HomeCelotehAustralia: Jokowi Represi Pluralisme?

Australia: Jokowi Represi Pluralisme?

“Dalam 4 tahun terakhir, pemerintahan Presiden Jokowi telah lakukan represi terhadap kelompok Islamis” – Greg Fealy, peneliti dari Australian National University


PinterPolitik.com

Presiden Jokowi adalah salah satu pemimpin yang ketika dipilih dianggap mewakili kelompok progresif-pluralis. Lihat saja partai-partai politik yang mendukungnya. PDIP adalah salah satu kekuatan politik kelompok sekuler nasionalis yang di belakangnya tergabung masyarakat dari berbagai latar belakang kesukuan, agama, ras, dan golongan.

Demikian pun dengan partai-partai seperti Golkar, Nasdem dan PSI – semuanya juga berlatar sekuler. Sementara partai Islam seperti PKB dan PPP juga mewakili kaum moderat-tradisionalis yang nota bene juga terbuka terhadap berbagai latar belakang dan perbedaan.

Nggak heran, ketika Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 lalu, slogan yang banyak dipakai oleh kubu pengusung mantan Wali Kota Solo itu adalah “Jokowi adalah Kita”. Kata “kita” mewakili keberagaman tersebut.

Sayangnya, dalam perjalanan waktu, beberapa pihak menilai jalan politik Jokowi justru pada titik tertentu berada di seberang pluralisme tersebut dan menolak perbedaan pandangan.

Hal ini salah satunya disampaikan oleh peneliti asal Australian National Univeristy (ANU), Greg Fealy. Dalam ulasan terbarunya, scholar yang telah malang melintang meneliti persoalan agama dan politik di Indonesia itu menilai bahwasanya dalam 4 tahun terakhir, pemerintahan Presiden Jokowi justru bersikap keras terhadap kelompok Islamis.

Kelompok ini adalah mereka-mereka yang ingin menempatkan hukum Islam sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebijakan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) misalnya adalah salah satu contoh dari tindakan tersebut.

Menurut Fealy, hal ini sebetulnya menunjukkan adanya indikasi pelanggaran terhadap HAM dalam hal kebebasan berekspresi dan berpendapat. Aksi-aksi keras terhadap kelompok-kelompok yang anti terhadap Pancasila dan NKRI juga menurut Fealy bertentangan dengan demokrasi.

Baca juga :  Gelengan Kepala Puan soal Hak Angket

Hmm, nggak ada yang salah sih dari pernyataan doi. Tapi, harus diakui bahwa saat ini tengah ada gerakan-gerakan yang membenturkan Islam, katakanlah dengan Pancasila, utamanya dalam konteks mempertanyakan ulang esensi dasar negara tersebut.

Artinya, di satu sisi memang ada upaya untuk “mengutak-atik” dasar negara yang sejak dulu telah menjadi pengikat Indonesia. Makanya Kementerian Agama langsung menanggapi pernyataan Fealy itu dengan menyebut upaya yang dilakukan oleh pemerintah semata untuk membatasi gerak kelompok-kelompok yang anti NKRI dan Pancasila, serta mereka-mereka yang terlibat dalam ekstrimisme.

Well, jadi curiga nih kalau bicara soal pandangan dari Australia. Soalnya, negara yang satu ini kayak tetangga yang curigaan. Bawaannya selalu ingin terlibat dalam konteks domestik rumah tangga orang lain. Kayak series Tetangga Masa Gitu. Kekacauan rumahmu keuntungan buatku. Uppps.

Tapi, apa yang dibilang sama Fealy tetap harus jadi refleksi juga loh. Jangan sampai  entitas demokrasi itu benar-benar mulai dikikis. (S13)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.