HomeCelotehMoeldoko vs Wiranto, Siapa Takut AS

Moeldoko vs Wiranto, Siapa Takut AS

“CIA dengan serius mempertimbangkan pembunuhan terhadap Soekarno di musim semi tahun 1955”. – Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA


PinterPolitik.com

Pernah nggak punya teman yang “ditemenin” karena kita tuh takut sebenarnya sama dia? Biasanya kriteria temen yang kayak gitu itu badannya gede, atau tatoan, atau yang tindiknya ada di mana-mana, atau yang kalau ngomong, preman-preman pun kabur ngelihat muka doi.

Daripada dia jahat sama kita kan, mending kita baik-baikin aja, traktir makan, ajak jalan, dan lain sebagainya. Syukur-syukur nanti kita malah terlindungi dan nggak diintimidasi oleh doi.

Mirip-miriplah sama persahabatan antara Nobita dan Giant di serial Doraemon. “Persahabatan” mereka kan juga dilandasi oleh perasaan takutnya Nobita yang sering banget diintimidasi Giant. Namanya aja Giant, kan artinya emang “gede”. Hehehe.

Nah, mungkin konteks persahabatan inilah yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia dalam kaca matanya Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Soalnya Pak Moel baru aja nerima kunjungan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik, David R. Stilwell, dan doi bilang bahwa Indonesia meminta bantuan AS untuk menegakkan kembali kedaulatannya di tanah Papua.

Konteks pernyataan Moeldoko emang berkaitan dengan kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu, yang bermula dari persoalan rasisme, tapi berujung tuntutan kemerdekaan.

Eh, malah kata-katanya Pak Moel dibantah sama Menko Polhukam Wiranto. Kata mantan Panglima ABRI di sekitaran Reformasi 1998 itu, Indonesia nggak minta bantuan negara luar karena persoalan Papua adalah urusan rumah tangga.

Ah si bapak, galak amat sama kolega sendiri. Emang yakin nih Pak Wiranto bakal bertahan di kabinet yang baru? Kalau Pak Moel sih denger-dengernya bakal bertahan loh. Uppps. Hehehe.

Lagian, sikapnya Pak Moeldoko ini bisa dimaklumin lah ya. Soalnya hubungan Indonesia sama AS itu kan emang kayak Nobita sama Giant. Kalau nggak nurut dan baik-baik sama mereka, beh bisa bahaya cuy.

Kalau nggak percaya, baca aja bukunya Indonesianis asal Australia, Greg Poulgrain yang judulnya The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles.

Di buku tersebut, Poulgrain bilang bahwa pemberontakan PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi sebagai bagian dari taktik CIA untuk memperkuat militer pusat di Indonesia, untuk pada waktunya menghancurkan PKI dan Soekarno.

Wihhh, kok ngeri ya bacanya. Buat yang belum tahu, CIA itu adalah badan intelijennya AS, kayak Badan Intelijen Negara (BIN) lah kalau di Indonesia.

Artinya, strategi Pak Moeldoko yang minta bantuan AS sih sebenarnya udah tepat banget loh. Soalnya, kalau AS dah bilang “A”, nggak bakal deh ada yang berani bilang “B”. Kalau AS bilang “B”, nggak bakalan deh ada yang berani bilang “A”.

Kalau ada yang berani, nanti jadinya grup musik ABBA dong, alias: “Money money money, must be funny in the rich man’s world”. Eaa eaa eaa.

Hati-hati loh Pak Wiranto. Uppss. Hehehe. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.