HomeCelotehJokowi dan Generasi Typo nasional

Jokowi dan Generasi Typo nasional

“Kelalaian semacam itu adalah keteledoran yang tidak dapat diterima secara politik maupun secara akademik”. – I Dewa Gede Palguna, Mantan Hakim MK


PinterPolitik.com

Robert Berger yang berusia 25 tahun mencuri perhatian banyak orang pada pertengahan Juli 2020 lalu. Pria asal Long Island, New York ini menghadapi tuntutan berlapis karena ketahuan memalsukan sertifikat kematiannya.

Ceritanya, pada akhir tahun 2019, Berger harus menghadapi tuntutan hukum akibat ketahuan memiliki barang-barang curian. Nah, menghindari vonis dan tuntutan hukum, doi kemudian memalsukan sertifikat kematiannya. Ia disebut oleh pengacaranya melakukan bunuh diri.

Nah, otoritas hukum setempat nggak percaya begitu aja dong. Mereka meneliti dan terus meneliti, dan akhirnya ketahuan lah bahwa sertifikat tersebut adalah palsu. Beh, sadis nggak tuh.

Tapi bagaiamana mereka bisa tahu sertifikat yang sangat meyakinkan itu palsu?

Iyess, karena ada typo cuy. Sekali lagi: typo.

Jadi, di sertifikat kematian itu ada kata yang seharusnya tertulis “registry”, tetapi salah dituliskan sebagai “regsitry”. Beda urutan huruf “i” dan “s” doang cuy. Tapi dari situ otoritas setempat jadi tahu kalau sertifikat kematian tersebut palsu.

Wih, emang nih, typo-typo tuh biasa menandakan adanya kejahatan kali ya. Upppps. Maksudnya dalam kasus Berger loh ya. Awas, jangan dipelintir!

Soalnya, di Indonesia saat ini lagi ramai tuh soal typo-typo dan sejenisnya. Itu loh, soal UU Cipta Kerja yang sejak dari DPR udah banyak typonya. Pas udah disahkan oleh Presiden Jokowi, masih juga ada cacat dan kesalahan di sana-sini. Hmm, beneran typo apa emang sengaja nih? Uppps.

Soal typo-typo ini emang bikin beberapa pihak gerah. Salah satunya adalah mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna. Menurut doi, typo dan kesalahan penulisan adalah hal yang tidak bisa diterima dalam proses pembuatan produk hukum yang sudah final. Apalagi ini sekelas Undang-Undang yang cakupannya luas dan sangat penting.

Baca juga :  Open House Terakhir Jokowi…

Beh, kan orang-orang jadi terpancing praduga untuk melihat kasus ini sama kayak yang terjadi pada Berger. Walaupun kali ini skalanya lebih besar.

Curiga nih, jangan-jangan DPR dan Pemerintah itu saat bahas UU ini sebetulnya menggunakan aplikasi chatting WhatsApp. Jadi makanya banyak typo. Mungkin bisa dilakonkan seperti berikut ini:

DPR                        : “Bro, kamu lulu”.

Pemerintah        : “Lulu siapa?”

DPR                        : “Eh maksudnya lugu”.

Pemerintah        : 🙁

DPR                        : “Eh maksudnya lucu. Apaan sih, ini screen keyboardnya salah mulu”.

Begitulah kira-kira. Kan berasa nggak serius dibahasnya. Masa sekelas UU dibahas lewat chatting sampai bikin banyak typo kayak gini segala? Uppps. Ah syudahlah, emang republik typo-typo nih kita. (S13)


Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?

Pendapat menarik diungkapkan oleh Denny Indrayana yang menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja hanya mendiskualifikasi Gibran dan tetap mensahkan kemenangan Prabowo sebagai presiden.