HomeCelotehJokowi Kok Takut OSO?

Jokowi Kok Takut OSO?

“Sejak aku meninggalkanmu, aku terus-menerus mengalami depresi. Kebahagiaanku adalah berada di dekatmu”. – Surat cinta Napoleon Bonaparte untuk Josephine


PinterPolitik.com

[dropcap]B[/dropcap]icara tentang surat cinta memang cocoknya untuk mereka-mereka dari generasi zaman old. Lha, kalau generasi zaman now, pasti pada bilang nggak butuh nulis surat cinta nggak jelas. Tinggal kirim aja pesan lewat WhatsApp atau Line atau DM di Instagram:

“Yang, aku kangen. Kamu kangen ora? Makan bareng yuk, mumpung malam Sabtu nih. Besok kan libur. Kalau kangen, berarti centang biru dua. Kalau pengen makan, berarti dibales”.

Beres kan? Walau agak-agak bucin alias butuh cinta, dan cewek yang jadi incaran bakal balas 36 jam kemudian dengan ngirim foto bapaknya yang tentara disertai fotokopian poster iklan produk minuman dengan jargon “laki, fearless” – tahu kan lambangnya kayak gimana – setidaknya kita udah mencoba. Hadeh.

Catatan tertua tentang surat cinta berasal dari sekitar 5000 tahun lalu. Surat itu ada di Bhagawatapurana yang merupakan salah satu kitab umat Hindu dan ditulis oleh Rukmini untuk Dewa Krisna. Click To Tweet

Tapi, surat cinta itu memang sakti loh. Catatan tertua tentang surat cinta berasal dari sekitar 5000 tahun lalu. Surat itu ada di Bhagawatapurana yang merupakan salah satu kitab umat Hindu dan ditulis oleh Rukmini untuk Dewa Krisna.

Seiring perjalanan waktu, surat cinta memang tidak hanya murni ungkapan hati pada orang-orang yang dicintai, tetapi juga menjadi salah satu bagian dari kesusasteraan. Oscar Wilde – salah satu sastrawan terkenal asal Irlandia – menuliskan salah satu surat cinta paling terkenal dalam drama berjudul Salome.

Terus, gimana jadinya kalau surat cinta itu ada juga di dunia politik ya?

Baca juga :  Airdrop Gaza Lewati Israel, Prabowo "Sakti"?

Hmm, mungkin itu yang kini tengah dirasakan sama KPU. Soalnya mereka dikirimin surat cinta sama Pak Jokowi. Lha, kok bisa?

Iya, katanya Pakde ngirim surat agar KPU ngelolosin Ketum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang alias OSO sebagai calon anggota DPD. Wih, bukannya ini abuse of power alias kesewenang-wenangan kekuasaan?

Soalnya kan KPU sebelumnya ngelarang OSO buat maju jadi anggota DPD karena doi ketua parpol. Terus OSO ngajuin gugatan ke pengadilan dan doi menang.

Sayangnya, KPU nggak bergeming. “Ogah, emang gua cewek apaan”, gitu kira-kira kata komisioner KPU.

Akhirnya, PTUN ngirim surat cinta ke presiden buat minta KPU masukin nama OSO di surat suara. Surat itu diteruskan oleh Mensesneg Pratikno dengan surat cinta lain ke KPU. Eh, terus jadi ramai deh semuanya ngebahas surat itu. Apalagi sekarang kan musim Pilpres.

KPU tetap aja pada pendiriannya dan bilang ogah ke OSO sekalipun dah dapat surat cinta dari Jokowi.

Hmm, bisa ribut nih ini. Apalagi kan OSO itu salah satu ketum parpol koalisinya Jokowi. Hadeh.

Ah, kok jadi rumit sih cinta segi empat antara OSO, Jokowi, KPU dan PTUN nih? Masih pada zaman old sih orang-orangnya.

Bapak-bapak, kalau mau ngutarain maksud hati dan tujuan, ya tinggal ngirim pesan WhatsApp aja kali pak. Gitu aja kok repot.

Asal keamanan hapenya diperhatikan, biar nggak dibajak orang. Kan jadi rame lihat orang nggak pake baju terus nyanyi lagu perjuangan. Uppss.

Dasar kau, Napoleon! (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?