HomeCelotehPuan dan Manuver Orwellian di DPR?

Puan dan Manuver Orwellian di DPR?

“Reseknya itu begini, seperti di Bab IX ada peran serta masyarakat, ini semangatnya menjadi, kayaknya kok kita mengurusi rumah tangga orang lain? Rumah tangga itu mempunyai entitasnya sendiri”. – Nurul Arifin, anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar


PinterPolitik.com

Setelah ribut-ribut soal UU Cipta Kerja agak mereda, DPR sepertinya nggak mau diam terlalu lama dan mulai membahas RUU lain yang kontroversial. Biar apa? Biar dianggap bekerja kali ya oleh masyarakat. Uppps.

Nah, produk hukum yang kali ini mendapatkan sorotan masyarakat adalah RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) dan RUU Ketahanan Keluarga (KK). Dua RUU ini dianggap oleh beberapa pihak sudah terlalu jauh mengatur dan melarang hal-hal yang dianggap sebagai hak-hak privat – terutama di RUU KK.

RUU KK mengatur tetek bengek sedetail-detailnya hingga ke fungsi dan tugas suami istri, termasuk soal pilihan tentang teknologi reproduksi. RUU ini juga membatasi pilihan beragama yang dipunyai oleh seorang anak karena bisa diatur oleh orang tuanya. RUU ini juga menjatuhkan sanksi berat bagi donor sperma dan ovum.

Wih, sungguh sangat anti progresivisme nih nuansa-nuansanya. Apalagi, di dalamnya juga ada aturan yang mengatur kaum LGBT yang disebut sebagai penyimpangan seksual dan harus melapor ke lembaga yang mengatur ketahanan keluarga.

Sementara di RUU LMB bahkan akan memenjarakan orang-orang yang meminum minuman beralkohol dengan maksimal masa tahanan 2 tahun penjara. Iyess, 2 tahun penjara cuy.

RUU ini akan melarang produksi, peredaran dan konsumsi minuman beralkohol, kecuali untuk kepentingan adat, pariwisata, keagamaan, dan beberapa kegunaan lainnya yang diatur dalam RUU tersebut.

Hmm, dua RUU tersebut emang berasa mengatur banget hal-hal yang sifatnya privat. Lama-lama negara bisa berubah jadi totaliter loh kalau produk RUU semacam ini terus dibuat. Mirip-miriplah dengan negeri distopia yang ada di novel sains fiksi karya George Orwell berjudul Nineteen Eighty-Four.

Di novel tersebut digambarkan bagaimana sebuah negara yang sangat totaliter mengatur sampai ke detail pilihan-pilihan yang dibuat oleh satu individu tertentu dalam masyarakat. Negara juga mengawasi setiap detail yang dilakukan oleh setiap individu.

Baca juga :  Puan Maharani 'Reborn'?

Cocoklah buat bilang bahwa dua RUU yang sidang dibahas oleh DPR itu arah-arahnya menuju Orwellian. Masyarakat bakal diawasi dan diatur sampai sedetail-detailnya. Lama-lama bakal ada RUU juga yang mengatur bahwa kalau tidur malam, seseorang harus menghadap ke kanan. Kalau tidur menghadap ke kiri dipenjara 2 tahun. Uppps. Karena kiri adalah PKI. Uppps.

Makanya, ini jadi tantangan nih buat Bu Puan Maharani selaku Ketua DPR RI. RUU yang seperti ini akan makin menjatuhkan citra DPR. Bukannya mau terkesan progresif sih, tapi kalau negara sampai mengambil pilihan-pilihan bebas dari seseorang, lalu apa lagi hakikat kemanusiaan orang tersebut?

Seperti kata Ketua YLBHI, Asfinawati dalam wawancara dengan PinterPolitik: “Kemewahan manusia itu adalah kemerdekaannya”. Kalau kemewahan itu sudah diambil, apa lagi hakikatnya menjadi manusia? Uppps. Jangan lupa nonton video wawancaranya ya di YouTube PinterPolitik. Hehehe. (S13)


Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.