HomeCelotehMahasiswa Tak Pernah Mati

Mahasiswa Tak Pernah Mati

Parlemen Jalanan kembali beraksi. Kecewa dengan Parlemen Senayan yang kendor karena Perppu Ormas, mereka menohok ulang tahun pemerintah dengan orasi. Berisi?


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]T[/dropcap]entu adalah agenda rutin bagi mahasiswa untuk mengritik kerjaan pemerintah, sekalipun kerjaan skripsi mereka banyak yang belum kelar. Bagi mereka, dan harusnya bagi kita semua, itu adalah amanat demokrasi. Mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat.

Tapi, kalau dilihat zaman sekarang, aksi mahasiswa tuh maknanya di mana ya? Ruh nya terasa hilang sejak 1998. Selesai menurunkan Soeharto sudah semuanya pulang dan joget-joget riang.

Promotornya lalu naik pangkat memakai dasi. Tapi, mereka tidak berjarak dari kawanan lamanya. Mereka menurunkan kembali bakat aksi ke adek kelasnya belakangan ini, banyak membungkus aksi dengan kepentingan politik elitis mereka sekarang.

Kalau dilihat-lihat lagi, fungsi aksi periodikal begini apa sih? Biar ramai saja ya demokrasi? Atau memang penting sebagai penyeimbang kekuatan pemerintah?

Kalau repetitif dan tidak menawarkan solusi, bisa-bisa seperti DPR saja yang—di mata orang awam—cuma bisa cuap-cuap. Kerja? Tidak. Yang penting kritik. Isinya bisa jadi nol, lupa banyak baca seperti ajakan Najwa Shihab.

Buktinya, lihat saja poin kritik dan tekanan unjuk rasa BEM-SI menyoal 3 tahun Jokowi-JK.

Turunkan kesenjangan ekonomi? Wujudkan kedaulatan rakyat? Tegakkan supremasi hukum? Ini kitab suci bangsa? Tidak, kawan. Kita berhadapan dengan realita. Memangnya pemerintah cuma nongkrong dan sebat kayak kalian?

Juga kurang cantik rasanya melihat tuntutan-tuntutan ini dilempar sementara mereka asik-asik di jalan. Ya kan, siapa sih yang gak asik-asik di jalan? Daripada mikir kajian yang lebih matang dan dalam, tentu asikan ngurusin logistik dan mobilisasi massa, bukan?

Jujur, saya tidak anti sama gerakan mahasiswa. Justru saya mendambakan gerakan mahasiswa yang akademik, cerdas, aktual, tajam, dan terpercaya. Satu untuk semua. Hmmm…

Ya, pokoknya saya rasa lebih indah kontribusi mahasiswa melalui sains dan teknologi. Berinovasi bagi sistem yang lebih baik bagi negara ini, yang sudah terlalu usang puluhan tahun tak direnovasi. Tapi tentu harus belajar sampai ke negeri Cina, kalau tidak hanya teriak-teriak tiada arah.

Kemudian masuk ke pemerintahan dan membersihkan yang kotor. Bukan ikut-ikutan kotor. Lebih elok, kan?

Terlepas dari kontroversi penangkapan empat belas aktivis oleh kepolisian, kita patut bertanya pada kualitas aksi tersebut. Perlukah melanggar aturan? Perlukah memaksa Jokowi segera pulang dari NTB? Aparat memang perlu evaluasi kualitas, tapi tidakkah mahasiswa pun demikian?

Sudah banyak pula yang mengaitkan BEM-SI dengan PKS. Tapi apa daya, apa buktinya? Foto dengan Anis Matta? Kebungkaman BEM-SI dalam korupsi sapi? Mungkin mereka temenan sama anaknya Anis dan mereka tidak makan sapi. Makanya mereka suka nasi ayam bakar karet merah, bukan rendang karet ijo.

Kawan, cintamu kepada negara harus dibungkus dengan elegan, ya. Atau jangan-jangan bukan kesana arah cintamu? (R17)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mengejar Industri 4.0

Revolusi industri keempat sudah ada di depan mata. Seberapa siapkah Indonesia? PinterPolitik.com “Perubahan terjadi dengan sangat mendasar dalam sejarah manusia. Tidak pernah ada masa penuh dengan...

Jokowi dan Nestapa Orangutan

Praktik semena-mena kepada orangutan mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri. Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), praktik-praktik itu terus...

Indonesia, Jembatan Dua Korea

Korea Utara dikabarkan telah berkomitmen melakukan denuklirisasi untuk meredam ketegangan di Semenanjung Korea. Melihat sejarah kedekatan, apakah ada peran Indonesia? PinterPolitik.com Konflik di Semenanjung Korea antara...