HomeHeadlineAdu Kuat Simbol Prabowo vs Anies di Jakarta 

Adu Kuat Simbol Prabowo vs Anies di Jakarta 

Dengarkan Artikel Ini:

Kampanye akbar pasangan calon (paslon) Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran pada Sabtu, 10 Februari ini dihelat di Jakarta. Dua stadion sepak bola dipilih oleh kedua kubu untuk menggelar kampanye terbuka hari terakhir yang erat kaitannya sebagai pertarungan simbol politik dari masing-masing.  


PinterPolitik.com 

Masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 memasuki hari terakhir. Rangkaian kampanye yang dimulai pada 28 November 2023 akan berakhir 10 Februari 2024 ini. 

Menutup masa kampanye, ada dua pasangan calon (paslon) yang akan melakukan kampanye akbar terbuka di Jakarta. 

Paslon nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) memilih untuk menggelar kampanye di Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta Utara. 

Sementara itu, paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menggelar kampanye di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta Pusat. 

Kedua kubu memiliki alasan masing-masing tentang dipilihnya dua stadion sepak bola yang berada di Jakarta itu.

prabowoanies bakal duel di jakarta

Anies menyebut alasan mereka memilih JIS dikarenakan stadion ini merupakan salah satu stadion terbesar di Asia dengan kapasitas 82 ribu kursi penonton. 

Dengan alasan itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berharap dapat menampung animo pendukung yang ingin datang secara langsung menghadiri kampanye AMIN. 

Selain itu, Anies juga menyebutkan jika stadion itu adalah simbol dari keringat anak bangsa yang dibangun sepenuhnya oleh tenaga kerja Indonesia saat era kepemimpinannya di DKI Jakarta. 

Di sudut lain, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan jika dipilihnya SUGBK sebagai venue kampanye hari terkahir adalah hasil keputusan kolektif bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Hampir serupa dengan alasan kubu Anies-Imin, stadion yang berkapasitas 74 ribu kursi itu diharapkan kubu Prabowo-Gibran dapat menampung pendukung yang akan menghadiri acara itu. 

Selain itu, dipilihnya SUGBK mengingatkan kembali masyarakat pada “Konser Salam Dua Jari” yang dilakukan Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014 lalu di SUGBK. 

Ini juga seakan menunjukkan jika pasangan Prabowo-Gibran adalah pasangan yang paling merepresentasikan Presiden Jokowi. 

Lantas, mengapa Anies dan Prabowo memilih untuk menggelar kampanye di dua stadion Jakarta itu? 

Perang Politik Simbol Anies-Prabowo? 

Dengan dipilihnya dua stadion di Jakarta itu kiranya mengisyaratkan kedua paslon tampaknya sedang mengidentikkan citra mereka. Kedua stadion itu pun tampaknya dapat menjadi simbol politik untuk mendapatkan citra yang mereka maksud. 

Baca juga :  Taktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Atas dasar itu, bisa dikatakan kedua paslon itu tampaknya sedang melakukan “perang” simbol politik di Jakarta agar dapat meraih simpati dan empati dari pemilih di hari terakhir kampanye. 

Graeme Gill dalam tulisannya yang berjudul Symbolism and Politics menjelaskan tentang pentingnya politik simbol bagi para aktor politik. 

Gill menyebutkan agar politik simbol ini dapat berhasil makna dan tujuannya, simbol yang dipertontonkan harus bisa menyatu dan mencerminkan perspektif masyarakat. 

Bagi para aktor politik, simbol itu harus selaras dengan dasar intelektual dan emosional masyarakat serta diarahkan untuk mendapatkan dukungan, dan menjadi elemen kunci bagi sebuah proses politik. 

Berkaca dari penjelasan Gill itu, pilihan stadion oleh kedua paslon ini kiranya tidak hanya mencerminkan strategi kampanye mereka, tetapi juga menggambarkan narasi yang ingin mereka proyeksikan kepada masyarakat. 

Anies memilih JIS sebagai sebuah monumen megah yang selesai dibangun di masa kepemimpinan pasangan tersebut saat menjabat sebagai gubernur. 

Dengan memilih JIS sebagai arena kampanye terakhir, Anies berusaha menggambarkan diri mereka sebagai pionir yang membangun infrastruktur negara ke arah yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan slogan kampanye yang Anies usung, yakni perubahan. 

Di sisi lain, Prabowo-Gibran memilih SUGBK, sebuah tempat bersejarah yang mencerminkan kesuksesan pemimpin sebelumnya yang pernah berkampanye di sana. 

Stadion ini menjadi saksi bisu dari momen-momen penting dalam sejarah politik Indonesia, termasuk pidato-pidato penting yang menginspirasi perubahan sosial dan politik. 

Dengan memilih stadion ini sebagai lokasi kampanye mereka, paslon nomor urut 2 tampaknya berusaha menghubungkan diri mereka dengan warisan pemimpin sebelumnya yang dianggap sukses dan berpengaruh, mencoba untuk menarik dukungan dari para pemilih yang menginginkan kontinuitas dan stabilitas. 

Selain itu, penggunaan stadion sebagai simbol politik juga mencerminkan pentingnya ikon-ikon dalam politik modern. 

Ikon-ikon seperti stadion tidak hanya menjadi tempat untuk menyelenggarakan acara-acara politik, tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan narasi politik suatu pasangan calon. 

Dengan demikian, perang politik simbol antara Anies dan Prabowo ini tidak hanya mencerminkan persaingan politik yang ketat, tetapi juga menggambarkan kompleksitas politik dan sosial yang melingkupi proses demokrasi di Indonesia. 

Lalu, apakah pemilihan dua stadion itu akan berdampak signifikan terhadap elektoral kedua paslon itu? 

Baca juga :  AHY, the New “Lee Hsien Loong”?
bumerang silet anies ke prabowo

Berharap Tuah Stadion Maksimir Menular? 

Dengan menjadikan stadion sebagai simbol politik, seperti yang dijelaskan sebelumnya, Anies dan Prabowo tampaknya berharap tujuan mereka dapat tersampaikan secara luas dan jelas kepada para pendukungnya. 

Stadion sepak bola kiranya bukan pertama kali menjadi simbol politik sebuah negara. Richard Mills dalam bukunya yang berjudul The Politics of Football in Yugoslavia: Sport, Nationalism and the State menceritakan bagaimana sebuah stadion sepak bola di Kroasia menjadi sebuah simbol politik. 

Nama stadion itu adalah Maksimir Stadium yang terletak di kota Zagreb, Kroasia. Stadion ini telah menjadi simbol politik yang memperlihatkan perjalanan sejarah dan perubahan sosial-politik di negara tersebut. 

Dibangun pada tahun 1912, Stadion Maksimir adalah stadion tertua di Kroasia dan salah satu yang tertua di Eropa. Namun, bukan usianya yang membuatnya menonjol, melainkan peran yang dimainkannya dalam konteks politik negara tersebut. 

Selama hampir satu abad, stadion ini menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa politik yang membentuk identitas nasional Kroasia. 

Salah satu momen paling penting dalam sejarah Stadion Maksimir adalah pada tahun 1990, ketika Kroasia memproklamirkan kemerdekaannya dari Yugoslavia. 

Stadion ini menjadi pusat perhatian dunia ketika lebih dari 100 ribu orang berkumpul di sana untuk mendengarkan pidato Presiden Kroasia, Franjo Tudjman, yang menyampaikan pesan tentang kemerdekaan dan kedaulatan nasional. 

Momen tersebut menandai awal dari perjalanan panjang Kroasia menuju kemerdekaan dan keanggotaan internasional sebagai negara yang merdeka. 

Berkaca dari kisah stadion Maksimir, paslon AMIN dan Prabowo-Gibran tampaknya juga berharap tuah dari sebuah stadion sepak bola terhadap tujuan politiknya. 

Semangat stadion Maksimir di Kroasia tampaknya coba untuk diadopsi oleh kedua paslon di JIS dan SUGBK, Jakarta pada hari terakhir kampanye terbuka ini. 

Dengan adanya bukti jika orasi politik di sebuah stadion sepak bola berhasil, serta juga menjadikan stadion itu sebagai simbol semangat politik yang diusung, kedua paslon itu tampaknya juga berharap hal itu menular ke sisi elektoral mereka. 

Namun, satu hal juga yang perlu diingat, stadion sepak bola bukan hanya untuk dijadikan sebagai sebuah simbol politik. Tapi, juga kembalikan fungsi sebuah stadion sepak bola untuk menggelar pertandingan sepak bola. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

Koalisi Titan: Sentripetalisme Konsensus Demokrasi Prabowo

Prabowo Subianto resmi melantik 48 menteri yang akan mengisi Kabinet Merah Putih yang dipimpinnya.

AHY, the New “Lee Hsien Loong”?

Di tengah sorotan publik terhadap para pejabat yang dapat gelar akademis tertentu, pujian justru diberikan kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Taktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Dengarkan artikel berikut Acara pembekalan para calon menteri yang dilakukan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto jadi sorotan publik. Kira-kira apa motif di baliknya?  PinterPolitik.com  Dalam dunia pendidikan, kegiatan...

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?