HomeCelotehJurus Fadli Zon Selamatkan Gerindra?

Jurus Fadli Zon Selamatkan Gerindra?

“Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tak dapat mencegah disahkannya UU ini. Selain bukan anggota Baleg, saya pun termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal sidang paripurna kemarin, sekaligus mempercepat masa reses. Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf”. – Fadli Zon, politikus Partai Gerindra


PinterPolitik.com

Seiring makin buruknya citra para politisi dan pemerintah pasca disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR, memang membuat para politisi jadi sasaran amarah publik. Partai-partai politik yang mendukung pengesahan UU ini misalnya, menjadi bulan-bulanan di media sosial.

Tidak ketinggalan juga perangkat pimpinan lembaga negara. Ketua DPR Puan Maharani misalnya, jadi salah satu yang diserang oleh cyber bullying. Begitupun dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang memimpin Sidang Paripurna pengesahan UU Cipta Kerja tersebut juga dibanjiri “silaturahmi” warganet di akun media sosialnya.

Nah, karena sepertinya kondisinya kurang memungkinkan untuk mengelak dari serangan masyarakat, strategi berbeda diambil oleh politikus Partai Gerindra, Fadli Zon. Doi mengungkapkan permintaan maafnya ke masyarakat karena tidak bisa mencegah disahkannya UU Cipta Kerja ini.

Selain karena bukan anggota Badan Legislatif alias Baleg, Fadili juga menyebutkan bahwa dirinya tidak menyangka jadwal sidang ternyata dimajukan.

Hmm, mendengar pernyataan yang demikian, nggak heran banyak netizen menuduh Fadli cuma ngeles alias mencari alasan doang. Uppps. Apalagi doi juga menyampaikan poin kayak pemangkasan pesangon dari 32 bulan jadi 25 bulan yang ia amini menurunkan kesejahteraan buruh.

Jadinya emang banyak yang kemudian menuduh ini jadi jalan Fadli mencari simpati untuk menyelamatkan dirinya dan Partai Gerindra yang emang ada di barisan pendukung UU Cipta Kerja ini.

Baca juga :  Anies Bantu Prabowo Melupakan Jokowi?

Apa yang dilakukan oleh Fadli ini cukup berbeda dengan yang dilakukan oleh sohibnya dulu di DPR, Fahri Hamzah. Politisi yang kini jadi Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu justru mengkritik sikap politik PKS dan Partai Demokrat yang jadi barisan penolak UU Cipta Kerja.

Hmm, kayaknya Bang Fadli nggak seberani Bang Fahri nih buat ambil risiko. Takut apa gimana bang? Uppps.

Bicara soal risiko ini bikin keinget sama film Enola Holmes. Ketika berhasil kabur dari sekolah remaja perempuan, doi sebenarnya punya pilihan untuk pergi menemui dan menyelamatkan ibunya atau memilih untuk membongkar misteri di keluarga Viscount Tewkesbury yang nyawanya sedang terancam.

Enola akhirnya membuat pilihan untuk membongkar kasus Tewkesbury, sekalipun kala itu ia harus langsung datang ke “sarang macan” alias tempat pelaku yang mengincar nyawa Tewkesbury – yang tidak lain adalah neneknya sendiri – berada.

Ujungnya happy ending sih, soalnya karena aksi Enola, Tewkesbury yang selamat bisa ikut voting dalam pengambilan kebijakan reformasi penguasaan tanah di Inggris, sehingga membuat ibu Enola tidak perlu ikut dalam aksi pengeboman yang direncanakannya bersama kelompok feminis.

Hmm, mungkin ini mirip dengan risiko yang dipertaruhkan sama Fahri Hamzah, tetapi nggak digunakan oleh Fadli Zon. Well, apa pun itu, semoga hasilnya happy ending juga deh buat abang-abang berdua. Hehehe. (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Politik Hukum Jokowi dan Sejahtera Hakim

Para hakim melakukan “mogok” bertajuk cuti bersama. Mereka menuntut pemerintah menaikkan tunjangan dan gaji yang tidak berubah sejak tahun 2012.

Puan Sudah Siap Ketuai PDIP?

Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR RI untuk periode 2024-2029. Jika mampu menyelesaikan kepemimpinan hingga tahun 2029, maka Puan akan tercatat sebagai anggota DPR dengan masa jabatan terlama dan memimpin dalam 2 periode.

Mungkinkah Jokowi Seperti Lee Kuan Yew?

Prediksi yang menyebut Jokowi akan tetap punya pengaruh dalam kekuasaan Prabowo Subianto – setidaknya dalam jangka waktu 1 tahun pertama – menjadi pergunjingan yang menarik di kalangan para pengamat politik.