HomeCelotehPendaftaran Parpol ala Firaun

Pendaftaran Parpol ala Firaun

Pendaftaran parpol saja pake kirab lengkap, gimana kalau menang ya? Mungkin pakai konvoi 12 kereta kencana yang bikin macet 12 km!


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]M[/dropcap]ulai dari Menes hingga Ramses II, hampir semua Firaun yang berkuasa di Mesir dianggap sebagai dewa! Saat seorang Firaun meninggal, ia dipercaya akan menjadi Osiris – Sang Dewa Kematian.

Maka, tidak heran Firaun diperlakukan layaknya dewa. Bagi yang pernah menyaksikan film 10.000 BC karya sineas Roland Emmerich pasti tahu bagaimana gambaran perlakuan terhadap ‘The Almighty’ Firaun. Ke mana pun ia pergi, pasti diiringi oleh ratusan orang dengan segala panji-panji dan iring-iringannya.

Hmm, Firaun itu sedang ada di Jakarta?

Tentu saja tidak. Tapi, iring-iringan kirab ala Firaun itu berarak menuju kantor KPU, Jakarta Pusat. Saking wah-nya, kirab itu juga menampilkan pakaian adat dari berbagai daerah, marching band, pasukan pembawa bendera, Sisingaan – semacam tandu dengan patung singa yang bisa ditunggangi – serta tukang gorengan, bakso dan es cendol. Banyak orang + panas-panas = peluang bisnis meningkat! Eh?

Pendaftaran parpol saja sudah berasa perayaan kemenangan, apalagi kalau menang. Teman saya dari Tolikara pasti akan bilang: “Pede menang lagi kah, Pace?” Menang atau kalah, tapi jangan ribut dan rusuh, ya!

Ramai-ramai mendaftarkan diri juga terjadi pada partai lain milik konglomerat media. Aksi mendaftarkan partai yang pengurusnya berisikan pegawai-pegawainya pun juga sama: pakai konvoi, marching band, dengan segala atributnya. Mungkin sebagai tanda perayaan ‘bebasnya’ dari gangguan akibat sms kaleng beberapa waktu lalu. Eh?

Aksi pendaftaran dengan iring-iringan kirab ini tentu saja menarik perhatian. Jika dulu Firaun menggunakan iring-iringannya untuk menunjukkan kekuasaannya, apakah kirab pendaftaran parpol ini juga cara untuk menunjukkan kekuasaan parpol tersebut?

Baca juga :  Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Entahlah. Yang jelas, parpol yang pakai kirab saat ini sedang berkuasa dan menjadi parpol paling kuat jika dilihat dari survei-survei beberapa lembaga, sementara parpol lain yang punya kerajaan media juga sedang menjadi parpol yang naik daun.

Sebentar lagi juga gubernur dan wakil gubernur baru ibukota akan dilantik dan rencananya tidak pakai kirab-kiraban. Hmm, sederhana, atau memang sengaja karena belum sepenuhnya ‘menang’? Tuh, reklamasi masih jalan terus, Om! Eh?

Tapi sebenarnya tidak masalah juga pakai kirab lengkap. Toh untuk menunjukkan politik yang berbudaya, begitu kata politisi-politisinya.

Iya sih, Om. Budaya senggol-senggolan, budaya korupsi berjamaah, budaya titip absen sidang, budaya minta saham, dan budaya sakit-sakitan. Eh? Budaya tipu-tipu juga banyak loh!

“Woi, Dul! Ngoceh mulu! Mandi sana, airnya mau dikenakan pajak. Mumpung masih gratis, segeralah mandi!”

Di tempat lain, pria kurus itu tersenyum memandangi hasil tingkat kepuasan masyarakat yang mencapai 68 persen.

Iya, Pakde, rakyat puas, tapi ekonomi bikin kredit motor nggak lunas-lunas! Pakde bermimpi jadi Firaun?

Sementara itu, ibu-ibu berkacamata itu tersenyum. Mana lagi nih yang mau ditarik-tarik?

Cukai dong bu, cukai!

(S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?