HomeNalar PolitikKenapa Kita Percaya Teori Konspirasi?

Kenapa Kita Percaya Teori Konspirasi?

Kemunculan tren lato-lato dan Mixue dihadapi sejumlah teori konspirasi yang cukup “liar”. Meski demikian, ada saja orang yang percaya dengan konspirasi-konspirasi itu. Kenapa manusia begitu mudah percaya konspirasi?


PinterPolitik.com

Demam permainan lato-lato menyerbu Indonesia layaknya sebuah virus. Yap, permainan dua buah bola plastik yang diikat dengan seutas tali tersebut mungkin kini dimainkan oleh jutaan orang dari seluruh penjuru Indonesia.

Seiring dengan semakin banyaknya pemain lato-lato, tiba-tiba saja muncul sebuah teori konspirasi yang cukup menggelitik, yakni ada yang melihat bahwa permainan tersebut adalah sebuah alat propaganda kaum Yahudi untuk “mencuci otak” orang-orang di Indonesia.

Argumen “unik” tersebut diambil dari pola yang terbentuk dari dua bola dan tali mainan lato-lato yang tampak seperti sebuah segitiga. Bagi mereka yang percaya konspirasi ini, bentuk segitiga itu menandakan lambang illuminati. Kata lato-lato sendiri juga disebut artinya “aku yahudi”.

Bagi orang yang sudah terbiasa dengan bagaimana memverifikasi suatu klaim di internet akan dengan mudah menyimpulkan bahwa teori konspirasi itu tidak benar. Namun, sayangnya cerita ini dengan begitu cepatnya menyebar di sejumlah grup-grup WhatsApp, dan bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan internet akan dengan mudah tertipu teori liar tersebut.

Pada akhirnya cerita konspirasi lato-lato ini hanya jadi salah satu bukti bahwa setidakmeyakinkan apapun suatu berita, akan ada orang-orang yang mempercayainya.

Lantas, kenapa ya manusia sangat mudah percaya teori konspirasi?

image 46

Naluri “Menyebalkan” Manusia?

Berbicara tentang kenapa manusia memiliki pola kebiasaan tertentu jelas tidak bisa kita pisahkan dengan perilaku alamiah manusia sebagai makhluk hidup itu sendiri.

Terkait kenapa manusia kerap menciptakan teori konspirasi yang cenderung membuat sesamanya menghindari kegiatan tertentu, Karen Douglas, profesor psikologi dari Universitas Kent menilai bahwa itu ada kaitannya dengan survival instinct atau naluri bertahan manusia.

Baca juga :  Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Dalam sebuah artikel wawancara dengan American Psychological Association (APA) berjudul Why people believe in conspiracy theories, Douglas menjelaskan bahwa ketika ada sebuah tren baru yang terjadi di masyarakat, maka bisa dipastikan teori konspirasi seputarnya pasti akan muncul dalam waktu yang cepat. Kata Douglas, kebiasaan ini secara psikologis merupakan mekanisme pertahanan manusia untuk mengkritisi apakah tren baru tersebut berbahaya bagi komunitas mereka atau tidak.

Dan memang, selain konspirasi lato-lato tadi, sebuah teori liar lain juga muncul seputar maraknya kemunculan outlet-outlet Mixue di Indonesia. Beberapa orang menduga bahwa kemunculan Mixue ada kaitannya dengan upaya mata-mata dari Tiongkok, karena brand es krim tersebut memang berasal dari negeri Tirai Bambu.

Yap, sederhananya, teori konspirasi muncul karena manusia merasa asing dengan sebuah tren baru dan memperlakukannya layaknya orang asing yang tiba-tiba muncul dalam suatu pedesaan. Rasa ketidakpercayaan secara alamiah muncul, dan ini kemudian dibarengi dengan tingkat kewaspadaan tinggi yang didasarkan pada rasa ketakutan. Dengan analogi seperti itu, tentu mudah memahami alasan kenapa teori-teori “ajaib” itu bisa muncul, bukan?

Pada dasarnya, manusia memang memiliki rasa penasaran yang tinggi dan ingin memahami dunia di sekitar mereka. Ketika kita tidak bisa menemukan alasan yang logis, maka argumen-argumen tidak berdasar dijadikan alternatif jawaban.

Pandangan ini didukung oleh profesor psikologi sosial dari Universitas Nottingham bernama Daniel Jolley. Dalam artikel wawancaranya di laman LiveScience berjudul Why do People Believe Conspiracy Theories, Jolley mengatribusikan alasan kenapa orang dengan sangat mudah percaya dengan konspirasi pada suatu kebiasaan manusia yang disebut confirmation bias atau bias konfirmasi.

Sesuai dengan sebuah survei yang dikutipnya, mayoritas orang merasa bahwa mereka memiliki intelegensia di atas rata-rata. Ini kemudian berdampak pada proses perolehan informasi. Apa kaitannya dengan kecenderungan mempercayai konspirasi?

Baca juga :  Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Well, karena teori konspirasi dengan sangat cepat mencapai masyarakat, bahkan sebelum jawaban objektif muncul, orang-orang yang terekspos dengan konspirasi akan merasa mereka perlu mempertahankan teori yang mereka percaya bahkan jika suatu waktu terbukti salah.

Pada akhirnya, dengan pembahasan ini kita bisa memahami keunikan dan misteri dari sifat manusia. Kalau lato-lato dan Mixue saja bisa punya konspirasi yang memiliki banyak pengikutnya, bagaimana dengan konspirasi-konspirasi politik ya? (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?

More Stories

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan?