HomeNalar PolitikGatot Berpolemik atau Berpolitik?

Gatot Berpolemik atau Berpolitik?

Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kembali mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan polemik. Namun menjelang masa pensiunnya, banyak juga yang menuding kalau ia sebenarnya tengah berpolitik. Mana yang benar?


PinterPolitik.com

“Lebih baik mendiskusikan dan berdebat mengenai suatu polemik daripada merencanakan pengkhianatan yang dapat merusak segalanya.” ~ Mikhail Gorbachev

Nama dan jabatan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat ini tengah mendapatkan sorotan publik. Setelah menggemparkan dengan mewajibkan seluruh anggotanya menonton kembali film G30S PKI, kini ada rekaman suara dan video dirinya yang mengungkapkan informasi rahasia. Berdasarkan video tersebut, Gatot mengatakan kalau saat ini ada lembaga non militer yang berencana membeli 5.000 senjata canggih dari luar negeri dengan mencatut nama presiden.

Kegiatan Silaturahmi Panglima TNI dengan para purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur yang berlangsung Jumat (22/9) lalu, sebenarnya merupakan acara tertutup. Namun entah mengapa, rekaman dan videonya kemudian menyebar di media sosial dan sontak membuat ramai. Berbagai media pun ikut menyebarkan dan mendiskusikan topik panas itu dengan berbagai kalangan. Tak pelak, bocornya informasi intelijen ini membuat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Wiranto kalang kabut.

Untuk meluruskan polemik ini, ia pun menggelar konferensi pers pada Minggu (24/9), dengan menjelaskan kalau pembelian senjata tersebut hanyalah ‘masalah komunikasi yang tidak tuntas’ antara TNI, Kepolisian RI, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Selain itu, Wiranto juga mengatakan kalau senjata yang dibeli hanya 500 pucuk dan bukan standar militer, pembeliannya pun bukan dari luar negeri tapi dari BUMN, yaitu PT Pindad. Perbedaan informasi ini lagi-lagi menyebabkan polemik dan tanda tanya.

Sebagai orang yang ‘membocorkan’ informasi A1 (top secret), sepertinya Gatot tidak terlihat menyesal. Meski tidak mau  mengkonfirmasi perkataannya di acara tersebut, namun ia secara tegas mengakui kalau suara itu memang benar dirinya. Sikap Gatot ini, lagi-lagi membingungkan. Sementara itu, banyak pihak yang menuding jenderal bintang empat itu tengah bermanuver politik, tak sedikit juga yang mengecam bahkan memintanya mengundurkan diri dari jabatannya kini.

Di luar itu semua, satu pertanyaan yang belum dipertanyakan publik: mengapa Gatot begitu berani? Seperti yang dikatakan Hendardi dari SETARA Institute, sebagai Panglima TNI, Gatot seharusnya memberikan informasi intelijen yang dimilikinya hanya kepada user – dalam hal ini presiden. Sebagai seorang perwira tertinggi, tentu “aturan main” ini juga sudah diketahui betul olehnya. Lalu mengapa ia tetap membeberkannya pada para purnawirawan TNI? Mungkinkah ia sudah mendapatkan izin dari Presiden?

Baca juga :  Alasan Banyaknya Populasi Asia

Gatot dan Polemik

“Ketika alasan dan kenyataan saling berbenturan, maka akan menimbulkan rasa kejut. Inilah yang disebut dengan polemik.” ~ Karl Wilhelm Friedrich Schlegel

Mengejutkan. Itulah yang selalu menjadi efek dari setiap pernyataan Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat ini, sehingga tak heran bila selalu menciptakan polemik. Dibanding panglima TNI di era sebelumnya, Gatot memang termasuk yang paling familiar dihadapan publik dan media. Salah satu yang membuat namanya melambung di masyarakat adalah ketika mendukung Aksi Bela Islam yang dilakukan berjilid-jilid menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta lalu.

Pernyataan lain dari Gatot yang menciptakan kontroversi adalah ketika ia meminta TNI kembali mendapatkan hak berpolitiknya. Meski kemudian ia menyadari kalau hal itu sebuah kemustahilan, namun tetap saja banyak pihak melihat kalau keinginan untuk terjun berpolitik sebetulnya datang dari diri Gatot pribadi. Apalagi dalam masyarakat juga sudah mulai timbul dukungan bagi pria kelahiran 57 tahun itu, untuk ikut maju di Pemilihan Presiden 2019nanti.

Seperti kita ketahui, Gatot akan mulai memasuki masa pensiun pada Maret 2018 nanti. Sehingga banyak pengamat melihat, semua pernyataannya yang menimbulkan polemik merupakan manuver politik untuk menaikkan elektabilitas dirinya. Niat ini juga terendus oleh pengamat Pertahanan dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie yang meminta Gatot untuk segera pensiun dini dan bergabung dalam partai politik, akibat terlalu sering berpolitik aktif.

Di sisi lain, kalau pun memang Gatot bermanuver politik, maka kasus senjata ini malah menjadi blunder bagi dirinya. Mengapa? Karena apa yang disampaikan Gatot tak hanya membuat masyarakat mengecam, tapi juga pemerintah – terutama lembaga keamanan negara lainnya, seperti Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI yang di dalamnya ada BIN dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Bahkan ada pula yang melihat bahwa tengah terjadi politik adu domba antara TNI dan Polri berkaitan dengan permasalahan senjata ini. Mungkinkah?

Dibalik Sikap Berani Gatot

“Well, saya tidak 100 persen yakin mengenai definisi polemik, namun arti kata itu sendiri sepertinya juga tidak bermaksud untuk meyakinkan sesuatu pada orang lain.” ~ Art Spiegelman

Sekali lagi, sebagai seorang perwira tinggi berpengalaman, Gatot pasti paham betul konsekuensi bila ia membocorkan rahasia negara. Sehingga sulit rasanya memahami bahwa pernyataannya itu, ia lontarkan tanpa perhitungan matang atau tanpa sepengetahuan presiden. Terutama elektabilitasnya di mata masyarakat pun terancam turun.  Lalu apakah ada motif lain dibalik polemik yang “tidak sengaja” ia lemparkan? Apakah sebenarnya Gatot memberi peringatan pada pihak-pihak “di luar” militer yang tengah memborong persenjataan, baik dari PT Pindad maupun luar negeri?

Baca juga :  Menkominfo dan Kegagalan Menteri “Giveaway” Jokowi?

Sebab seusai Wiranto meluruskan informasi, ternyata pihak Kepolisian RI juga mengeluarkan pernyataan kalau ada rencana pembelian senjata sebanyak 15.000 pucuk. Karena PT Pindad hanya bisa menyediakan 5.000, maka sisanya akan diimpor dari luar. Sebelumnya, juga terdengar kabar dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Amnesty Internasional Indonesia, Human Rights Working Group (HRWG), dan LBH Masyarakat, mengenai ribuan senjata Kalashnikov yang akan diimpor dari Rusia oleh BNN tahun depan. Namun baik BNN maupun DPR menyatakan kalau kabar tersebut adalah hoaks.

Terlepas dari berita mana yang benar, namun ‘niat’ Gatot untuk membuka fenomena pembelian senjata yang begitu marak belakangan ini, sepertinya berhasil. Apalagi BNN sendiri juga sempat tersangkut masalah senjata yang digunakan dalam kasus pembunuhan salah satu anggotanya, Indria Kameswari. Kabarnya, senjata yang digunakan si pembunuh (suaminya sendiri) adalah milik Indria sejak enam bulan lalu. Padahal korban bukan anggota TNI/Polri. Di BNN pun, jabatannya hanya sebagai staf Litbang yang seharusnya tidak dibekali senjata api.

Walau kewenangan untuk mengeluarkan izin pembelian senjata terletak pada tiga pimpinan institusi, yaitu Kementerian Pertahanan, Kepolisian RI, dan TNI. Namun sebagai seorang Panglima Militer, sangat wajar bila Gatot memiliki keprihatinan besar bila ada pihak-pihak yang ingin memperbanyak kepemilikan senjata, apalagi bila niat itu tanpa sepengetahuan pemerintah. Sebab sudah terbukti, ketika senjata berada di tangan yang salah, akan menimbulkan kriminalitas.

Di sisi lain, sebagai prajurit tertinggi yang telah mengungkapkan kesetiaannya pada Presiden Jokowi di depan publik, sangat kecil Gatot berani melangkahi wewenang presiden. Apalagi hingga kini pun, belum ada reaksi dari Jokowi sebagai panglima tertinggi mengenai tindakannya. Jadi, adakah kemungkinan Gatot memang ‘diminta’ untuk melontarkan polemik ini? Mengingat kedua lembaga yang terlibat dalam pembelian senjata tersebut, yaitu BIN dan BNN, memiliki hubungan yang sangat dekat dengan salah satu partai pemerintah.

Membingungkan? Begitulah. Seperti kata Spiegelman – penulis asal Amerika, di atas. Terkadang apa yang disampaikan, belum tentu dimaksudkan untuk meyakinkan sesuatu pada orang lain. Itulah polemik. (R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Tarung 3 Parpol Raksasa di Pilkada

Pilkada Serentak 2024 menjadi medan pertarungan sengit bagi tiga partai politik besar di Indonesia: PDIP, Golkar, dan Gerindra.

RK Effect Bikin Jabar ‘Skakmat’?�

Hingga kini belum ada yang tahu secara pasti apakah Ridwan Kamil (RK) akan dimajukan sebagai calon gubernur (cagub) Jakarta atau Jawa Barat (Jabar). Kira-kira...

Kamala Harris, Pion dari Biden?

Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah memutuskan mundur dari Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024 dan memutuskan untuk mendukung Kamala Harris sebagai calon...

Siasat Demokrat Pepet Gerindra di Pilkada?

Partai Demokrat tampak memainkan manuver unik di Pilkada 2024, khususnya di wilayah-wilayah kunci dengan intrik tarik-menarik kepentingan parpol di kubu pemenang Pilpres, Koalisi Indonesia Maju (KIM). Lantas, mengapa Partai Demokrat melakukan itu dan bagaimana manuver mereka dapat mewarnai dinamika politik daerah yang berpotensi merambah hingga nasional serta Pilpres 2029 nantinya?

Puan-Kaesang, ‘Rekonsiliasi’ Jokowi-Megawati?

Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep diwacanakan untuk segera bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Mungkinkah akan ada rekonsiliasi antara Presiden Joko Widodo...

Alasan Banyaknya Populasi Asia

Dengarkan artikel berikut Negara-negara Asia memiliki populasi manusia yang begitu banyak. Beberapa orang bahkan mengatakan proyeksi populasi negara Asia yang begitu besar di masa depan...

Rasuah, Mustahil PDIP Jadi “Medioker”?

Setelah Wali Kota Semarang yang juga politisi PDIP, Hevearita Gunaryanti Rahayu ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), plus, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang masih menjalani proses hukum sebagai saksi di KPK dan Polda Metro Jaya, PDIP agaknya akan mengulangi apa yang terjadi ke Partai Demokrat setelah tak lagi berkuasa. Benarkah demikian?

Trump dan Bayangan Kelam Kaisar Palpatine�

Percobaan penembakan yang melibatkan kandidat Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump (13/7/2024), masih menyisakan beberapa pertanyaan besar. Salah satunya analisis dampaknya ke pemerintahan Trump jika nantinya ia terpilih jadi presiden. Analogi Kaisar Palpatine dari seri film Star Wars masuk jadi salah satu hipotesisnya.�

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...