HomeCelotehMarlina Hancur ‘Diperkosa’ Polisi

Marlina Hancur ‘Diperkosa’ Polisi

Marlina hanya paham memasak sop ayam. Dia tidak paham memenuhi nafsu bejat peternak sapi.


PinterPolitik.com

Marlina, ibu muda di gubuk terpencil Sumba. Hidup bagai terpaku di dapur gubuknya, dipaksa menghidangkan sop ayam untuk para tamu suaminya. Bukan apa-apa, memang tamu-tamu ini sangat menyukai sop ayam buatannya. Mereka bisa datang beberapa kali dalam seminggu, hanya untuk meminta jatah sop ayam racikan tangan lembut Marlina.

Para tamu itu adalah juragan-juragan sapi perah rekanan suaminya. Mereka punya akses langsung ke dapur. Ya, mereka tak hanya bersautan dari ruang tengah gubuknya, tapi juga bisa masuk ke ruang penyajian. Mereka pun leluasa memaki Marlina tiada ampun, bila ibu muda ini sesekali berani menyajikan sop ayam yang hambar.

“Apa ini Marlina?! Sop ayam kali ini seperti air kobokan!” ujar Markus.

Si Markus, juragan dengan kepala terbesar, adalah yang paling menikmati dan paling kecewa kalau tidak mampu dipuaskan. Tak hanya sop ayamnya, tapi juga Marlinanya. Markus paling suka menjahili Marlina kala dirinya sedang memasak. Sambil mencicipi sop Marlina, Markus juga suka memijat bahu dan mengelus tangan lembut Marlina.

“Jangan Markus…!!” jerit Marlina. Walau didengarkan oleh suaminya yang terhuyung lemas di ruang tengah. Markus tak bergeming. Ia malah menyeret Marlina ke kamar dan menghabisi hasrat seksualnya malam itu. Marlina geram. Dengan sekali tebas, ia pun menghabisi Markus dengan golok yang ada di bawah kasurnya.

Apa sekarang? Apa yang harus dilakukan Marlina setelah ini? Dengan penggalan kepala Markus di tangannya?

Sempat ia ingin berlari, menjauh, sembunyi.

Tapi tidak, ia tahu harus apa. Berlari, mencari keadilan. Dia berjalan lemas, sempoyongan keluar rumah dan mencari tumpangan ke pusat kota. Hanya ada satu tempat yang ia dambakan hari itu, kantor polisi.

Sejauh yang ia tahu, hanya kantor polisi tempatnya mencari keadilan. Di sekolah dasar yang ia kecap dahulu, polisi adalah pahlawan masyarakat. Mereka adalah penggebuk orang-orang jahat. Marlina meyakini itu, lalu ia rengkuh keyakinan itu dengan berjalan puluhan kilometer menuju kantor polisi.

Marlina sulit mendapatkan keadilan

Tapi setelah peluh dan tetesan darah yang ia korbankan, apa yang dia dapatkan dari polisi?

“Pak, saya diperkosa teman-teman suami saya. Suami saya tidak bisa apa-apa karena dia berutang ke teman-temannya itu,” ujar Marlina

“Baik Bu, kami sudah mencatat laporan Ibu. Silahkan kembali dua minggu lagi. Alat visumnya belum ada sekarang,” ujar Pak Polisi.

“Lalu, saya harus apa sekarang? Bisa bapak ke rumah saya mengecek TKP?” tanya Marlina resah.

“Tidak bisa Bu, Personil kami sedang leha-leha main bola pingpong.”

“Silahkan pulang sana Bu,” pungkas Pak Polisi mengusir Marlina.

Marlina diam. Dia sekali lagi dihancurkan oleh polisi-polisi gendut itu. Padahal, waktu sekolah kepolisian di Jakarta, mereka belajar hukum. Seharusnya mereka baca UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT, di Pasal 18 dan 19, di mana polisi wajib mengedukasi korban KDRT dan dilarang menolak permintaan tolong seorang korban KDRT.

Ada pula aturan lain yang harusnya polisi juga tahu. Dalam UU yang sama di Pasal 8, tindak pidana KDRT seharusnya dihukum lebih berat apabila ada pemaksaan hubungan seksual untuk tujuan komersial/finansial. Pasal ini, setidaknya bisa menjerat suami Marlina, yang diam saja melihat istrinya diperkosa.

Polisi sebagai penegak hukum masa tidak tahu hukum, sih!

Tapi untuk Marlina, karena ia hanya lulusan SD, wajar lah tidak mengerti hukum. Mungkin begitu pikiran polisi-polisi gendut melihat Marlina, seonggok tubuh wanita tak berpendidikan. Tak ada hukum yang mampu melindunginya.

Marlina yang rapuh sudah tak bisa lagi menangis. Air matanya sudah habis sejak berhari-hari yang lalu. Dia ingin berteriak di Sumba yang sepi, namun pasti tak ada yang mendengar.

Tak hanya habis ‘diperkosa’ sepi, Marlina juga hancur ‘diperkosa’ polisi.  (R17)

 

(Disadur dengan modifikasi dari film Marlina The Murderer in Four Acts)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mengejar Industri 4.0

Revolusi industri keempat sudah ada di depan mata. Seberapa siapkah Indonesia? PinterPolitik.com “Perubahan terjadi dengan sangat mendasar dalam sejarah manusia. Tidak pernah ada masa penuh dengan...

Jokowi dan Nestapa Orangutan

Praktik semena-mena kepada orangutan mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri. Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), praktik-praktik itu terus...

Indonesia, Jembatan Dua Korea

Korea Utara dikabarkan telah berkomitmen melakukan denuklirisasi untuk meredam ketegangan di Semenanjung Korea. Melihat sejarah kedekatan, apakah ada peran Indonesia? PinterPolitik.com Konflik di Semenanjung Korea antara...