HomeNalar PolitikMegawati Sedang Terjebak Mitos?

Megawati Sedang Terjebak Mitos?

Usulan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar nomor urut peserta Pemilu 2024 tidak diganti, sehingga PDIP tetap menggunakan nomor tiga direspons berbagai pihak. Politisi Partai Gerindra Desmond J. Mahesa menyindir Megawati dengan menyebutnya berkonsultasi dengan dukun sehingga mengeluarkan usulan tersebut. Apakah Megawati tengah terjebak mitos angka keberuntungan?


PinterPolitik.com

Dalam kehidupan sehari-hari kita kerap melihat fenomena angka favorit hingga angka keberuntungan. Di dunia sepakbola, misalnya, terdapat pemain yang identik dengan nomor tertentu. Salah satu nomor yang paling dikenal tentu adalah Cristiano Ronaldo dengan nomor tujuhnya. 

Kita mengenal Ronaldo dengan singkatan CR7. Lalu, ada Lionel Messi yang identik dengan nomor punggung sepuluh. Singkatannya mirip dengan Ronaldo, yakni LM10.

Jika mengikuti berita seputar perpindahan pemain sepakbola, bahkan terdapat pemain yang mencantumkan nomor punggung tertentu sebagai salah satu syarat menyetujui kontrak yang ditawarkan.

Tidak hanya di level individu, posisi pemain juga identik dengan nomor punggung tertentu. Nomor punggung sembilan, misalnya, entah sejak kapan selalu diberikan kepada penyerang. Seolah, nomor sembilan merupakan simbol ketajaman dalam membobol gawang.

Lalu, nomor punggung satu identik dengan penjaga gawang. Nomor punggung dua, tiga, empat, dan lima identik dengan posisi pemain bertahan. Nomor dua puluh tiga, enam, dan delapan kerap dipilih oleh gelandang. Sementara, di posisi penyerang sayap, nomor dua puluh satu, sebelas, dan tujuh belas kerap menjadi primadona.  

Menariknya, di politik nasional Indonesia, fenomena menginginkan nomor tertentu tengah terjadi saat ini. Adalah Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang ingin partainya tetap menggunakan nomor urut tiga di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Megawati mengusulkan agar nomor urut partai di Pemilu 2024 mengikuti Pemilu 2019.

Atas usulan itu, Wakil Ketua Komisi III DPR sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Desmond J. Mahesa memberi sindiran satir. “Bu Mega itu berpendapat, mungkin hasil konsultasi dengan dukun ya,” ungkapnya pada 20 September 2022.

Lantas, mengacu pada ambisi PDIP untuk hat-trick di Pemilu 2024, mungkinkah usulan Megawati bertolak pada kepercayaan terhadap angka keberuntungan? Mungkinkah nomor tiga berarti hat-trick di Pemilu 2024?

sby turun gunung pdip panik

Terjebak Mitos? 

Di titik ini, seperti respons satir Desmond J. Mahesa, mungkin banyak pihak yang melihat Megawati tengah terjebak pada mitos angka keberuntungan. Bagi yang membaca buku Yuval Noah Harari yang berjudul Homo Deus: A Brief History of Tomorrow, pasti sangat akrab dengan istilah “para pendongeng”.

Baca juga :  Cak Imin Akan Dikudeta dari PKB? 

Menurut Yuval, apa yang paling membedakan manusia (Homo Sapiens) dengan spesies lainnya adalah kemampuan dalam berimajinasi. Distingsi ini diperkirakan terjadi sekitar 70 ribu tahun lalu. Sebuah fase sejarah yang dikenal dengan Revolusi Kognitif.

Spesies lainnya seperti simpanse atau serigala hanya dapat mengenal dua realitas. Realitas yang pertama adalah realitas objektif. Simpanse dan serigala mengetahui terdapat pohon, batu yang keras, dan air yang mampu melepas dahaga. 

Realitas yang kedua adalah realitas subjektif, yakni mengalami berbagai perasaan seperti rasa takut, senang, dan gairah seksual.

Sementara, bagi Homo Sapiens, selain dua realitas itu, ada satu lagi realitas yang dapat dikenali, yakni realitas imajinatif. Ini membuat manusia dapat membangun peradaban, membuat aturan hukum dan moral, membayangkan dewa-dewa, serta mengembangkan teknologi secara kontinyu.

Seperti yang kita lihat, sampai saat ini tidak ada simpanse, kera, atau serigala yang mampu membangun negara, membuat majalah olahraga sendiri, ataupun bermain judi di kasino. Hal-hal itu hanya dapat dilakukan oleh spesies yang mengenali tiga realitas, yakni Homo Sapiens.

Pada kasus Megawati yang ingin mempertahankan nomor urut tiga, tanpa keraguan, dapat dikatakan itu adalah bukti nyata realitas imajinatif. Kemungkinan besar ada bayangan soal hat-trick di Pemilu 2024 yang disimbolkan dengan nomor tiga di surat suara. Mungkin, ada keyakinan kesuksesan di Pemilu 2019 dapat diulangi jika tetap menggunakan nomor urut yang sama. 

Simpulan ini selaras dengan penjelasan Dennis Chong dalam tulisannya “Degrees of Rationality in Politics” di buku The Oxford Handbook of Political Psychology, yang menyebut politisi memiliki kecenderungan untuk melihat realitas berdasarkan keyakinan yang disukainya.

Jika ditarik ke belakang, pada tahun 2018, Megawati juga terlihat memberikan buih-buih imajinasi ketika PDIP mendapatkan nomor urut tiga. “Tiga itu adalah metal. Banteng metal, menang total,” ungkapnya pada 18 Februari 2018.

Singkatnya, mengacu pada tiga dimensi realitas yang mampu dikenali Homo Sapiens, sekiranya dapat dikatakan Megawati tengah terjebak pada mitos angka keberuntungan.

Lantas, jika benar demikian, apakah itu adalah situasi yang tidak menguntungkan secara politik?

inofgrafis pdip demokrat saling jegal

Strategi Jitu?

Terkait ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, memiliki pandangan yang sangat menarik. Menurut Ujang, usulan Megawati itu memiliki dampak psikologis yang dapat menguntungkan PDIP di Pemilu 2024.

Baca juga :  Anies "Alat" PKS Kuasai Jakarta?

Karena nomor urut PDIP sama, masyarakat menjadi lebih mudah mengingat dan mengidentifikasi partai banteng. “PDIP, ya nomor tiga,” kira-kira demikian. Lanjut Ujang, konteks ini sama dengan apa yang terjadi di Partai Golkar.

“Dulu ketika zaman Orde Baru ya, awal-awal Reformasi. Golkar itu selalu nomor dua. Nah jadi masyarakat saat pemilu itu, di kampung-kampung (bilang) ‘Saya nomor dua’, walaupun nomornya sudah berganti, sudah berubah kalau nomor dua itu partai yang lain,” ungkap Ujang pada 20 September 2022.

Leonie Huddy dalam tulisannya “From Group Identity to Political Cohesion and Commitment” di buku The Oxford Handbook of Political Psychology, menerangkan kohesi dan komitmen persatuan komunitas terbentuk kuat jika memiliki identitas yang jelas.

Dalam social identity theory (SIT), simbol yang khas memiliki peranan penting untuk membangun kohesi suatu komunitas. Artinya, seperti yang dijelaskan Ujang, ingin dipertahankannya nomor urut tiga memiliki kalkulasi psikologis di baliknya.

Megawati ingin membentuk identitas atau simbol PDIP sejelas mungkin di tengah masyarakat. Berbagai atribut partai, seperti baliho, kaos, buku, atau selebaran yang sudah disebar sejak Pemilu 2019 akan membuat masyarakat mudah mengingat dan mengidentikkan PDIP dengan nomor tiga.

Selain itu, seperti yang dijelaskan Megawati, ini juga dapat menghemat pengeluaran biaya kampanye. Berbagai atribut PDIP yang masih layak dapat digunakan kembali. Jika nomor urut partai berubah, PDIP harus mencetak dan menyebarkan lagi atribut partai dengan nomor yang berbeda.

Dengan demikian, apa yang dilakukan Megawati adalah sebuah usulan rasional. Dalam rational choice theory, suatu pilihan disebut rasional apabila itu paling menguntungkan atau paling mengurangi kerugian. 

Setelah menimbang berbagai variabel yang ada, Megawati menilai mempertahankan nomor urut tiga akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi PDIP daripada nomor urut diganti.

Pada akhirnya, kita dapat menyimpulkan dua hal dari usulan Megawati. Pertama, memang benar itu adalah bagian imajinasi. Sedikit tidaknya, terdapat tendensi psikologis untuk menilai nomor tiga merupakan angka keberuntungan bagi PDIP.

Kedua, usulan ini dapat dikatakan merupakan strategi yang jitu. Namun, yang menjadi perhatian adalah, partai lain juga akan mendapatkan manfaat psikologis yang sama. Ini akan paling menguntungkan PDIP apabila hanya partai banteng yang memiliki nomor urut yang sama.

Poin terakhir ini sekiranya perlu menjadi pertimbangan lebih lanjut Megawati dan PDIP. (R53)  

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...