HomeNalar PolitikAHY, Menteri Jokowi atau 2024?

AHY, Menteri Jokowi atau 2024?

Sejak kedatangannya ke istana, AHY diisukan akan mendapat posisi sebagai menteri. Seberapa besar kans dia untuk menjadi menteri?


Pinterpolitik.com

[dropcap]I[/dropcap]su reshuffle kembali menguat setelah Staf Khusus Presiden Johan Budi membuat pernyataan adanya kemungkinan penggantian posisi menteri setelah Idulfitri. Isu tersebut tidak muncul tanpa alasan, ada tiga menteri yang saat ini menjabat harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kendati masih berstatus sebagai saksi, ketiganya menjadi preseden yang buruk bagi pemerintahan Jokowi. Bahkan, jika terbukti bersalah maka orang tersebut hanya akan menambah jumlah menteri Kabinet Kerja yang tersangkut kasus korupsi. Ketiga orang yang sedang menjalani proses pemeriksaan tersebut adalah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, dan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.

Seperti diketahui, Imam Nahrawi terpapar kasus dugaan suap dana hibah Komite Olah Raga Nasional Indonesia. Sedangkan, Enggar diduga melakukan praktik suap kepada anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso terkait lelang gula rafinasi. Sebelumnya, Lukman terlebih dahulu menjadi saksi di kasus dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama.

AHY diperkirakan akan menjabat sebagai menteri. Menurut kamu lebih cocok menteri apa? Click To Tweet

Desas-desus reshuffle itu yang membuat partai sibuk melakukan berbagai manuver politik. Tidak hanya di tubuh koalisi Jokowi, akan tetapi beberapa tokoh dari opisi kini kerap berkunjung ke istana.

Dalam bursa menteri yang sedang panas ini, nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi salah satu unggulan untuk bergabung dalam Kabinet Kerja. Wacana ini bergulir akibat Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat tersebut mengadakan pertemuan dengan Jokowi.

Menurut isu yang beredar di media sosial, selain AHY ada beberapa nama lain yang sedang dipertimbangkan untuk posisi menteri. Sosok ini seperti Anies Baswedan, Moeldoko, Mahfud MD, dan Gatot Noermantyo.

Namun, dibandingkan dengan nama-nama tersebut sosok AHY lebih banyak menjadi perhatian. Hal ini karena berbagai pihak berpendapat bahwa upaya memasukan AHY ke pemerintahan merupakan usaha untuk rekonsiliasi nasional. Selain itu, dasar pemilihan AHY karena mempertimbangkan posisi Demokrat yang dekat dengan kedua kubu yang bertarung dalam Pemilu 2019. Jadi, kabinet ini dianggap upaya untuk merekatkan kembali persatuan yang beberapa waktu lalu terpecah dua.

Sekadar informasi, Kabinet Kerja Jokowi masih berjalan hingga Oktober 2019 nanti. Rentang waktu tersebut dinilai cukup untuk memilih menteri baru agar memudahkan transisi kepemimpinan jika Jokowi terpilih kembali.

Dilansir dari Bisnis Indonesia, AHY disebut berpotensi menjadi menteri entah pada periode reshuffle kabinet di akhir pemerintahan ini, atau di pemerintahan era Jokowi-Ma’ruf bila terpilih. Direktur Penggalangan Pemilih Muda (Milenial) TKN Jokowi-Ma’ruf, Bahlil Lahadalia menerima positif isu perpindahan koalisi Demokrat melalui AHY ini. Dia menambahkan bahwa siasat parpol keluar keluar dari koalisi yang kalah Pemilu merupakan hal lumrah.

Di sisi lain, Juru Bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade tak mempermasalahkan manuver politik Demokrat dan wacana AHY menjadi menteri Jokowi. BPN menyerahkan sikap Demokrat ini untuk dinilai oleh masyarakat saja.

Baca juga :  AI Akan Bunuh Manusia, Ini Alasannya 

AHY Berpeluang Besar?

Berdasarkan quick count sementara, perolehan suara Demokrat secara nasional kini sekitar 7.63%. Ini turut membuktikan bila Demokrat masih menjadi partai penentu di kancah perpolitikan Indonesia.Oleh karena itu, koalisi dari Jokowi dianggap perlu merangkul Demokrat karena partai mereka memiliki suara cukup dominan di pemerintahan kelak.

Selain memiliki peran yang sentral di kancah politik Indonesia, Demokrat memiliki keleluasaan untuk menentukan koalisinya kelak. Hal ini diungkapkan oleh para elite Partai Demokrat bahwa kontrak mereka bersama BPN Prabowo-Sandi hanya sampai pengumuman Pemilu 22 Mei 2019. Hal ini menguntungkan posisi AHY yang bebas menentukan untuk bergabung dengan kubu mana pun.

Lalu seberapa besar kans AHY menjadi menteri?

Saat ini, jika melihat sumber daya yang ada, AHY merupakan representasi terbaik dari Demokrat. Seperti diketahui, AHY memiliki modal komplit untuk seorang pemimpin seperti faktor keturunan, karisma, dan kebugaran fisik.

Adapun jika memperhitungkan elektabilitas, namanya lebih populer dibandingkan dengan Jusuf Kalla, Anies Baswedan, dan Gatot Nurmantyo berdasarkan survei Roda Tiga Konsultan pada 2018. Elektabilitas yang tinggi tersebut disumbangkan oleh efek Pilgub 2017 lalu, meski dia kalah di putaran pertama.

Dilihat dari semua modal yang dimiliki AHY tersebut, faktor keturunan masih menjadi yang utama. Terkait keturunan ini pernah disinggung oleh Marcus Mietzner dalam bukunya berjudul Money, Power, and Ideology: Political Parties in Post-Authoritarian Indonesia. Dia mengatakan bahwa patron atau pola seorang pemimpin itu variatif. Mietzner menambahkan biasanya pemimpin memiliki satu atau lebih patron yang ada. Pola ini biasanya berdasarkan dari garis keturunan, karisma, popularitas, dan kekayaan.

Dalam buku tersebut mencontohkan Megawati Soekarnoputri yang mewarisi patron keturunan dari Soekarno yang merupakan Presiden pertama. Sedangkan, AHY diuntungkan karena faktor keturunan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sukses menjabat selama dua periode sebagai Presiden. Patron ini yang berpengaruh besar terhadap sudut pandang masyarakat memandang calon pemimpinnya.

Faktor pentingnya garis keturunan ini juga dikatakan oleh Carlos M. Vilas dari National University of Lanus, Argentina. Dia berpendapat bahwa garis keturunan dianggap penting dalam sebuah keluarga yang berkuasa dalam membentuk struktur sosial-ekonomi, institusi politik, dan kehidupan budaya suatu negara. Perihal keturunan ini dipercaya bisa memobilisasi dukungan politik cukup signifikan. Oleh karena itu, pola keturunan akan terus diproduksi dan ditawarkan kepada masyarakat.

Dengan segala modalnya tersebut, AHY sebenarnya hanya perlu memutuskan, apakah dia akan bergabung dengan pemerintah atau tetap sebagai oposisi. Keputusan tersebut dapat menjadi ajang pembuktian bagi AHY dan karier politiknya.

AHY Harus Pertimbangkan 2024

Kendati AHY telah memiliki kriteria yang cocok untuk menjadi menteri atau pemimpin. Akan tetapi, jalan AHY menuju istana terbilang tidak mudah. Dia akan mendapat tentangan dari sebagian koalisi Jokowi.

Tentangan mereka berdasar pada beberapa poin. Pertama, AHY belum memiliki pengalaman sebagai pajabat pemerintah. Poin pertama ini dinilai tidak bisa diterima sepenuhnya. Komentar terkait pengalaman ini selalu saja ada di setiap Pemilu, Pilkada, dan Pilgub. Argumen ini dipakai sebagai retorika oleh para petahana yang tidak ingin kekuasaannya diganggu. Padahal mereka pun jika tidak diberi kesempatan yang sama maka tidak akan pernah memiliki pengalaman untuk menjabat.

Kedua, sebagian pihak merasa tidak etis bila AHY mendapatkan posisi penting di pemerintahan. Hal ini karena Demokrat tidak berjuang bersama sejak awal Pemilu 2019. Mereka lebih memilih untuk bergabung dengan kubu oposisi. Adapun ketika quick count lebih menguntungkan petahana, Demokrat mulai mendekat. Meski alasan itu masuk akal, akan tetapi pemerintah lebih memperhitungkan terhadap kebaikan bersama. Selain itu, dengan bergabungnya Demokrat ini harapannya dapat sebagai jembatan perdamaian antara kubu 01 dan 02 yang beberapa waktu lalu terus bergesekan.

Ketiga, sudah menjadi rahasia umum bila Megawati sebagai ketua umum partai terbesar koalisi Jokowi, tak cukup punya harmoni dengan Partai Demokrat. Dalam banyak kasus, PDIP di bawah Megawati memang kerap menghindari koalisi dengan Demokrat.

Keempat, PDIP dan koalisi dinilai tidak akan memberi panggung kepada AHY. Dengan memberi panggung AHY sebagai menteri maka peluang AHY sebagai Capres pada 2024 akan lebih besar.

Kelima, jika AHY mengambil posisi menteri maka akan menjadi pertaruhan terhadap kariernya. Bila dia menjabat sebagai menteri bagus maka berpeluang besar untuk sukses pada 2024. Begitu pula sebaliknya, jika AHY berada di luar peforma, hal ini dapat membahayakan karirnya.

Pertaruhan terhadap karir ini yang mungkin membuat AHY terus mempertimbangkan posisi menteri. Hal ini juga yang membuat AHY sempat menolak tawaran untuk menjadi menteri dari Jokowi sebanyak tiga kali.

AHY bisa saja akan kembali menolak tawaran menteri itu. Dia akan berjalan sebagai pihak di luar pemerintah yang bisa mengkritik segala kebijakan petahana yang dianggap tidak adil. Dengan posisi tersebut AHY lebih diunggulkan karena elektabilitas dia akan semakin meningkat. Sebagai pejabat di Demokrat, dia juga akan lebih aman dari persoalan hukum dibandingkan dengan posisinya sebagai menteri.

Jadi akankah AHY mau mengisi posisi menteri Jokowi? Jawabannya kita tunggu saja setelah Idulfitri. (R47)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Menggugat Anies Soal Udara Jakarta

“Aku bisa tenggelam di lautan. Aku bisa diracun di udara. Aku bisa terbunuh di trotoar jalan.” - Efek Rumah Kaca, Di Udara PinterPolitik.com Kata Sokrates "ilmu...

Misteri Jokowi dan Maskapai Asing

"Ketika semua terlihat berlawanan denganmu, ingatlah bahwa pesawat terbang selalu terbang melawan angin, bukan mengikuti arus angin." - Henry Ford Pinterpolitik.com Wacana Presiden Joko Widodo mengundang...

Berani Cabut Kewarganegaraan Habib Rizieq?

"Memuliakan manusia, berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya." Abdurrahman Wahid (Gus Dur) PinterPolitik.com Baru-baru ini warganet dihebohkan oleh petisi online...