HomeCelotehAda Apa Tiongkok dan NU?

Ada Apa Tiongkok dan NU?

“Terlepas masalah politik, bukan masalah politik, tapi budaya, peradaban, ilmu pengetahuan, agama juga. Cheng Ho ke sini dakwah juga. Tujuh kali Cheng Ho ke sini, membangun masjid”. – KH Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU


PinterPolitik.com

Di tengah kritikan terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang dilancarkan oleh banyak pihak, isu Tiongkok mungkin menjadi salah satu yang paling mendapatkan resonansi terbesar.

Bukannya gimana-gimana ya, Pak Luhut kan emang terkenal sebagai salah satu kunci hubungan kerja sama yang terjadi antara Indonesia dan Tiongkok di era kekuasaan Presiden Jokowi. Makanya nggak heran banyak pihak yang selalu mengkritik doi ketika bicara tentang panas dingin hubungan antara dua negara.

Nah, yang terbaru, Pak Luhut lagi disorot soal rencana akan masuknya 500 orang tenaga kerja asing alias TKA dari Tiongkok ke Sulawesi Tenggara. Mereka adalah para pekerja di industri pertambangan di wilayah tersebut.

Penolakan terhadap para TKA tersebut muncul di kalangan masyarakat lokal Sulawesi Tenggara. Bahkan mereka mengancam akan melakukan aksi penolakan dalam bentuk demonstrasi dan yang sejenisnya.

Sebetulnya persoalan penolakan ini masuk akal, mengingat Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok. Jadi wajar aja kalau masyarakat khawatir.

Menariknya, komentar justru datang dari ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Ketua Pengurus Besar NU bidang Ekonomi, Umarsyah misalnya, meminta agar kebijakan tersebut dibatalkan. Menurutnya, akan terjadi gejolak yang besar di masyarakat, jika pemerintah tetap mengizinkan para TKA tersebut masuk ke Indonesia.

Pernyataan tersebut menjadi hal yang menarik mengingat beberapa hari lalu, PBNU baru menggelar acara buka puasa virtual bersama Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xiao Qian.

Acara buka puasa ini adalah kegiatan rutin yang memang selalu terjadi antara Dubes Tiongkok dengan PBNU. Dalam kesempatan kali ini, Tiongkok membantu PBNU sebanyak 300 alat pelindung diri (APD), 1920 alat rapid test, 16.000 masker, serta 1000 paket sembako. Banyak juga ya.

Tapi, Tiongkok dan NU emang sudah dekat beberapa tahun belakangan ini. Dalam kerja sama dengan NU, pemerintah Tiongkok bahkan menyediakan beasiswa khsusus bagi para santri.

Nah, artinya boleh jadi pernyataan sikap petinggi PBNU terkait TKA Tiongkok sebelumnya menjadi bagian dari dinamika hubungan antara dua entitas ini.

Tapi pernah nggak sih terpikir bahwa boleh jadi ini adalah strategi dari Tiongkok buat mengamankan pengaruhnya di Indonesia? Bukannya gimana-gimana ya, NU kan ormas yang sangat besar. Jika mampu mengamankan dukungan NU, kepentingan Tiongkok bisa jadi lebih mulus berjalan di Indonesia.

Selain itu, persepsi tentang Tiongkok kan dari dulu selalu buruk di Indonesia. Apalagi dengan embel-embel komunisme di belakangnya. Jadi, sangat mungkin ada strategi yang dipakai oleh Tiongkok untuk membersihkan persepsi buruk tersebut.

Apa pun itu, yang jelas mungkin ada benarnya juga jika Pak Luhut menilik kembali kebijakan terkait TKA Tiongkok itu. Kalau situasi politik dalam negeri rusuh gara-gara itu, kan bisa bahaya juga. Iya nggak? (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.