HomeCelotehRizal Ramli Musuh Abadi JK?

Rizal Ramli Musuh Abadi JK?

“SBY sudah tanda tangan RR Menteri Ekonomi, diganjal sama JK. Abis itu SBY pertahankan jadi Menteri Keuangan, dia (JK) tak setuju lagi, akhirnya SBY minta RR jadi Menteri BUMN, dia (JK) tak setuju. Last minute ditunjuk jadi Menteri Perindustrian kabinet SBY pertama, saya nolak, itu bukan keunggulan kita, terima kasih dah”. – Rizal Ramli, mantan Menko Kemaritiman


PinterPolitik.com

Kalau bicara Pak Jusuf Kalla alias JK, publik pasti ingat dengan tagline “Lebih Cepat Lebih Baik” yang jadi slogan kampanye pada Pilpres 2009. Kala itu doi berpasangan dengan Wiranto yang berhadapan dengan dua pasang kandidat lain, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Budiono, dan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto.

Sayangnya di Pilpres tahun tersebut Pak JK harus berbesar hati menerima kekalahannya dari SBY-Budiono. Ini juga menjadi akhir kisah kebersamaan SBY dan JK yang 5 tahun sebelumnya menjadi RI-1 dan RI-2 di tengah segala isu persaingan di antara keduanya. Bukan rahasia lagi kalau dua tokoh ini menjadi semacam matahari kembar di pemerintahan.

Hal inilah yang mungkin tergambar saat mereka memilih anggota kabinet. Demikian yang diceritakan oleh mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli. Doi menyebutkan bahwa Pak JK ini berbeda pandangan dengan Pak SBY ketika mempertimbangkan posisi yang cocok untuk dirinya ketika mereka menyusun kabinet.

SBY awalnya mengusulkan Rizal Ramli untuk posisi Menteri Keuangan, namun ditolak JK. Lalu diusulkan untuk jadi Menteri BUMN, eh ditolak lagi oleh JK. Di menit-menit akhir Pak SBY akhirnya memutuskan Rizal Ramli untuk jadi Menteri Perindustrian, namun kali ini yang nolak adalah Rizal Ramli sendiri. Doi merasa bidang tersebut bukanlah keahliannya.

Terlepas dari perbedaan pendapat antara SBY dan JK, yang menarik untuk disorot justru adalah hubungan antara JK dan Rizal Ramli itu sendiri. Hmmm, ada apa ya di antara keduanya?

Baca juga :  Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?

Soalnya, hal serupa terjadi lagi di periode pertama kekuasaan Presiden Jokowi. Beberapa pihak emang menyebutkan bahwa direkrutnya Rizal Ramli menjadi Menko Kemaritiman justru dilakukan oleh Jokowi untuk “membendung” pengaruh JK.

Hal ini juga diakui sendiri oleh Rizal Ramli yang menyebut bahwa ketika ia diundang oleh Jokowi ke Istana Bogor saat akan dipilih menjadi Menko Kemaritiman, Jokowi berpesan padanya untuk “tidak lapor ke Pak JK”.

Wih, jadi penasaran sebenarnya ada cerita apa sih antara kedua sosok ini. Yang jelas publik bisa melihat bahwa di era kepemimpinan Rizal Ramli, doi nggak ragu untuk “mengkonfrontasi” Pak JK, katakanlah dalam kebijakan macam listrik 35 ribu MW atau soal urusan di PT Pelindo.

Hmmm, berasa kayak Tom and Jerry nih Pak JK dan Pak Rizal Ramli. Uppps. Apa mungkin benturan keduanya udah terjadi sejak era Gus Dur ya? Soalnya kan Pak JK yang kala itu jadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan jadi salah satu menteri yang “dipecat” oleh Gus Dur. Sementara Pak Rizal Ramli justru jadi salah satu menteri inti di bidang ekonomi kala itu.

Beh, nggak ada yang tahu cerita pastinya seperti apa. Berasa jadi musuh abadi nih keduanya. Menarik untuk ditunggu kelanjutan pertentangan antara keduanya. (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.