HomeCelotehDemo Omnibus Law, Salah Siapa?

Demo Omnibus Law, Salah Siapa?

“Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan” – Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 Republik Indonesia


PinterPolitik.com

Ada yang masih ingat dengan kalimat sakti Aslan – singa yang jadi pimpinan negara imajinasi bernama Narnia – tentang kebijaksanaan pemimpin nggakcuy? Aslan bilang begini, “Emosi tidak akan membimbingmu pada suatu pemikiran atau tindakan positif. Oleh sebab itu tenangkanlah dirimu.”

Nah, bijak banget kan, cuy? Rata-rata orang akan kehilangan pertimbangan akal yang matang saat dalam kondisi dipenuhi amarah dan ego.

Pemimpin kita kayaknya perlu banget lihat film Narnia deh dan fokus saja sama sosok Aslan – biar paham makna berkorban dan mengontrol emosi. Misal, emosi tuh ya keinginan pribadi atau golongan yang ternyata nggak cocok diterima oleh pasukan atau rakyatlah dalam konteks ini.

Bahkan, saat Aslan sudah memutuskan suatu perkara, bila ternyata keputusan tersebut dalam perjalanannya membahayakan pihak tertentu, maka ia nggak segan untuk merevisi kembali keputusannya.

Hal itu terjadi saat Aslan yang awalnya memutuskan berperang. Lalu, datang musuh mengancam akan membunuh seorang manusia, Aslan pun merevisi ucapannya. Ini adalah soal kebijaksanaan pemimpin, bukan tindakan gegabah yang dibungkus dengan alibi ‘tegas’ dan ‘berani’.

Nah, dalam hal ini, Presiden Jokowi patut mencontoh Aslan. Mimin tahulah, manakala palu sudah diketok, tandanya keputusan sudah harus berjalan. Karenanya, omnibus law atau Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang sudah sedikit lagi sah menjadi undang-undang (UU).

Namun, persoalannya ternyata hal tersebut menimbulkan banyak mudarat atau bahaya. Demonstrasi di mana-mana menjadi satu dari sekian bahaya tersebut. Belum nanti kalau ternyata demonstrasi ini menyebabkan munculnya kluster baru penyebaran Covid-19. Wah, jadi tambah pusing kan?

Alih-alih memaksakan kehendak agar peraturan ini tetap disahkan, pertimbangan kebaikan harus didahulukan dong. Lagian, kalau ternyata beneran muncul penderita Covid-19 dari demonstran, pemerintah pusing dobel lho.

Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) kan bisa belajar saat kemarin mempertimbangkan peraturan soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan RKUHP yang juga mendapat penolakan dari elemen sipil. Secara heroik, Jokowi langsung memanggil Mahfud MD dan sejumlah tokoh untuk duduk bersama membincang kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.

Maka dari itu, meskipun dari DPR ngoyo meloloskan RKUHP, pemerintah memutuskan buat menahannya terlebih dahulu. Nah, pada akhirnya, aksi Presiden Jokowi ini mendapat apresiasi dan berhasil membuat amarah massa rakyat pun mahasiswa mereda.

Lantas, kenapa kok kayaknya soal omnibus law ini pemerintah nggak bertindak seperti itu? Padahal, secara eskalasi kerusuhan, ini lebih bahaya lho. Dulu mah mending kondisinya masih aman-aman bae buat berkumpul dalam jumlah besar.

Lha, sekarang coba dilihat, duduk aja mesti berjarak. Makanya, ayolah mending turunkan ego elite dulu. Mungkin, pemerintahan Jokowi bisa keluarkan Perppu atau Peraturan Pemerintah (PP) yang melibatkan unsur sipil, mulai buruh, sampai mahasiswa. Hmm. (F46)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Megawati Sukses “Kontrol” Jokowi?

“Extraordinary claims require extraordinary evidence” – Carl Edward Sagan, astronom asal Amerika Serikat (AS) PinterPolitik.com Gengs, mimin mau berlagak bijak sebentar boleh, ya? Hehe. Kali ini, mimin mau berbagi pencerahan tentang...

Arief Poyuono ‘Tantang’ Erick Thohir?

“Orang hebat tidak dihasilkan dari kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesulitan, tantangan, dan air mata” – Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN PinterPolitik.com Gengs, kalian...

Sri Mulyani ‘Tiru’ Soekarno?

“Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya” – Soekarno, Proklamator Indonesia PinterPolitik.com Tahukah kalian, apa yang menyebabkan Indonesia selalu...