" di Kabinet Prabowo?

Dan bisa diasumsikan, mungkin di antara narasi yang disampaikan 03 dan 01, terdapat taktik political deception pula.  

Kubu Ganjar, yang juga terdapat PDIP misalnya, secara faktual bisa dikatakan bahwa mereka sebetulnya adalah bagian dari penguasa, karena memenangkan kursi DPR pada Pilpres 2019, serta memiliki tiga menteri di kabinet pemerintahan Jokowi. Namun, mereka belakangan justru mulai berselancar di narasi “perubahan”.  

Kalau kita mengambil pandangan political deception, bisa jadi narasi perubahan yang mereka bahwa sebetulnya bertujuan untuk melepaskan stigma “penguasa” dari kubu 03. Karena, dengan adanya narasi tersebut, mereka bisa dengan lebih percaya diri membuat serangan-serangan argumen kepada 02. 

Hal yang paling menariknya pun mungkin adalah potensi jangka panjang dari narasi tersebut. Bila nanti 03 menjadi pihak yang lolos putaran kedua, narasi perubahan yang mereka bawa dari sekarang pun bisa membuat Ganjar lebih mudah diterima sebagai pilihan alternatif dari para pendukung kubu 01, jika mereka tidak lolos putaran kedua. 

Pada akhirnya, tentu pandangan di atas hanyalah asumsi belaka. Bagaimanapun juga, di masa panas-panasnya politik seperti sekarang agenda politik sebuah kubu akan sangat sulit diidentifikasi. Maka dari itu, sangat menarik bila kita simak terus perkembangannya. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

More Stories

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi?