HomeCelotehSaling Jebak Anies vs DPRD?

Saling Jebak Anies vs DPRD?

“Angka Rp888 miliar untuk keseluruhan kegiatan. Ini bukan gaji dewan. Kalau gaji Rp800 juta sebulan mantap dong”. – Mohamad Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta


PinterPolitik.com

Pandemi Covid-19 emang bikin hidup banyak orang jadi susah. Pendapatan menurun, di-PHK dari perusahaan tempat bekerja, beberapa orang jadi nggak bisa ketemu orang tua karena takut potensi menularkan virus, dan lain sebagainya.

Intinya, level stres yang disebabkan oleh Covid-19 sudah sangat-sangat parah.

Sementara, pada saat yang sama masyarakat justru disuguhi oleh tingkah para pembuat kebijakan, baik di level eksekutif maupun legislatif, yang bikin banyak orang menepuk dada atau bahkan mengumpat. Well, UU Cipta Kerja adalah salah satu contohnya.

Sayangnya, persoalan soal tingkah pejabat, terutama di tingkat legislatif ini jadi keterusan. Yang terbaru, anggota DPRD DKI Jakarta mengajukan permohonan kenaikan pendapatan. Nggak tanggung-tanggung, satu orang bisa dapat Rp 8,38 miliar per tahun. Iyess, nggak salah baca cuy, jumlahnya segede itu.

Kalau dihitung bersih pendapatan per bulannya, satu anggota akan mendapatkan Rp 173 juta. Jumlah itu naik dari Rp 129 juta per bulan pada tahun 2020.

Hmm, apa nggak melihat kondisi sekarang ini ya bahwa masyarakat lagi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara DPRD malah minta kenaikan pendapatan? Nggak heran, banyak juga yang menuduh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan “main mata” dengan DPRD, soalnya dua kubu ini kan yang bakal membahas anggaran daerah.

Benar atau tidaknya konteks main mata itu, yang jelas kalau bicara politik anggaran, selalu ada trade off atau kompromi yang terjadi. Misalnya, ketika eksekutif mengusulkan pos anggaran B, legislatif akan bilang bahwa usulan itu akan disetujui jika pos anggaran C yang mereka usulkan juga disetujui oleh pemerintah. Tarik menarik dan tawar menawar lah istilahnya.

Baca juga :  NasDem Enggan Anies Jadi Gelandangan Politik?

Tapi, bisa jadi sebaliknya juga, bahwa kasus ini jadi jalan saling jebak antara Anies dan DPRD. Soalnya, udah pasti publik akan mencium gelagat kenaikan anggaran ini dan suatu saat akan menjadi masalah tersendiri.

Dengan demikian, serangan publik kepada DPRD akan menjadi trade off lagi buat Anies untuk menggolkan apa yang ia inginkan. Semacam kalkulasi politik lah.

Bicara soal trade off dan saling jebak ini, jadi keingat bagian kisah dari film Batman yang judulnya The Dark Knight, khususnya di bagian tentang kompromi antara Joker dengan Lau – dua tokoh yang menjadi musuh Batman.

Awalnya mereka bersepakat untuk mengamankan uang milik para gangster di Gotham. Eh, ujung-ujungnya si Joker malah “mengkhianati” kesepakatan, dan malah membakar semua uang tersebut, termasuk juga Lau ikutan dibakar bersama uang itu.

Hmm, semoga ending Pak Anies dan DPR nggak saling jebak dan merugikan satu sama lain. Terutama, jangan sampai merugikan rakyat. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?