HomeCelotehManuver Luhut dan Dubes AS

Manuver Luhut dan Dubes AS

“Ada beberapa hal yang saya sampaikan terkait harapan peningkatan kerja sama strategis bilateral kedua negara. Terutama di sektor investasi infrastruktur, energi dan connectivity mengingat perusahaan Amerika mempunyai sejarah yang panjang di Indonesia sebelum Indonesia merdeka”. – Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman dan Investasi


PinterPolitik.com

Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat alias AS emang beberapa waktu terakhir tak ada di titik terbaik, terutama setelah pemerintahan Presiden Jokowi mengambil posisi yang lebih dekat dengan Tiongkok.

Bukan tanpa alasan, Tiongkok adalah rival AS, sehingga boleh jadi hubungan kerja sama yang dekat dengan Tiongkok membuat Indonesia dipandang telah memilih “berkawan dengan musuh”.

Well, tak ada yang salah sebetulnya. Soalnya Indonesia memang menggunakan pendekatan politik bebas aktif yang nota bene menekankan pada keterbukaan membangun kerja sama dan komunikasi dengan negara manapun.

Dengan demikian, untuk berkawan dengan AS atau Tiongkok sebetulnya tak akan ada masalah berarti jika menggunakan sudut pandang tersebut.

Hanya saja konteksnya menjadi menarik dengan perubahan yang tengah terjadi dalam relasi antara Indonesia dengan AS beberapa waktu terakhir ini. Setelah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengunjungi AS – sebuah kunjungan bersejarah karena sebelumnya selalu terhalang status masa lalu Prabowo yang dituduh melanggar HAM – kini ada pergantian Duta Besar AS di Indonesia yang menarik untuk dilihat.

Adalah Sung Yong Kim atau Ambassador Sung Kim yang menjadi sosok menarik di posisi ini. Doi adalah mantan Dubes AS untuk Filipina, dan sempat pula menjadi semacam Special Envoy atau perwakilan resmi pemerintah AS dalam hubungan dengan Korea Utara.

Nah, setelah terpilih dan resmi menduduki jabatan sebagai Dubes AS untuk Indonesia, Sung Kim bertemu dengan Presiden Jokowi untuk menyerahkan surat kepercayaan dari pemerintah AS. Setelah itu doi bertemu juga dengan jeng jeng jeng, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca juga :  Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Well, pertemuan ini cukup menarik untuk dilihat karena Pak Luhut selama ini sering dianggap sebagai sosok paling penting di kabinet Presiden Jokowi yang menjadi penyambung lidah pemerintah dengan investor.

Luhut selama ini menempatkan Tiongkok sebagai partner utama Indonesia yang disebutnya sebagai negara yang menyediakan “duit murah” alias dana pinjaman dengan bunga rendah. Nah, pertemuan ini memang menimbulkan pertanyaan lanjutan akankah ada perubahan pendekatan yang dilakukan oleh AS terhadap Indonesia.

Apalagi, ini ujug-ujug aja langsung ketemu Pak Luhut. Hmmm, jadi menimbulkan banyak pertanyaan besar, apalagi dengan konteks dinamika politik domestik yang sedang terjadi di AS saat ini terkait Pilpres yang mempertemukan Donald Trump dan lawannya Joe Biden.

Konteksnya juga penting untuk dilihat karena Dubes AS bukanlah orang sembarangan, bahkan sejak era-era awal Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Sung Kim juga adalah sosok yang berhasil mempertemukan Donald Trump dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un.

Menarik untuk ditunggu kelanjutannya nih. (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.