HomeCelotehSatu Partai Beda Perlakuan

Satu Partai Beda Perlakuan

Setelah dilantik sebagai Menteri Sosial, Idrus Marham dikabarkan melepas jabatannya sebagai sekertaris jenderal Golkar. Satu partai beda jabatan?


PinterPolitik.com

“Kalau Sekjen tak mungkin merangkap, dia harus berada di kantor.” ~ Wapres JK

[dropcap]K[/dropcap]alau kata orang pintar, kita tidak boleh membeda-bedakan perlakuan pada orang lain, apalagi dengan teman sendiri. Tapi kalau urusan jabatan mungkin adagium itu tak berlaku, apalagi kalau ‘atasan’ yang kasih larangan. Mana bisa menentang?

Jadi ketika Idrus Marham pada akhirnya benar-benar meraih jabatan menteri sosial, ia tetap harus meninggalkan perannya sebagai sekertaris jenderal (Sekjen) Golkar. Sesuai dengan aturan yang berlaku, walau sang ketua umum, Airlangga Hartarto diperbolehkan merangkap jabatannya dengan tugas menteri perindustrian.

Satu partai beda perlakuan? Kok bisa? Wow, apa ini artinya Jokowi sudah pilih kasih? Sebegitu hebatkah Airlangga, sampai-sampai sang Presiden enggan melepasnya? Hmm yang tahu pasti tentu hanya Jokowi sendiri. Kan aneh, kalau Jokowi yang anti rangkap jabatan, tapi ogah melepas menterinya sendiri.

Nah gara-gara sering dituding begitu, akhirnya Jokowi pun angkat bicara. Katanya, sebagai pengusaha tentu Airlangga sudah sangat mengenal seluk beluk jabatannya. Jadi kalau diganti orang baru lagi, tentu akan sulit mencari yang bisa mengikuti pola yang sudah dirintis oleh Airlangga.

Takutnya, orang baru ini hanya menghabiskan sisa waktu satu setengah tahun ini, hanya untuk belajar saja. Siapa yang akan rugi nantinya? Kan negara dan masyarakat juga. Apalagi sebagai ketua umum, tanggung jawab Airlangga di Golkar tidak akan banyak menyita waktunya sebagai menteri.

Baca juga :  Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Alasan Jokowi ini, juga disetujui oleh Opa Jusuf Kalla (JK). Menurut Opa, posisi Airlangga dengan Idrus Marham berbeda. Waduh, ternyata memang ada bedanya? Eh, tapi jangan negatif dulu, karena perbedaannya dari tugas di Golkar. Sebagai Sekjen, Idrus diharuskan untuk berada di kantor dan itu tidak mungkin dilakukan kalau harus merangkap sebagai menteri sosial.

Jadi kesimpulannya, perbedaan perlakuan ini memang atas alasan pragmatis saja ya. Biar enggak usah repot cari orang lagi, nungguin orang belajar dengan tugas dan tanggung jawab kementeriannya lagi, belum lagi kalau ternyata yang  menggantikan kompetensinya enggak sesuai dengan yang digantikan. Yah, kan yang nantinya rugi bandar negara juga. Ya sudahlah, terserah Jokowi saja. (R24)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...