HomeNalar PolitikPrabowo Setarakan Indonesia-Singapura

Prabowo Setarakan Indonesia-Singapura

Tim Prabowo berencana melakukan pemotongan pajak hingga setara dengan negeri jiran Singapura.


PinterPolitik.com

[dropcap]T[/dropcap]ak ada yang pasti di dunia ini, kecuali pajak dan kematian. Begitu kata tokoh nasional Amerika Serikat (AS) Benjamin Franklin. Pajak memang memiliki posisi yang amat penting, sehingga bisa disetarakan dengan maut. Secara khusus, instrumen tersebut juga memiliki pengaruh dalam urusan Pemilu.

Dalam politik Indonesia, terutama dalam konteks Pilpres 2019, para kandidat yang ada memang belum menjabarkan secara detail program-program mereka di bidang pajak. Meski begitu, pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno memiliki rencana menarik terkait urusan ini. Program reformasi pajak yang mereka tawarkan akan meliputi pemotongan tarif pajak di berbagai lini.

Pemotongan tarif tersebut bukanlah pemotongan biasa. Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN sekaligus anggota BPN Prabowo-Sandiaga, Dradjad Wibowo mengungkapkan bahwa tujuan dari pemotongan ini agar tarif pajak di Indonesia bisa setara negeri jiran Singapura.

Singapura memang dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat pajak rendah tidak hanya di Asia Tenggara, tetapi juga di dunia. Dalam konteks tersebut, mengapa Prabowo ingin pajak Indonesia setara Singapura?

Mengejar Negeri Singa

Tingkat tarif pajak Indonesia memang salah satu yang paling besar di kawasan Asia Tenggara. Untuk pajak korporasi misalnya, Indonesia memiliki tarif sebesar 25 persen, setara dengan Myanmar. Angka ini hanya lebih rendah dari Filipina dengan 30 persen.

Hal serupa berlaku pula pada pajak penghasilan untuk perorangan. Tarif pajak tertinggi untuk perorangan di negeri ini mencapai 30 persen. Angka tersebut berlaku bagi masyarakat yang memilki penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta.

Sementara itu, Singapura merupakan negara dengan tarif pajak yang tergolong lebih rendah. Tingkat tarif pajak korporasi negeri singa itu merupakan yang terendah di Asia Tenggara dengan 17 persen. Tingkat pajak perorangan Singapura juga lebih rendah ketimbang Indonesia dengan tarif tertinggi mencapai 22 persen.

Merujuk pada kondisi tersebut, tim Prabowo-Sandiaga merasa perlu untuk memangkas tarif pajak di tanah air. Mereka memiliki rencana untuk bersaing dengan negara tetangga tersebut agar menarik lebih banyak investasi ke dalam negeri. Tarif pajak direncanakan minimal setara dengan Singapura agar mampu berkompetisi dengan negara tersebut.

Rencana pemotongan tersebut sendiri ditargetkan akan berjalan secara gradual. Pajak setara Singapura ini mungkin akan tercapai dalam waktu 10 tahun.

Mereka menyebut bahwa besaran pajak yang akan diberlakukan dipastikan tidak akan kontraproduktif. Perusahaan-perusahaan digital dan perusahaan-perusahaan rintisan tidak perlu khawatir ada kebijakan pajak yang memberatkan mereka.

Jika Singapura yang menjadi acuannya, reformasi pajak ala Prabowo bisa saja membuat  Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat pajak terendah. Jika itu terjadi, boleh jadi tidak hanya investasi yang tumbuh, tetapi juga bisa menarik dana-dana milik WNI yang disimpan di negara singa tersebut.

Menguntungkan Orang Kaya

Salah satu negara yang tengah melakukan langkah serupa dengan program Prabowo adalah negeri Paman Sam, AS. Di bawah kendali Presiden Donald Trump, pemotongan tarif pajak merupakan salah satu program utama yang dilaksanakan.

Pemotongan terjadi dalam beberapa lini pajak. Pajak korporasi di negara tersebut mengalami penurunan dari 35 persen menjadi 21 persen. Sementara itu, untuk pajak perorangan, terjadi penurunan dari yang tertinggi 39,6 persen menjadi 35 persen.

Trump menyebut bahwa kebijakan pemotongan pajak tersebut dilakukan untuk masyarakat menengah AS. Akan tetapi, pemotongan tersebut di mata banyak orang justru hanya menguntungkan bagi orang kaya. Tidak hanya sekadar orang kaya, tetapi orang-orang yang sangat kaya termasuk Trump sendiri.

Pernyataan tersebut diungkapkan misalnya oleh Institute on Taxation and Economic and Policy. Menurut Steve Wamhoff, salah satu direktur dari lembaga tersebut, kebijakan pemotongan pajak hanya akan menguntungkan golongan satu persen orang-orang kaya di AS.

Jika diperhatikan selisihnya, golongan orang-orang kaya juga menikmati potongan yang paling besar. Potongan tarif pajak golongan ini mencapai 4,8 persen. Sementara itu, golongan-golongan lain menikmati potongan lebih kecil, yaitu di antara 3,4 hingga 4,3 persen.

Ada argumen yang menyebut bahwa golongan orang-orang terkaya dan korporasi yang terkait dengan mereka menikmati pajak yang lebih rendah karena mereka akan membuat ekonomi lebih bertumbuh. Meski demikian, ternyata pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar.

Ekonom Tim Mahedy dan Dan Wilson dari Federal Reserve Bank of San Francisco menyebut bahwa pemotongan pajak tersebut akan berkontribusi lebih rendah dari yang diharapkan, atau mungkin tidak berpengaruh sama sekali bagi pertumbuhan.

Aspek Politik

Merujuk pada kondisi tersebut, boleh jadi penurunan tarif pajak ala Prabowo juga akan menguntungkan orang-orang kaya. Memang, belum ada pernyataan resmi tentang persentase pemotongan tarif tersebut. Meski begitu, kalangan yang berpenghasilan 500 juta ke atas tentu akan bahagia dengan program ini karena mendapat potongan pajak dari angka yang semula mencapai 30 persen.

Kebijakan pajak memang kerap berkaitan dengan perkara ekonomi politik. Menurut James Alt, Ian Preston, dan Luke Sibieta, salah satu sumber dari kebijakan pajak adalah sesuatu yang lebih politis. Hal ini terutama terkait dengan urusan yang berhubungan dengan Pemilu.

Berkaitan dengan hal tersebut, Prabowo bisa saja mendapatkan keuntungan secara elektoral dari orang-orang kaya tersebut. Golongan satu persen Indonesia yang semula dikejar-kejar pajak sebesar 30 persen bisa saja memperoleh keuntungan dari reformasi pajak tersebut. Hal serupa berlaku jika terjadi penurunan pajak korporasi.

Di atas kertas, golongan orang kaya tersebut akan mendapat keuntungan besar jika Prabowo terpilih. Oleh karena itu, secara rasional kebijakan pajak Prabowo ini bisa saja mengalihkan suara milik orang-orang terkaya Indonesia ke kubunya.

Padahal, serupa dengan program pemotongan di AS, pertumbuhan yang dijanjikan belum tentu akan datang. Alih-alih investasi dan pertumbuhan yang muncul, jika tidak disiapkan secara matang, pemotongan pajak yang ekstrem bisa saja menjadi bumerang.

Tim Prabowo menyebut bahwa pemotongan pajak ini dilakukan untuk mendorong investasi. Meski begitu, berkaca pada analisis Mahedy dan Wilson dalam kasus AS, bisa jadi pertumbuhan yang diproyeksikan lebih kecil dari yang diharapkan atau bahkan tidak tumbuh sama sekali.

Selain itu, jika melihat konteks terkini, pendapatan negara terbesar masih disumbang oleh pajak. Pada Januari-April 2018, penerimaan dari pajak mencapai Rp 416,9 triliun. Jika terjadi pemotongan pajak, penerimaan ini bisa saja mengalami penurunan.

Hal ini bisa saja menyulitkan bagi pemerintah yang berkuasa nanti. Jika penerimaan pajak berkurang, maka pemerintah harus mencari sumber pendanaan lain untuk menambal kekosongan yang ditinggal pajak tersebut.

Indonesia memang menjadi salah satu negara dengan tingkat pajak tertinggi di Asia Tenggara. Click To Tweet

Salah satu konsekuensi yang paling nyata dari hal tersebut adalah kemungkinan bertambahnya utang. Mau tidak mau, belanja negara harus berjalan, apalagi, di pemerintahan yang baru nanti akan banyak program dan janji kampanye yang harus ditunaikan. Hal ini membuat sumber APBN lain, yaitu utang, berpotensi menjadi solusi untuk menutupi kekurangan yang ditinggalkan pajak.

Berdasarkan kondisi tersebut, boleh jadi program pajak setara Singapura milik Prabowo-Sandi ini lebih kental nuansa politiknya, ketimbang urusan ekonominya. Kecenderungan pemotongan pajak untuk menguntungkan golongan orang kaya menjadi indikasinya. Boleh jadi, suara dan pengaruh golongan satu persen inilah yang diincar oleh pasangan nomor urut 02 tersebut.

Terlepas dari hal tersebut, wacana pajak setara Singapura tetap merupakan hal yang menarik. Lalu, kalau menurutmu, mungkinkah pajak Indonesia setara Singapura? (H33)

Baca juga :  Mengapa Peradaban Islam Bisa Runtuh? 
spot_imgspot_img

#Trending Article

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...