HomeCelotehMoeldoko Ajak Bloomberg Ngopi?

Moeldoko Ajak Bloomberg Ngopi?

Bloomberg prediksi bahwa vaksinasi Covid-19 baru sentuh 75 persen populasi setelah 10 tahun lebih. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko akhirnya ikut menanggapi dan ajak Bloomberg untuk belajar ke Indonesia.


PinterPolitik.com

Hayoo, siapa di sini yang nggak doyan ngopiNggak sedikit orang butuh kopi sih. Biasanya sih, budaya minum kopi ini dijalankan pada pagi hari – biar hari terasa lebih ringan ketika dijalani.

Kopi biasanya juga jadi peneman setia bagi para mahasiswa dan mahasiswi – khususnya bagi mereka yang harus begadang buat ngerjain berbagai tugas dan skripsi. Sedih ya kalau misalnya harus diminta revisi ketika ngerjain-nya udah sampai begadang. Huhu.

Terlepas dari fungsi dan peran kopi dalam hidup kita, kopi juga biasa digunakan untuk peneman nongkrong tuh. Sembari ngobrol-ngobrol bareng teman-teman, kopi serasa membuat suasana lebih santai – apalagi di suasana senja ketika matahari akan terbenam. Beeuh.

Nah, mungkin nih, kegunaan kopi seperti ini yang paling biasa dimanfaatkan oleh sejumlah pejabat dan politisi di Indonesia. Salah satunya adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

Beberapa waktu lalu, Pak Moeldoko ini mengunggah sebuah foto dirinya yang sedang memegang secangkir kopi lho di akun Instagram miliknya. Di samping beliau, ada tuh sebuah tulisan yang mengatakan, “Aku nambah kopi, ada yang semakin grogi.” Ceilah, pandai berpantun juga nih Pak Moeldoko. Hehe.

Mungkin nih, Pak Moeldoko juga bisa ngajak Bloomberg buat ngopi bareng juga nih. Apalagi, Pak KSP ini beberapa waktu lalu tampak seperti tidak terima ketika media asing tersebut menyebutkan bahwa Indonesia bisa membutuhkan 10 tahun lebih untuk melakukan vaksinasi Covid-19 hingga mencapai 75 persen populasi.

Baca Juga: Moeldoko for Presiden 2024?

Indonesia Vaksin 10 Tahun Bloomberg

Sampai-sampai, Pak Moeldoko meminta Bloomberg untuk belajar dulu ke Indonesia. Wahngopi dulu yuk, Pak. Sekalian ajak juga Pak Michael Bloomberg. Ingat kata orang-orang, “Ngopi dulu biar nggak spaneng.” Hehe.

Kan, Pak Moeldoko kayak-nya suka ngopi tuh. Soal polemik dugaan kudeta Partai Demokrat, misalnya, Pak KSP kan bilang kalau dirinya hanya ngopi-ngopi bersama sejumlah kader partai berlambang Mercedes tersebut. Mungkin, acara santai bersama kayak gitu juga bisa diaplikasikan untuk Bloomberg. Hehe.

Kalau udah ngopi bareng, kan nanti Pak Moeldoko bisa tahu tuh alasan prediksi dari Bloomberg. Meski merupakan perusahaan yang telah lama bergerak di bidang data finansial, barang kali Bloomberg bisa salah angka ya. Namanya juga manusia.

Lagipula, kalau kata Pak Moeldoko nih, orang-orang Indonesia itu pasti ada aja kok akalnya ketika sedang kepepet. Hmm, berarti pemerintah pun juga pasti akan ada aja akalnya kalau kepepet dong? Misal nih, soal istilah pembatasan sosial yang bergonta-ganti.

Mungkin, ini alasannya kenapa Pak Moeldoko kemarin ikut-ikut menyeret nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan kala ditanyai soal pertemuannya dengan sejumlah kader Demokrat. UpssHehe.

Ya, terlepas dari itu semua, Pak Moeldoko sepertinya perlu tuh ngejelasin ke Bloomberg soal keahliannya orang-orang Indonesia kalau sedang kepepet. Barang kali, Pak Mike Bloomberg jadi paham dan belajar soal “ciri khas” kita. Hehe. (A43)

Baca Juga: Moeldoko Lanjutkan Estafet Prabowo?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

Jokowi “Akuisisi” Golkar?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut ingin menempatkan orangnya menjadi ketum Golkar. Mungkinkah ini cara Jokowi "akuisisi" Golkar?