HomeNalar PolitikEmil-Nasdem, Koalisi Setengah Hati?

Emil-Nasdem, Koalisi Setengah Hati?

Bersatu kita teguh, bercerai kita …
Tampaknya kata ‘runtuh’ bukan kata yang tepat digunakan jikalau Ridwan Kamil dan Partai Nasional Demokrat nanti berpisah.


PinterPolitik.com

“Aku percaya apa pun pekerjaan yang dilakukan seseorang tertentu, pasti mendatangkan manfaat, bentuknya bermacam-macam dan tidak nyata. Tidak mungkin orang melakukan sesuatu tanpa ada tujuan kalau bukan orang tersebut salah urat,” – Arafat Nur

Ridwan Kamil alias Kang Emil sudah gembar-gembor, katanya dia ingin menjadi Jabar 1 melalui Pemilihan Gubernur (Pilgub) tahun depan. Gayung bersambut, Maret 2017, partai Nasdem mendukung niatnya tersebut. Akan tetapi, tampaknya Kang Emil secara tersirat sedang memikirkan ulang ‘koalisi’-nya bersama Nasdem itu. Bahkan, ada kemungkinan dia batal maju di Pilgub Jawa Barat (Jabar) 2018.

Pada Jumat (9/6), seperti dilansir dari PRFM, Ridwan Kamil mengatakan, “Jadi saya tidak ngumpul-ngumpul masyarakat skala besar. Itu belum waktunya Karena mau maju jadi calonnya juga belum pasti yah. Kan baru (Nasdem) 5 kursi dari 20 (kursi total di DPRD Jabar), jadi masih ikhtiar. Jangan kaget kalau saya gak jadi maju. Kalau gak jadi maju saya pensiun saja jadi arsitek.”

Berkaca dari sepenggal kata sastrawan, Arafat Nur, di atas, Kang Emil tampaknya tidak sedang salah urat. Namun, apa tujuan di balik ucapannya tersebut?

Menakar Kang Emil di Jabar

Ditinjau dari segi elektabilitas, Kang Emil tidak ada masalah.

Dalam berbagai gelaran survey, Kang Emil selalu menempati urutan teratas. Berdasarkan survey mutakhir yang dilaksanakan lembaga Poltracking misalnya, dari 25 nama yang disodorkan maju di Pilgub Jabar 2018, Kang Emil unggul dengan 38,13 persen suara responden memilihnya. Sementara itu, para pesaingnya, seperti Deddy Mizwar (14,88 persen), Dedi Mulyadi (9,88 persen), Dede Yusuf (8,00 persen), Abdullah Gymnastiar (5,63 persen) dan UU Ruzhanul Ulim (3,63 persen) menguntit jauh di bawah Kang Emil.

“Secara statistik, elektabilitas Ridwan Kamil melesat jauh di atas margin of error. Prestasi dan berbagai inovasi Ridwan Kamil yang ditorehkan selama ini telah mampu mendatangkan magnet elektoral bagi publik,” ujar Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, Kamis (8/6/2017).

Jalan Tobat Kang Emil

Jika bukan soal elektabilitas, setidaknya ada dua hal yang bisa diprediksi dari pernyataan ‘batal maju Pilgub’-nya Kang Emil itu. Pertama, pernyataan itu adalah isyarat bagi Nasdem untuk serius menjaring koalisi dan mulai membangun tim pemenangan yang kuat guna memenangkan Kang Emil di 2018 nanti. Kedua, pernyataan ini mengungkapkan kekhawatiran Kang Emil andaikan pertemanannya dengan Nasdem nanti tidak berbuah manis dan secara tersirat Kang Emil ingin mengatakan bahwa dia akan pindah ke partai lain yang lebih ‘menjanjikan’.

Baca juga :  Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Dua prediksi di atas bukan tanpa fakta. Pertama, Dari segi modal dukungan parlemen Jabar, Nasdem hanya punya 5 kursi di DPRD Jabar. Padahal, untuk dapat mengusung kandidat di Pilgub, setiap parpol atau gabungan parpol harus punya sedikitnya 20 kursi. Belum adanya koalisi yang dibangun Nasdem, perlu menjadi pertimbangan Kang Emil.

“Untuk di Jawa Barat, syarat calon yang diusung partai politik (parpol) yakni dua puluh persen jumlah kursi di DPRD Jabar atau dua puluh lima persen perolehan suara parpol atau gabungan parpol. Dua puluh persen itu berarti dua puluh kursi,” ujar Ketua KPU Jawa Barat, Yayat Hidayat, seperti dilansir dari detikcom.

Kedua, beberapa hari lalu, Gerindra yang awalnya menolak Kang Emil mentah-mentah mengutarakan akan membuka pintu dukungan bagi Kang Emil asal dia ‘insaf’.

“Kalau pak Ridwan Kamil insaf kita akan dukung. Kalau tidak insaf terpaksa kita lawan,” ujar Ferry Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Gerindra, Ferry Juliantono.

Insaf yang dimaksud Ferry tentu berarti Kang Emil harus segera meninggalkan Nasdem.

Hal serupa juga diutarakan PKS. Menurut Ketua Departemen Pembinaan Balegda DPP PKS sekaligus Tim Pemenangan Pilkada Wilayah DPW PKS Jawa Barat, Haris Yuliana,cara Kang Emil yang tiba-tiba menerima tawaran NasDem menjadi Jabar 1 membuat hubungannya dengan PKS renggang. ‎

“Emil yang dulu terlalu dekat dengan PKS tapi ternyata demikian. Kami tidak meminta Emil insaf, tapi ‘tobat’ saja. Soalnya dulu tiba-tiba tidak ada kabar atau apa. Kalau tobat kan barang kali kami bisa terima juga. Taubatan nasuha tapinya,” ujar Haris.

Berdasarkan data KPU, Kang Emil berhasil memenangi gelaran Pemilihan Walikota Bandung pada 2011 silam berkat usungan Gerindra dan PKS.

Ketiga, ketika disinggung soal kemungkinan Kang Emil rujuk dengan Gerindra, suami dari Atalia itu mengaku tidak menutup kemungkinan untuk kembali menjalin komunikasi. Dalih Kang Emil, saat ini elektabilitas dirinya di desa dan daerah masih terbilang lemah.

Baca juga :  NasDem Enggan Anies Jadi Gelandangan Politik?

“Nanti kita lihat. Saya sih gak pernah menutup silaturahmi apalagi bulan Ramadan buat apa cari perbedaan mending cari persamaan. Saya hanya menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh  ya supaya menjadi penyambung opini kepada masyarakat,” tutur Kang Emil, seperti dilansir dari PRFM.

Dihantui SARA, Kang Emil Kumaha Damang?

Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menilai Pilgub Jabar 2018 adalah batu pijakan partai untuk dapat menang di Pilpres 2019.

“Ini wajar, sebab Jabar memiliki arti yang sangat strategis, yaitu sebagai pijakan penting menuju Pemilu Presiden 2019. Jadi kalau menang di Jabar dan Jatim, artinya sudah mengantongi kartu (kemenangan). Ini yang membuat kedua wilayah itu sebagai penentu (Pilpres),” ujar Siti.

Namun sayangnya, untuk dapat menang, parpol atau pun pasangan calon kepala daerah kerap menyelipkan ‘senjata terlarang’ dalam pertarungan Pemilihan Kepala Daerah. Kang Emil mengatakan, seiring dengan naiknya wacana pencalonan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat, fitnah dan tudingan-tudingan yang menyerang dirinya, keluarga dan jabatannya, berhembus kencang.

Selepas tiga hari Nasdem menyatakan dukungannya, muncul tuduhan bahwa Kang Emil adalah pengikut Syiah, dan pendukung gerakan LGBT. Dia juga diserang bobotoh Persib karena dituding mendukung Ahok serta dituduh merapat ke Nasdem atas alasan partai tersebut memiliki media dan kejaksaan sendiri.

Emil-Nasdem

Walau demikian Kang Emil mengaku optimis bahwa Pilgub Jabar nanti tidak akan seperti Pilgub DKI Jakarta yang penuh dengen isu SARA.

“Jadi Alhamdulillah dengan survei tinggi ini menunjukan isu Jakartaisasi tidak terbukti. Imbas Jakarta kepada Jabar tidak terbukti. Masyarakat sudah bisa memilah milah bahwa itu masalah lokal tidak bisa dipersamakan ke Jabar. Kemudian pilkada itu tentang figur, figurnya beda dinamikanya beda,” katanya, seperti dilansir dari PRFM, Jumat (9/6/2017).

Publik juga sebenarnya berharap, perbedaan pilihan politik tidak menjadikan masyarakat terjebak dalam kehancuran kerukunan yang selama ini terjaga. Isu-isu SARA harus dihadapi secara bersama-sama dengan memegang erat tali persaudaraan kita sebagai bangsa Indonesia yang bhineka Tunggal Ika.

(H31)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

More Stories

Simpang Siur Suara Yusril

Heboh, kata Yusril, Jokowi sudah bisa digulingkan dari jabatan presidennya karena besarnya utang negara sudah melebihi batas yang ditentukan. Usut punya usut, pernyataan tersebut...

Elit Politik Di Balik Partai Syariah 212

Bermodal ikon '212', Partai Syariah 212 melaju ke gelanggang politik Indonesia. Apakah pembentukan partai ini murni ditujukan untuk menegakan Indonesia bersyariah ataukah hanya sekedar...

Blokir Medsos, Kunci Tangani Terorisme?

Kebijakan pemerintah memblokir Telegram menuai pujian dan kecaman. Beberapa pihak menilai, hal tersebut merupakan bentuk ketegasan pemerintah terhadap mereka yang turut memudahkan jaringan terorisme...