HomeRuang PublikKunci Kemenangan PDIP di Pemilu 2024

Kunci Kemenangan PDIP di Pemilu 2024

Oleh Ahmad Hidayah

PDIP bisa dibilang berhasil menjadi salah satu partai politik (parpol) paling berhasil dalam memenangkan dua pemilihan umum (pemilu) berturut-turut pada tahun 2014 dam tahun 2019. Mungkinkah partai berlambang banteng tersebut mendapatkan kemenangan ketiganya (hattrick)?


PinterPolitik.com

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah berhasil menjadi partai pemenang pemilihan umum (pemilu) secara berturut-turut, yaitu pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 dan hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya di era Reformasi. Terakhir, partai yang berhasil memenangkan Pemilu secara berturut-turut adalah partai Golkar pada masa Orde Baru. 

Oleh karena itu, tentu PDIP berambisi untuk kembali memenangkan pemilu yang ketiga kalinya secara berturut-turut. Tulisan ini mencoba untuk memberikan hal-hal yang perlu diperhatikan PDIP jika ingin memenangkan Pemilu 2024 mendatang.  

Pertama, memilih calon presiden yang tepat. Tidak dapat dipungkiri bahwa coattail effect atau efek ekor jas memiliki pengaruh dalam hasil pemilu di Indonesia. Sebagai contoh, kemenangan Partai Demokrat pada pemilu tahun 2009, dipengaruhi oleh kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan ketua umum partai Demokrat pada pemilihan presiden di tahun yang sama. 

Selain itu, kemenangan Joko Widodo pada pemilu 2014 dan 2019, juga ditopang oleh kemenangan PDIP. Oleh karena itu, kemenangan partai politik pada pemilihan legislatif (pileg) dan juga kemenangan calon presiden di pemilihan presiden (pilpres) dapat saling mempengaruhi. 

Berbeda dengan partai politik lainnya yang hanya memiliki satu orang kandidat, bahkan tidak memiliki kandidat, saat ini PDIP justru memiliki dua kandidat potensial untuk maju sebagai calon presiden, yaitu Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Di satu sisi, Ganjar Pranowo sampai saat ini unggul dalam elektabilitas. 

Di sisi lain, Puan Maharani merupakan anak dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan secara tidak langsung sudah dipersiapkan untuk maju di pemilu 2024 sebagai calon presiden. Bahkan, di beberapa kesempatan, Puan juga mengisyaratkan akan maju sebagai calon presiden dari PDIP. 

Meski dilematis, memajukan Ganjar Pranowo dinilai lebih rasional dan bijak jika dibandingkan dengan Puan Maharani. Pasalnya, elektabilitas Ganjar Pranowo selalu teratas berdasarkan hasil survei dari beberapa lembaga. 

Baca juga :  Jokowi, Presiden Paling Banyak Musuh?

Selain itu, tidak memajukan Ganjar Pranowo tentu lebih memiliki risiko. Misalnya, ada kemungkinan Ganjar Pranowo yang merasa memiliki elektabilitas tinggi keluar dari PDIP dan mencari partai yang bersedia mengusungnya. Jika demikian, maka hal ini akan berdampak buruk bagi perolehan suara PDIP. Opsi terbaik adalah dengan memajukan Ganjar Pranowo dan mempersiapkan Puan untuk menjadi penerus Megawati dengan menjadi ketua umum PDIP. 

Kemenangan calon presiden yang diusung oleh PDIP tentu akan dipengaruhi beberapa hal, di antaranya adalah calon wakil presiden dan partai koalisi. Sebagai contoh, kemenangan Joko Widodo yang diusung oleh PDIP pada pilpres tahun 2019 lalu, tidak terlepas dari pemilihan Ma’ruf Amin sebagai antitesis dari lawan politiknya saat itu. 

Lebih lanjut, pemilihan Ma’ruf Amin juga memberi dampak positif bagi Joko Widodo dengan menjadi penghubung dengan basis pendukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Nahdlatul Ulama (NU). Oleh karena itu, walaupun Ganjar Pranowo memiliki elektabilitas yang tinggi, pemilihan calon wakil presiden dan pembentukan partai koalisi juga menjadi faktor kunci.  

Melihat peta politik saat ini, terdapat tiga kelompok. Pertama, koalisi Gerindra dan PKB. Kedua, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ketiga, partai politik yang belum berkoalisi, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PDIP. 

Berdasarkan peta ini, menurut penulis, kemungkinan besar PKS dan Demokrat akan merapat pada kelompok Gerindra dan PKB. Pasalnya, PKS memang memiliki kedekatan dengan Gerindra. Sementara, Partai Demokrat sudah melalukan penjajakan awal dengan Gerindra. 

Maka dari itu, koalisi ini akan terdiri dari empat partai politik yaitu Gerindra, PKB, PKS, dan Demokrat. Jika hal ini terjadi, calon yang diusung kemungkinan adalah Prabowo dengan Muhaimin Iskandar, Prabowo dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), atau Prabowo dengan Anies Baswedan.

Melihat koalisi ini hampir dipastikan mengusung Prabowo sebagai calon presiden, tentu memasukkan nama Ganjar Pranowo sudah tidak mungkin. PDIP sebagai partai pemenang dua kali berturut-turut perlu untuk memajukan calonnya sebagai presiden, bukan wakil presiden. 

Baca juga :  Jokowi Tidak Abadi 

Oleh karena itu, bergabung dengan KIB merupakan jalan yang lebih rasional. Pasalnya, sampai saat ini KIB tidak memiliki calon presiden yang mumpuni. 

Selain itu, dengan masuknya Ganjar Pranowo sebagai calon yang diusungkan KIB plus PDIP, maka hal ini juga dapat menarik Partai Nasdem yang sejak awal memang memunculkan nama Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. 

Setelah PDIP dan Nasdem masuk ke dalam KIB dan membentuk koalisi untuk mendukung Ganjar Pranowo, tahap selanjutnya adalah menentukan calon wakil presiden yang akan diusung. PAN dan PPP kemungkinan tidak akan memajukan kadernya karena tidak memiliki calon yang potensial. 

Oleh karena itu, yang paling memungkinkan adalah Ganjar Pranowo akan berpasangan dengan Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar. Meski demikian, terdapat opsi lain yaitu memunculkan calon di luar koalisi guna menjaga stabilitas koalisi, seperti Erick Thohir, ataupun Ridwan Kamil yang sampai saat ini juga memiliki elektabilitas yang cukup mumpuni. 

Bagi PDIP, calon wakil presiden di luar partai koalisi tentu dirasa lebih baik, karena pemilih Ganjar Pranowo nantinya mayoritas akan memilih PDIP karena pemilu dilakukan secara serentak. 

Selain menentukan calon presiden yang akan diusung serta menentukan calon wakil presiden dan membentuk partai koalisi, hal yang perlu diperhatikan PDIP jika ingin kembali memenangkan pemilu adalah membuat strategi pemetaan yang tepat. 

Hal ini mengacu pada diselenggarakannya pemilu secara serentak, sehingga ada kemungkinan anggota legislatif PDIP saat ini akan maju menjadi kepala daerah. Dampaknya, PDIP perlu mencari kader potensial yang juga pendulang suara untuk berada di daerah pemilihan yang ditinggalkan. 

Walaupun masih banyak faktor-faktor lain yang dapat menjadi kunci kemenangan PDIP, seperti komunikasi politik, kekuatan para calon anggota legislatif, ataupun kekuatan finansial,  menurut penulis bahwa dua hal inilah yang dapat menjadi faktor utama yang perlu diperhatikan PDIP jika ingin kembali menjadi pemenang di pemilu tahun 2024 mendatang. 


Profil Ruang Publik - Ahmad Hidayah

Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Jokowi Tidak Abadi 

Perbedaan sorakan yang diberikan para politisi ketika pelantikan anggota DPR/DPD/MPR 2024-2029, kepada Jokowi dan Prabowo tuai respons beragam dari warganet. Apa yang sebenarnya terjadi? 

Puan Sudah Siap Ketuai PDIP?

Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR RI untuk periode 2024-2029. Jika mampu menyelesaikan kepemimpinan hingga tahun 2029, maka Puan akan tercatat sebagai anggota DPR dengan masa jabatan terlama dan memimpin dalam 2 periode.

AHY Makes Demokrat Great Again?

Tidak terlalu dini kiranya untuk meneropong kepemimpinan Indonesia di tahun 2029 saat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul sebagai salah satu kandidat menjanjikan. Mengapa demikian?

Kenapa Pendukung Anies Pilih RK?

Para pemilih Anies Baswedan dinilai cenderung memilih pasangan calon Ridwan Kamil (RK)-Suswono di Pilkada Jakarta 2024. Mengapa demikian?

Siasat Prabowo Medical Check-up Gratis

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, berencana untuk melakukan kebijakan medical check-up gratis. Siasat apa yang mendasari rencana Prabowo?

Amarah Trah Mulyono?

Frasa “Mulyono” justru dimainkan ulang oleh anak dan menantu Joko Widodo (Jokowi). Kaesang Pangarep, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu secara bergiliran menggunakannya dan seolah menggambarkan gestur politik yang justru dinilai akan menjadi “bom waktu”.

Sisi Kelam Bantuan Australia ke Indonesia?

Australia merupakan salah satu pendonor finansial terbesar secara bilateral bagi Indonesia, namun, skema yang dilakukan Australia kerap dikritik. Mengapa demikian? 

Mungkinkah Jokowi Seperti Lee Kuan Yew?

Prediksi yang menyebut Jokowi akan tetap punya pengaruh dalam kekuasaan Prabowo Subianto – setidaknya dalam jangka waktu 1 tahun pertama – menjadi pergunjingan yang menarik di kalangan para pengamat politik.

More Stories

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...

Menavigasi Inklusivitas Politik Indonesia: Prabowo Subianto dan Perwujudan Consociational Democracy

Oleh: Damurrosysyi Mujahidain, S.Pd., M.Ikom. Perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah berlalu dan sebagian besar rakyat Indonesia telah berkontribusi dalam terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden...