HomeCelotehJokowi Marahi Mendag dan “Pemain”?

Jokowi Marahi Mendag dan “Pemain”?

“Saya enggak tahu ini dari Kementerian Perdagangan apa sudah melihat lapangannya bahwa ini belum bergerak”. – Jokowi


PinterPolitik.com

Setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dianggap belum mampu menekan laju penambahan jumlah pasien postif Covid-19, Presiden Jokowi dikabarkan mulai sedikit keras ke bawahannya.

Dalam salah satu pernyataannya di awal bulan Mei 2020 ini misalnya, Jokowi meminta agar kurva penyebaran Covid-19 ditekan sedemikian rupa pada bulan-bulan ini “dengan cara apa pun”. Sekali lagi: “dengan cara apa pun”.

Penegasan kata tersebut memang mengindikasikan mulai kerasnya pesan yang disampaikan sang presiden kepada bawahan-bawahannya. Jokowi ingin agar para menteri dan jajaran pemerintahannya berusaha lebih keras dengan cara apa pun menekan laju penyebaran Covid-19.

Nah, soal sikap kerasnya ini, nyatanya juga mulai terlihat di beberapa kesempatan. Yang terbaru, Pak Jokowi menyoroti soal harga gula yang – seperti kata Mbak Anggun C. Sasmi – “melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi”. Upps.

Pasalnya nih, di banyak pasar tradisional, harga gula sudah menyentuh angka Rp 17 ribu hingga Rp 19 ribu per kilogram. Dan harga tinggi gula ini sudah berlangsung dalam waktu yang agak lama, sehingga membuat masyarakat bawah kesulitan.

Hal yang sama juga terjadi pada komoditas bawang merah yang sempat menyentuh harga Rp 58 ribu per kilogram.

Makanya Pak Jokowi “marah-marah” dan minta agar jajarannya – terutama Menteri Perdagangan – agar mencari akar permasalahannya.

Baca juga :  Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Ealah bapak, jangankan minta Mendag nyari akar permasalahannya, masyarakat aja nggak tau kok siapa Mendag kita sekarang saking jarangnya doi muncul ke pemberitaan. Uppps.

Tapi bener juga loh, Mendag Agus Suparmanto itu amat sangat nggak familiar di mata masyarakat. Jelek-jelek – maaf loh pak – mantan Mendag Enggartiasto Lukita dulu dengan segala macam kontroversi yang ditimbulkannya, masih jauh lebih familiar di mata masyarakat.

Walaupun dulu suka bikin kebijakan yang bikin ribut, tapi minimal masyarakat tau lah bahwa kita punya Mendag. Nah, kalau sekarang kan mulai nggak jelas tuh. Uppps.

Balik lagi ke soal kemarahan, Pak Jokowi bahkan menduga ada pemain yang mengendalikan harga gula dan bawang ini. Wihh, ngeri kali pak perkiraannya.

Walaupun Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bilang bahwa harga komoditas tersebut “meng-Anggun C. Sasmi” – jiah keren kali istilahnya hehe – akibat tak lancarnya impor karena Covid-19, emang patut diduga sih ada permainan tertentu di balik harga gula dan bawang merah.

Nah, yang publik tunggu-tunggu adalah berani nggak sih Pak Jokowi mencopot menteri-menteri yang nggak benar kerjanya. Mulai dari Mendag dulu lah. Eh, Menkes juga ding. Hmm, Menko Kemaritiman dan Investasi gimana? Menko Polhukam juga sih. Menteri Kelautan dan Perikanan juga bermasalah tuh pak.

Ahhh, ganti semua deh pak. Sisakan Menteri PUPR aja, soalnya Pak Bas idola kita semua. Hehehe. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?