HomeCelotehPuan, Kartini Yang Tidak Kartini

Puan, Kartini Yang Tidak Kartini

“Nalau lihat track record-nya (Puan Maharani) yang cenderung main aman, rasanya sulit untuk benar-benar mengharapkan dia yang di garda depan pengesahan RUU PKS”. – Dyah Ayu Kartika, peneliti PUSAD Paramadina


PinterPolitik.com

Idealnya, jika satu organisasi atau kelompok masyarakat tertentu punya perwakilan di DPR atau di lembaga lain, harapan mereka adalah kepentingannya bisa disuarakan oleh siapapun yang jadi wakilnya itu.

Misalnya, kalau ada anggota DPR yang berasal dari kalangan petani, harapannya yang bersangkutan bisa dengan sepenuh hati memperjuangkan kepentingan para petani di lapangan. Demikianpun dengan kelompok yang lainnya.

Namun, hal ini sepertinya belum terjadi pada isu-isu kaum perempuan. Pasalnya, saat ini sudah ada Puan Maharani yang menjabat sebagai Ketua DPR RI. Namun, berbagai pihak menilai Puan belum mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap isu-isu perempuan dengan posisinya itu.

Baca Juga: Bencana NTT-NTB dan Kohesi Partai Politik

Ambil contoh untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Puan tidak terlihat mendorong pengesahan rancangan beleid ini. Padahal, RUU ini merupakan bagian dari perjuangan para aktivis perempuan.

Makanya, jadi agak kontras dengan peringatan Hari Kartini beberapa lalu. Soalnya, dalam momen tersebut, Puan memberikan beberapa penekanan terkait isu-isu perempuan tersebut.

Puan misalnya penunjuk pentingnya budaya literasi di lingkungan keluarga. Menurutnya, budaya literasi dalam keluarga merupakan bekal untuk mewujudkan kemajuan bangsa Indonesia. Puan melanjutkan, kemampuan literasi seperti membaca, menulis, serta mengolah dan memahami informasi, membuat seseorang bisa menyerap begitu banyak ilmu pengetahuan, bisa menuangkan gagasan dan berpikir kritis, serta memiliki keahlian problem solving.

Soalnya, kemampuan literasi inilah yang membuat Kartini bisa melahirkan tulisan-tulisan yang luar biasa yang kemudian dibukukan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Sebagai perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI, Puan mengatakan peran aktif perempuan Indonesia sangat menentukan, khususnya dalam menumbuhkan literasi di dalam keluarga. Menurutnya, keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil tetapi berperan besar dalam kemajuan sebuah bangsa.

Baca juga :  Operasi Bawah Tanah Singkirkan PDIP dari Ketua DPR?

Hmm, nggak ada yang salah sih dari nasihatnya dan penekanannya itu. Tapi berasa masih kurang. Bu Puan memang perlu lebih keras memperjuangkan isu-isu perempuan seperti RUU PKS dan sejenisnya hingga kini belum jelas ujungnya.

Apalagi laporan dari Komnas Perempuan dan LBH Apik, angka kekerasan terhadap perempuan juga terus meningkat setiap tahunnya. Ini udah darurat loh, sehingga memang perlu diperhatikan lebih.

Jangan sampai nanti Bu Puan dicap sebagai Kartini yang tidak Kartini. Bingung kan? Sama. Hehehe.

Ibaratnya kayak fatamorgana gitu lah. Terlihat ada, tapi tidak ada. Atau seperti lagunya grup band Utopia di series Di Sini Ada Setan yang judulnya “Antara Ada dan Tiada”. Uppps. Hehehe. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?

Pendapat menarik diungkapkan oleh Denny Indrayana yang menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja hanya mendiskualifikasi Gibran dan tetap mensahkan kemenangan Prabowo sebagai presiden.