HomeCelotehDi Balik Penolakan Muhammadiyah

Di Balik Penolakan Muhammadiyah

“Setelah melalui berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju dalam jabatan wakil menteri”. – Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah


PinterPolitik.com

Penolakan Muhammadiyah – entah itu secara personal yang dilakukan oleh sang Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, maupun dalam konteks organisasi – terhadap jabatan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memang menjadi fenomena yang menarik untuk dilihat.

Buat yang belum tahu, dalam upaya perombakan kabinet, Presiden Jokowi memang menunjuk beberapa wakil menteri untuk membantu menteri-menteri di pos tertentu. Salah satu yang sempat mencuat adalah jabatan Wamendikbud yang akan diberikan kepada tokoh dari Muhammadiyah. Namun, jabatan tersebut akhirnya ditolak oleh Muhammadiyah.

Pengadaan jabatan Wamendikbud ini memang bisa dilihat dari dua sisi. Yang pertama, Pak Jokowi memang merasa perlu menempatkan sosok yang lebih senior untuk mendampingi Nadiem Makarim yang masih muda. Dengan demikian, ini bisa membantu Nadiem untuk menghadapi tekanan politik yang kerap datang kepadanya dari berbagai pihak.

Baca juga: Kuartet Menteri PKB, Nestapa Nasdem?

Sedangkan yang kedua, tujuannya cenderung politis, yakni demi “menurunkan tensi” yang kerap timbul dengan Muhammadiyah terkait kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam beberapa waktu terakhir Muhammadiyah kerap berseberangan dengan program-program Nadiem.

Misalnya Program Organisasi Penggerak atau POP pyang ada akhirnya tetap ditolak oleh Muhammadiyah. Padahal Nadiem sempat berkunjung ke kantor pusat organisasi tersebut loh untuk bersilahturahmi sekaligus menyampaikan ajakan bergabung.

Hmm, makanya jadi saling tumpang tindih antara konteks kepentingan yang ada dengan masalah politik. Apalagi, kursi Mendikbud sebelumnya dipegang oleh tokoh dari Muhammadiyah. Jadinya semua hal bermuara menjadi satu.

Selain itu, banyak pihak menyebutkan bahwa Muhammadiyah sebetulnya lebih layak untuk mendapatkan kursi Mendikbud, bukannya Wamendikbud. Sekalipun tidak ada pernyataan resmi dari ormas tersebut terkait hal ini, namun spekulasi-spekulasi itu sudah kadung dibicarakan di beberapa media.

Iya juga sih, untuk ormas sebesar Muhammadiyah pasti nggak mau lah menjadi yang nomor dua. Apalagi, NU baru saja mendapatkan satu tambahan kursi menteri, yakni Menteri Agama. Jadinya, secara hitung-hitungan politik memang wajar sih kalau Muhammadiyah juga berharap kursi menteri.

Hmm, jadi teringat Batman dan Robin nih. Bukan ceritanya ya, tapi kalau orang ditanya mereka mau jadi siapa di antara kedua tokoh tersebut, pasti sedikit yang mau jadi Robin. Lha iya, nggak ada yang mau jadi orang kedua cuy. Kecuali Astrid. Itu loh yang lagunya: “Jadikan aku yang kedua, buatlah diriku bahagia, bla bla bla”. Hehehe. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Gemoy Effect: Prabowo Menang Karena TikTok Wave?

TikTok menjadi salah satu media kampanye paling populer bagi pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.