HomeHeadlineStrategi Prabowo Imbangi Pengaruh Jokowi di KIM?

Strategi Prabowo Imbangi Pengaruh Jokowi di KIM?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Prabowo terlihat berupaya mengimbangi pengaruh Presiden Jokowi yang kuat terasa di internal Koalisi Indonesia Maju. Selain karena persoalan penentuan jatah menteri dan jumlahnya yang sudah mulai dibahas, Prabowo disebut tak ingin kabinet atau pemerintahannya didominasi oleh satu tokoh tertentu. Tak heran, beberapa kali pertemuannya dengan SBY disebut sebagai salah satu cara memainkan perimbangan kekuasaan di internal koalisi. Benarkah demikian?


PinterPolitik.com

Bukan rahasia lagi jika posisi Presiden Jokowi cukup sentral di koalisi Prabowo Subianto. Selain karena putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, adalah cawapres yang mendampingi Prabowo, ada juga faktor dukungan partai-partai pemerintah yang memang terlihat mengekor pada pilihan politik Jokowi.

Hal inilah yang membuat beberapa kali pertemuan antara Prabowo, dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 RI 6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY ditengarai sebagai upaya membangun aliansi politik baru. Prabowo disebut ingin membangun koalisi pemerintahan yang tidak didominasi oleh pengaruh salah satu pihak, termasuk oleh Jokowi.

Seperti diberitakan beberapa media, setelah hasil hitung cepat Pilpres 2024 dari sejumlah lembaga survei keluar, Prabowo menemui beberapa elite. Pertemuan dengan SBY adalah salah satunya dan terjadi dengan cukup intens. Dalam sepekan terakhir, ada dua pertemuan antara Prabowo dan Yudhoyono.

Pertemuan terbaru terjadi di Puri Cikeas pada Jumat lalu. Beberapa pengamat memang mengatakan bahwa hubungan Prabowo-SBY terlihat semakin dekat. Di antara banyak tokoh lain yang berasal dari Koalisi Indonesia Maju, koalisi pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, SBY menjadi yang paling sering ditemui oleh Prabowo.

Para pengamat juga menyebutkan bahwa ada indikasi Prabowo tengah mempersiapkan aliansi politik yang benar-benar dapat berada di bawah kendalinya saat pemerintahan baru terbentuk nantinya. Langkah itu dinilai penting untuk mengimbangi pengaruh dari luar, tidak terkecuali pengaruh Presiden Jokowi terhadap partai-partai politik anggota Koalisi Indonesia Maju.

Baca juga :  Timur Tengah Perang Abadi, Salah Siapa?

Tentu pertanyaannya adalah untuk apa hal itu dilakukan?

Prabowo Tak Ingin Ada Elite Yang Dominan?

Bisa dibilang Prabowo memang terlihat sedang membangun balance of power atau keseimbangan kekuasaan di dalam kubu pengusungnya. Ini penting bagi Prabowo agar mantan Danjen Kopassus itu benar-benar bisa menjadi pemimpin dalam koalisi, ketimbang hanya pelaksana keinginan Jokowi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pencalonan Prabowo-Gibran selama ini tidak terlepas dari rumor adanya dukungan dari Presiden Jokowi. Kendati tidak ada pernyataan resmi dari Jokowi mengenai preferensinya, gerak-gerik Jokowi dinilai sejumlah pihak menunjukkan dukungan untuk Prabowo-Gibran.

Pengaruh Jokowi tidak hanya mewujud dari keberadaan Gibran sebagai cawapres, melainkan juga terasosiasi dengan sejumlah parpol anggota KIM yang merupakan bagian dari pemerintahan. PArpol-parpol itu di antaranya adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, PSI, dan PBB. Dari enam parpol yang ada di pemerintahan, Demokrat merupakan yang paling baru bergabung.

Dengan demikian, bisa dibilang Prabowo tengah berupaya membentuk dua kubu elite di internal KIM untuk menyeimbangkan kekuasaan. SBY di satu sisi, sedang di sisi lain ada Jokowi. Pembentukan dua kubu di KIM ini tak dipungkiri berdasarkan kuatnya pengaruh Jokowi.

Pengaruh Jokowi terhadap parpol-parpol lain KIM seperti Golkar dan PAN dinilai lebih kuat dibandingkan Demokrat. Demokrat pun memiliki rekam jejak sebagai oposisi Jokowi, sehingga lebih memungkinkan untuk dijadikan rekan oleh Prabowo dan Gerindra agar pemerintahannya nanti tidak dikendalikan oleh Jokowi.

Konteks menjaga keseimbangan kekuasaan ini memang mirip dengan apa yang dilakukan oleh Jokowi sejak 2014 lalu. Sang presiden berusaha juga untuk menjamin tidak ada elite di lingkaran kekuasaannya yang terlalu dominan. Cara Jokowi “membatasi” pengaruh Megawati Soekarnoputri misalnya, adalah salah satu bentuk kelihaian sang presiden menghadapi elite-elite pendukung kekuasaannya.

Siasat Jaga Balance of Power

Adapun konsep balance of powerantar elite politik dalam sebuah koalisi politik adalah hal yang sangat penting untuk dijaga karena mempengaruhi stabilitas dan efektivitas pemerintahan. Salah satu alasan utamanya adalah untuk mencegah dominasi. Tanpa keseimbangan kekuasaan, ada risiko bahwa satu pihak dalam koalisi akan mendominasi yang lain. Hal ini dapat mengarah pada kebijakan yang tidak seimbang dan tidak mewakili kepentingan semua pihak dalam koalisi.

Baca juga :  Di Balik Operasi Semi Rahasia Kaesang?

Kemudian, balance of powerjuga penting untuk menghindari konflik internal. Keseimbangan kekuasaan membantu mencegah konflik internal dalam koalisi. Ketika kekuasaan didistribusikan secara merata, setiap pihak cenderung merasa dihargai dan diakui, yang dapat mengurangi ketegangan dan meningkatkan kerjasama.

Selain itu, balance of powerjuga dipakai untuk meningkatkan legitimitas. Koalisi yang memiliki keseimbangan kekuasaan yang baik cenderung lebih dihormati oleh publik karena dianggap lebih mewakili berbagai kepentingan. Ini dapat meningkatkan legitimasi pemerintahan dan mendukung stabilitas politik.

Kemudian, keseimbangan kekuasaan juga akan memaksa pihak-pihak dalam koalisi untuk mencari kompromi dan negosiasi. Ini dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan lebih baik mewakili kepentingan yang beragam. Keseimbangan kekuasaan juga meningkatkan akuntabilitas dalam pemerintahan.

Ketika kekuasaan didistribusikan secara merata, setiap pihak dalam koalisi memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mewakili kepentingan mereka sendiri dan kepentingan koalisi secara keseluruhan.

Hal penting lain adalah soal risiko penyelewengan kekuasaan, baik itu dalam bentuk korupsi, kolusi, maupun nepotisme. Keseimbangan kekuasaan dapat mengurangi risiko korupsi dalam pemerintahan. Ketika kekuasaan didistribusikan secara merata, setiap pihak dalam koalisi memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau korupsi.

Secara umum, hal-hal inilah yang terlihat ingin dicapai Prabowo. Persoalannya tinggal apakah ia akan seberhasil Jokowi yang sukses melakukannya sejak tahun 2014 lalu. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Tarung 3 Parpol Raksasa di Pilkada

Pilkada Serentak 2024 menjadi medan pertarungan sengit bagi tiga partai politik besar di Indonesia: PDIP, Golkar, dan Gerindra.

RK Effect Bikin Jabar ‘Skakmat’?�

Hingga kini belum ada yang tahu secara pasti apakah Ridwan Kamil (RK) akan dimajukan sebagai calon gubernur (cagub) Jakarta atau Jawa Barat (Jabar). Kira-kira...

Kamala Harris, Pion dari Biden?

Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah memutuskan mundur dari Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024 dan memutuskan untuk mendukung Kamala Harris sebagai calon...

Siasat Demokrat Pepet Gerindra di Pilkada?

Partai Demokrat tampak memainkan manuver unik di Pilkada 2024, khususnya di wilayah-wilayah kunci dengan intrik tarik-menarik kepentingan parpol di kubu pemenang Pilpres, Koalisi Indonesia Maju (KIM). Lantas, mengapa Partai Demokrat melakukan itu dan bagaimana manuver mereka dapat mewarnai dinamika politik daerah yang berpotensi merambah hingga nasional serta Pilpres 2029 nantinya?

Puan-Kaesang, ‘Rekonsiliasi’ Jokowi-Megawati?

Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep diwacanakan untuk segera bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Mungkinkah akan ada rekonsiliasi antara Presiden Joko Widodo...

Alasan Banyaknya Populasi Asia

Dengarkan artikel berikut Negara-negara Asia memiliki populasi manusia yang begitu banyak. Beberapa orang bahkan mengatakan proyeksi populasi negara Asia yang begitu besar di masa depan...

Rasuah, Mustahil PDIP Jadi “Medioker”?

Setelah Wali Kota Semarang yang juga politisi PDIP, Hevearita Gunaryanti Rahayu ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), plus, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang masih menjalani proses hukum sebagai saksi di KPK dan Polda Metro Jaya, PDIP agaknya akan mengulangi apa yang terjadi ke Partai Demokrat setelah tak lagi berkuasa. Benarkah demikian?

Trump dan Bayangan Kelam Kaisar Palpatine�

Percobaan penembakan yang melibatkan kandidat Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump (13/7/2024), masih menyisakan beberapa pertanyaan besar. Salah satunya analisis dampaknya ke pemerintahan Trump jika nantinya ia terpilih jadi presiden. Analogi Kaisar Palpatine dari seri film Star Wars masuk jadi salah satu hipotesisnya.�

More Stories

Tarung 3 Parpol Raksasa di Pilkada

Pilkada Serentak 2024 menjadi medan pertarungan sengit bagi tiga partai politik besar di Indonesia: PDIP, Golkar, dan Gerindra.

Misteri Post Power Jokowi

Setelah dua periode memimpin Indonesia, masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir.

Menkominfo dan Kegagalan Menteri “Giveaway” Jokowi?

Menkominfo Budi Arie tengah mendapatkan sorotan dari banyak pihak. Ini pasca kasus peretasan yang terjadi pada Pusat Data Nasional oleh peretas Brain Chiper.