HomeNalar PolitikAnies, Buah Bibir Jakarta Banjir

Anies, Buah Bibir Jakarta Banjir

Pasca Pilpres 2019, Anies Baswedan kembali jadi buah bibir seiring dengan gerak-geriknya mengatasi banjir di Jakarta.


Pinterpolitik.com

[dropcap]S[/dropcap]aban tahun, sepertinya berita tentang banjir di Jakarta akan selalu terjadi. Sudah berkali-kali berganti gubernur, provinsi ibu kota ini tidak kunjung juga menemukan formula tepat untuk mengatasi limpahan air tersebut. Hal ini kini juga tengah dihadapi oleh Anies Baswedan sebagai gubernur yang tengah menjabat.

Ekspektasi kepada Anies untuk mengatasi banjir Jakarta memang tergolong tinggi. Hal ini terutama karena ia menggantikan sosok Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang begitu dicintai netizen. Oleh karena itu, kiprah Anies untuk menyelesaikan air bah ini begitu dinanti-nanti.

Ternyata, respons netizen kepada cara Anies menangani banjir ini tergolong negatif. Tagar #AniesDimana bahkan sempat menjadi tren di media sosial untuk mempertanyakan gerak-gerik mantan Menteri Pendidikan itu dalam menyelesaikan genangan besar tersebut.

Anies sendiri tampak tak terlalu ambil pusing dengan komentar miring para pegiat dunia maya itu. Ia menyebutkan bahwa perkara banjir di Jakarta tahun ini sebenarnya tidak terlampau besar. Menurutnya, jumlah banjir di tahun 2019 sebenarnya kecil, namun menjadi terlihat besar karena media sosial.

Kondisi-kondisi tersebut seperti menggambarkan bagaimana persoalan banjir berhasil menyeret Anies kembali ke ruang-ruang pembicaraan di media sosial dan juga media massa. Setelah berbulan-bulan tak tersorot akibat Pilpres 2019, kini masyarakat mulai membicarakan kembali kiprah Anies sebagai orang nomor 1 satu di ibukota.

Pada titik itu, menarik untuk melihat bagaimana kini sorotan masyarakat mulai kembali ke Anies. Lalu, seperti apa sebenarnya dampak dari pembicaraan tentang Anies ini?

Sorotan Kembali

Setelah Pilpres usai, banyak orang yang bertanya-tanya seperti apa yang akan menjadi bahan pembicaraan orang di media massa maupun media sosial. Warga ibu kota tampaknya tak kesulitan menjawab pertanyaan itu karena mereka punya agenda tahunan yang memilukan: banjir.

Banjir di Jakarta tampak sedikit banyak menggeser pembicaraan masyarakat di media massa dan media sosial tentang Pilpres 2019. Sosok gubernur Jakarta Anies Baswedan menjadi pihak yang mulai banyak dibicarakan seiring dengan menanjaknya level air di beberapa wilayah di ibu kota.

Anies sebagai sosok orang nomor satu di ibu kota ditagih solusinya untuk mengatasi limpahan air di Jakarta. Solusi-solusi yang pernah dilontarkan Anies seperti naturalisasi sungai dan drainase vertikal dianggap belum bisa mengatasi Jakarta dari banjir di tahun ini.

Selain itu, para netizen juga mempertanyakan pertanggungjawaban Anies atas beberapa wilayah Jakarta yang terendam. Anies memang terekam di media menganggap banjir ini adalah kiriman dari hulu, sehingga hanya merendam beberapa wilayah saja dan tak perlu dibesar-besarkan di media sosial.

Terendamnya sejumlah wilayah di Jakarta ini kemudian membuat tagar #AniesDimana menjadi tren di media sosial Twitter.

Tak hanya mempertanyakan solusi yang ditawarkan oleh Anies dalam penangangan banjir, beberapa orang juga mulai membandingkan Anies dengan gubernur pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam mengatasi air bah di ibukota.

Terlepas dari solusi yang ditawarkan Anies dalam perkara banjir, kejadian ini seperti yang disebut di atas berhasil mengembalikan nama Anies ke tren media sosial dan tajuk-tajuk pemberitaan. Nama yang sempat tenggelam kini kembali menanjak seiring dengan bergantinya tren di media.

Sebelum jadi buah bibir akibat perkara banjir, Anies sudah lebih dahulu jadi pembicaraan akibat kebijakannya soal revisi aturan soal penghapusan PBB gratis untuk rumah berharga kurang dari Rp 1 miliar. Semula, ia sempat dikabarkan akan menghapus aturan itu. Nyatanya, revisi yang dimaksud adalah justru ia akan memperluas kebijakan itu, sehingga berdampak lebih luas.

Mendapat Perhatian

Sebenarnya, jika merujuk pada tagar yang digunakan, kembalinya Anies ke pembicaraan masyarakat dan media cenderung bernada negatif. Meski demikian, jika dilihat dari sisi yang berbeda, hal ini boleh jadi tak selalu berdampak negatif kepada sosok Anies secara politik.

Menurut Jonathan Stray, peneliti dari Columbia School of Journalism, penyebutan seorang tokoh politik di dalam media dapat mempengaruhi popularitas tokoh tersebut. Ia menyebutkan bahwa jika hanya menghitung penyebutan nama, maka ada kecenderungan orang akan mengabaikan apa yang dibicarakan jurnalis, terlepas dari positif atau negatif isi pembicaraannya.

Stray bahkan menyebutkan bahwa popularitas seseorang lebih banyak bertumpu pada seberapa besar peliputan media terhadap seseorang, bukan seberapa positif nada beritanya. Ia menyebutkan bahwa attention atau perhatianlah unsur yang lebih penting.

Unsur perhatian ini boleh jadi tak hanya berlaku untuk kasus di media massa saja, tetapi juga di media sosial. Oleh karena itu, seseorang yang banyak dibicarakan di media sosial, baik positif atau negatif, berpotensi mengalami kenaikan popularitas.

Merujuk pada kondisi tersebut, Anies berpotensi mengalami kenaikan popularitas seiring dengan kembalinya sorotan media sosial dan media massa. Hal ini dapat terjadi meski tagar yang digunakan atau nada pemberitaan media padanya tergolong negatif.

Terlepas dari penanganannya soal banjir, Anies berhasil kembali jadi buah bibir di media.Share on X

Pembicaraan di media massa dan media sosial tentang cara Anies menanggapi banjir sedikit banyak berhasil membuat pembicaraan tengan Pilpres teralihkan. Anies kemudian muncul seperti magnet, terlepas dari sentimen negatif masyarakat dalam pembicaraan tersebut.

Memang, pada sesuatu yang lebih praktikal, jika Anies mampu menemukan solusi paling mutakhir untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisasi dampak banjir, popularitasnya akan melambung jauh lebih maksimal. Meski demikian, dengan kembalinya ia ke pembicaraan masyarakat, ia sebenarnya sudah kembali berhasil mengarahkan lampu sorot kepada dirinya.

Jangka Panjang

Dengan kembalinya Anies sebagai pusat perhatian masyarakat, maka ada beberapa kesempatan yang terbuka untuknya. Kesempatan ini sebagian besar bersifat jangka panjang, alih-alih hanya dalam beberapa waktu ke depan saja.

Salah satu yang paling dekat dan realistis adalah, ia bisa menjaga tren perhatian masyarakat kepadanya menuju peluangnya menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk kedua kali. Bagaimanapun, Anies tetap memiliki peluang paling besar sebagai petahana, sehingga momentum itu perlu dijaga.

Di luar itu, kembalinya Anies sebagai bahan obrolan ini juga bisa saja menjadi awal baginya untuk mengejar posisi yang lebih tinggi. Dalam beberapa pembicaraan, namanya kerap dianggap sebagai salah satu sosok yang potensial untuk berebut kepemimpinan nasional di Pilpres 2024.

Tentu, bagian sebagian orang masih terlalu dini untuk membicarakan Anies sebagai capres atau cawapres di tahun 2024. Akan tetapi, banyak yang justru antusias dengan potensi munculnya capres dari kepala daerah yang populer termasuk Anies.

Kembalinya Anies sebagai pusat perhatian bisa menjadi langkah awal untuk menjaga momentumnya jika ia benar-benar berpikir untuk bertarung di pesta demokrasi tingkat nasional. Sebagai orang yang memegang jabatan publik di ibu kota, ia masih punya banyak peluang untuk menjaga momentum ini dengan menghadirkan kebijakan lain yang mengundang perhatian.

Terlepas dari kondisi-kondisi tersebut, pekerjaan rumah terdekat Anies boleh jadi adalah untuk mengatasi perkara banjir di ibu kota. Hal ini akan menjadi ujian paling awal apakah perhatian masyarakat padanya akan tetap terjaga, atau justru akan menghilang.

Idealnya, Anies tentu tetap harus mampu menemukan formula terbaik untuk mengatasi persoalan banjir dan segudang masalah lainnya di ibukota. Dengan begitu, awalannya dengan menjadi buah bibir masyarakat akan berbuah sempurna karena popularitas akan bersanding dengan kinerja, sehingga momentumnya akan jauh lebih terjaga. (H33)

Baca juga :  Rasuah, Mustahil PDIP Jadi “Medioker”?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Tarung 3 Parpol Raksasa di Pilkada

Pilkada Serentak 2024 menjadi medan pertarungan sengit bagi tiga partai politik besar di Indonesia: PDIP, Golkar, dan Gerindra.

RK Effect Bikin Jabar ‘Skakmat’?�

Hingga kini belum ada yang tahu secara pasti apakah Ridwan Kamil (RK) akan dimajukan sebagai calon gubernur (cagub) Jakarta atau Jawa Barat (Jabar). Kira-kira...

Kamala Harris, Pion dari Biden?

Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah memutuskan mundur dari Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024 dan memutuskan untuk mendukung Kamala Harris sebagai calon...

Siasat Demokrat Pepet Gerindra di Pilkada?

Partai Demokrat tampak memainkan manuver unik di Pilkada 2024, khususnya di wilayah-wilayah kunci dengan intrik tarik-menarik kepentingan parpol di kubu pemenang Pilpres, Koalisi Indonesia Maju (KIM). Lantas, mengapa Partai Demokrat melakukan itu dan bagaimana manuver mereka dapat mewarnai dinamika politik daerah yang berpotensi merambah hingga nasional serta Pilpres 2029 nantinya?

Puan-Kaesang, ‘Rekonsiliasi’ Jokowi-Megawati?

Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep diwacanakan untuk segera bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Mungkinkah akan ada rekonsiliasi antara Presiden Joko Widodo...

Alasan Banyaknya Populasi Asia

Dengarkan artikel berikut Negara-negara Asia memiliki populasi manusia yang begitu banyak. Beberapa orang bahkan mengatakan proyeksi populasi negara Asia yang begitu besar di masa depan...

Rasuah, Mustahil PDIP Jadi “Medioker”?

Setelah Wali Kota Semarang yang juga politisi PDIP, Hevearita Gunaryanti Rahayu ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), plus, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang masih menjalani proses hukum sebagai saksi di KPK dan Polda Metro Jaya, PDIP agaknya akan mengulangi apa yang terjadi ke Partai Demokrat setelah tak lagi berkuasa. Benarkah demikian?

Trump dan Bayangan Kelam Kaisar Palpatine�

Percobaan penembakan yang melibatkan kandidat Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump (13/7/2024), masih menyisakan beberapa pertanyaan besar. Salah satunya analisis dampaknya ke pemerintahan Trump jika nantinya ia terpilih jadi presiden. Analogi Kaisar Palpatine dari seri film Star Wars masuk jadi salah satu hipotesisnya.�

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...