HomeCelotehLawan TNI, Kesalahan Terbesar Rizieq

Lawan TNI, Kesalahan Terbesar Rizieq

“Ini cukong China digotong-gotong rame-rame oleh prajurit Brimob, enggak ada masalah, Saudara. Kenapa ada prajurit TNI ucapkan selamat datang kepada habib, kok harus ditahan? Kurang ajar!” – Rizieq Shihab, Imam Besar FPI


PinterPolitik.com

Sepanjang sejarah peradaban manusia, tercatat banyak kesalahan terbesar alias the biggest mistakes yang dilakukan. Kesalahan-kesalahan itu menjadi lembaran-lembaran kisah menarik yang mungkin akan disesali oleh mereka-mereka yang melakukannya seumur hidupnya.

Contohnya, pada tahun 1999, pendiri Google, Larry Page dan Sergey Brin melakukan pendekatan pada CEO Excite, George Bell. Mereka menawarkan kepadanya untuk membeli mesin pencari Google yang mereka kembangkan seharga US$ 1 juta.

(Baca juga: Bajo Kunci Kemenangan Gibran?)

Bell menolak tawaran tersebut. Tidak menyerah, Page dan Brin menurunkan harganya lagi menjadi US$ 750 ribu. Lagi-lagi tawaran tersebut ditolak. Bell mungkin akan menyesalinya hari ini karena nilai Google terus naik dan kini ada di angka US$ 1 triliun. Iyess, US$ 1 triliun gengs! Itu sekitar Rp 14 ribu triliun rupiah.

Busyet dah dibeliin cilok kayaknya satu planet jadi penuh cilok. Hehehe.

Nah, kesalahan besar dalam konteks yang berbeda sepertinya kini tengah dialami oleh pentolan Front Pembela Islam alias FPI, Rizieq Shihab. Buat yang belum tahu, Rizieq saat ini telah bestatus sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian.

Ia dituduh melakukan pelanggaran protokol kesehatan terkait kerumunan yang terjadi di Petamburan, serta dianggap melawan aparat ketika menolak untuk dipanggil kepolisian dan diperiksa.

Rizieq dan FPI juga tengah dihadapkan pada tragedi berdarah karena 6 laskar organisasi tersebut tewas ditembak oleh polisi beberapa hari lalu.

Baca juga :  Airdrop Gaza Lewati Israel, Prabowo "Sakti"?

Menurut banyak pihak, semua kejadian tersebut tidak akan terjadi jika Rizieq tidak melakukan kesalahan terbesarnya, yakni “memusuhi” TNI.

Ini terkait pernyataan Rizieq saat baru tiba di Indonesia yang mengritik keras militer yang memberikan sanksi pada anggotanya akibat seruan: “Kami bersamamu Habib Rizieq”. Ceritanya, anggota tersebut adalah bagian dari pasukan pengaman yang diterjunkan TNI untuk ikut mengamankan objek vital di Bandara Soekarno-Hatta.

Nah, Rizieq menyebut tindakan tersebut sebagai hal yang “kurang ajar”. Ini kemudian mendatangkan reaksi dari Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang langsung melakukan konferensi pers dengan bahasa yang keras. Pun kemudian diikuti oleh aksi Kodam Jaya yang memerintahkan penertiban baliho-baliho Rizieq.

Wih, masuk akal juga sih argumentasinya. Soalnya, bagaimanapun juga, hubungan baik dengan militer adalah kunci posisi politik seseorang. Karena kalau bicara konteks kekuasaan di Indonesia, tidak akan ada yang bisa berhasil tanpa dukungan dan sokongan militer.

Lha tokoh PKI macam DN Aidit aja pernah bilang bahwa revolusi hanya bisa berhasil jika didukung oleh minimal 30 persen tentara kok. Jadi, apapun yang ingin dilakukan Rizieq, tak akan berhasil tanpa dukungan militer.

Lalu, akan seperti apa nasib politik Rizieq di kemudian hari? Akankah benar-benar berakhir? Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.