HomeNalar PolitikSri, Anak Profesor Cawapres Jokowi

Sri, Anak Profesor Cawapres Jokowi

Kecil Besar

“Kesuksesan” negosiasi divestasi saham Freeport nyatanya meningkatkan pamor Sri Mulyani yang menjadi salah satu negosiator utamanya. Bahkan, kini nama Menteri Keuangan itu menguat sebagai kandidat cawapres Jokowi yang disukai pelaku bisnis dan investor.


PinterPolitik.com

“You and I come by road or rail, but economists travel on infrastructure.”

:: Margaret Thatcher (1925-2013), mantan Perdana Menteri Inggris ::

[dropcap]N[/dropcap]ama perempuan yang satu ini memang mewakili semua kebaikan dalam hidup. Sri berarti ‘cahaya yang bersinar’, Mulya berarti ‘berharga’, dan Indra adalah salah satu dewa tertinggi dalam mitologi Hinduisme. Bisa dibayangkan betapa hebatnya makna yang terkandung dalam nama Sri Mulyani Indrawati. Maka, benarlah sebuah ungkapan Latin kuno yang berbunyi: “Nomen est omen” – nama adalah tanda.

Kini, kehebatan nama Menteri Keuangan tersebut mulai menular di karir politiknya. Sri Mulyani masuk sebagai salah satu kandidat terkuat yang berpeluang menjadi calon wakil presiden (cawapres) bagi Joko Widodo (Jokowi) untuk periode kedua.

Setidaknya hal itulah yang diungkapkan dalam hasil survei beberapa lembaga terkemuka. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) misalnya menyebut Sri Mulyani selalu masuk 5 besar dan meraih skor tertinggi untuk kualitas personal cawapres Jokowi, terutama dari hasil survei di antara para opinion leader atau elit politik.

Sementara Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut Sri Mulyani sebagai tokoh profesional dengan tingkat keterpilihan tertinggi – selain Susi Pudjiastuti – untuk mendampingi Jokowi.

Memang, beberapa minggu terakhir nama-nama calon pendamping Jokowi untuk Pilpres 2019 mulai mengerucut. Ada nama Mahfud MD dan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi aliasTuan Guru Bajang (TGB) yang disebut-sebut menjadi pilihan kuat, lalu ada nama Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purnawirawan Moeldoko yang juga mencuat ke permukaan.

Ternyata, nama Sri Mulyani tidak ketinggalan menjadi kandidat kuat karena dianggap paham persoalan ekonomi Indonesia. Bahkan, untuk cawapres Jokowi dari golongan ekonom-teknokrat, Sri Mulyani dianggap yang paling unggul.

Hal senada ditulis oleh harian Singapura, The Straits Times yang secara mengejutkan memuat pemberitaan tentang mantan Direktur Eksekutif IMF dan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dan menyebutnya sebagai sosok yang maverick – sebutan untuk orang yang tidak konvensional atau unorthodox, namun berhasil mencapai tujuan-tujuannya.

Pemberitaan ini menarik karena The Straits Times yang ada di bawah Singaporean Press Holdings (SPH) punya kedekatan yang sangat erat dengan pemerintah Singapura. Sehingga, apa yang disuarakan oleh media ini seringkali punya “bias” dengan kepentingan pemerintah negara tersebut. Negara yang kita bicarakan ini adalah investor terbesar di Indonesia dengan total investasi US$ 6,1 miliar pada tahun 2017 lalu.

Jika demikian, dengan kesuksesan Sri Mulyani dalam negosiasi divestasi saham Freeport seiring terbitnya Head of Agreement pengambilalihan saham Rio Tinto beberapa minggu terakhir ini, apakah menguatnya dukungan terhadap sang Menkeu menunjukkan bahwa para investor dan pelaku bisnis lebih menyukai Sri Mulyani menjadi cawapres Jokowi?

Anak Profesor, Teknokrat IMF dan World Bank

Sri Mulyani memang bukan tokoh sembarangan. Lahir dan besar di keluarga yang akademis – mengingat baik ayah maupun ibunya adalah profesor – kiprah wanita kelahiran Lampung, 26 Agustus 1962 ini telah terlihat sejak muda.

Baca juga :  Mahfud Shock!

Lulusan Universitas Indonesia dan University Illinois at Urbana-Champaign ini mulai menonjol karirnya ketika menjadi konsultan untuk lembaga USAID pada tahun 2001. Setahun kemudian karirnya meningkat setelah ditunjuk menjadi Direktur Eksekutif IMF mewakili 12 negara Asia Tenggara – posisi yang kemudian mengantarnya menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2004.

Sri, Anak Profesor Cawapres Jokowi

Setahun kemudian, Sri naik pangkat lagi menjadi Menteri Keuangan. Kiprahnya selama pemerintahan SBY dinilai cukup baik, mulai dari pembenahan birokrasi Kementerian Keuangan dari oknum-oknum koruptif, hingga kebijakan-kebijakannya dalam meningkatkan nilai investasi asing langsung.

Menurut catatan The Wall Street Journal, tahun 2004 nilai investasi asing langsung di Indonesia hanya menyentuh angka US$ 4,6 miliar. Setahun kemudian, jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat menjadi US$ 8,9 miliar – thanks to Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang dianggap unorthodox atau keluar dari jalur konsep-konsep yang konvensional, namun pada akhirnya berhasil mencapai tujuan keekonomian nasional. Hasilnya, pada tahun 2008 majalah Forbes menempatkan Sri sebagai perempuan paling berpengaruh ke-23 di dunia – pencapaian yang tidak bisa dianggap enteng.

Kiprah Sri Mulyani mungkin hanya sedikit tercoreng setelah terjadi skandal Bank Century di akhir masa tugasnya. Sri kemudian tidak lagi ikut kabinet SBY di periode kedua kekuasaan sang jenderal. Sejak 2010 hingga 2016, ia melanjutkan kiprah internasionalnya dengan menjadi Direktur Pelaksana di Bank Dunia – kedudukan yang lagi-lagi tidak bisa dianggap enteng.

Ia baru kembali ke pemerintahan setelah Presiden Jokowi menunjuknya menjadi Menteri Keuangan pada pertengahan 2016 lalu.

Kiprah Sri di era Jokowi memang mendatangkan kritik, tentu saja dari pihak oposisi atau tokoh macam Rizal Ramli. Namun, jika berkaca pada kondisi ekonomi makro saat ini, pencapaian Sri tidaklah buruk. Angka investasi misalnya menunjukkan kecenderungan peningkatan. Sri juga mengklaim angka kemiskinan masyarakat terus menurun. 

Kritik utama terhadap dirinya hanya pada pertumbuhan ekonomi nasional yang stagnan, serta kebijakan utang yang membengkak selama beberapa tahun terakhir. Saat baru diangkat sebagai menteri Jokowi, Sri juga dianggap sebagai tokoh dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi. 

Berbagai rekam jejak dan pencapaian yang berhasil diraih olehnya itu jelas menunjukkan bahwa istri dari ekonom Tony Sumartono ini adalah tokoh yang punya kapabilitas di bidang ekonomi – sektor yang menjadi tumpuan kebijakan-kebijakan Jokowi.

Maka, sangat mungkin investor melihat kesinambungan bisnis dan ekonomi Indonesia akan lebih terjamin jika wanita yang akrab disapa Bu Ani ini masih menjadi bagian penting dari pemerintahan Jokowi untuk periode berikutnya. Bahkan, kalau perlu, ia didukung untuk jabatan yang lebih tinggi termasuk menjadi cawapres Jokowi. Nama terakhir juga sepertinya nyaman dengan kinerja dan pencapaian Sri Mulyani.

Satu-satunya kekhawatiran adalah rekam jejak Sri Mulyani yang sangat dekat dengan dua institusi keuangan internasional besar, yakni IMF dan Bank Dunia. Dua lembaga tersebut punya citra yang negatif di Indonesia, terutama sejak krisis 1998, dan selalu diidentikkan dengan kebijakan pemberian pinjaman atau utang.

Sebagai bagian dari the Bretton Woods Institutions yang mentransformasi dunia pasca Perang Dunia II, baik IMF maupun Bank Dunia selalu punya citra negatif di negara-negara berkembang dan dianggap sebagai alat negara-negara besar melakukan kontrol.

Happy to see my friend Sri Mulyani Indrawati at the #IMFMeetings in DC. We look forward to holding the IMF and @WorldBank Annual Meetings in Indonesia in October. #IMF_VTI

Posted by Christine Lagarde on Friday, 20 April 2018

Kedekatan Sri dengan IMF dan Bank Dunia sangat mungkin membuat dirinya menjadi tokoh yang didukung, katakanlah oleh Amerika Serikat (AS) – negara sentral dalam dua organisasi tersebut. Bukan rahasia lagi jika negara yang satu ini selalu ikut campur dalam politik domestik Indonesia.

Baca juga :  Surya Paloh Pilih Anies atau Prananda? 

Apalagi, seminggu terakhir publik dalam negeri sedang larut dalam euforia “kesuksesan” negosiasi divestasi saham perusahaan asal AS, Freeport – yang sebetulnya baru memasuki tahap paling awal. Sri memang menjadi negosiator utama bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Bahkan, ia sepertinya lebih dipercaya perusahaan asal AS itu – juga oleh AS sendiri – dibanding dua nama lain, terbukti lewat kasus bocornya surat dari Freeport beberapa waktu lalu yang konon tidak ada tembusannya untuk Menteri Jonan.

Maka, dengan berhasilnya tahap awal negosiasi tersebut, tentu saja menguatkan posisi Sri Mulyani secara politik domestik dan di hadapan investor eksternal, termasuk AS. Hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi Jokowi jika memilihnya sebagai cawapres.

Persoalannya tinggal apakah Jokowi berani mengambil keputusan itu?

Cawapres Terbaik Versi Ekonomi?

Jokowi tentu saja harus membuat pilihan yang tepat untuk menentukan cawapres. Secara ekonomi dan dukungan eksternal, Sri Mulyani punya nilai lebih dibanding tokoh lain. Namun, Jokowi juga harus berhitung tentang isu lain – terutama isu agama dan militer – dalam menentukan keputusannya.

Dalam teori pilihan yang diperkenalkan oleh William Glasser (1925-2013), setidaknya ada beberapa alasan ketika seseorang menentukan sebuah pilihan.

Menurutnya, ada 4 kelompok kebutuhan fundamental secara psikologis yang mempengaruhi seseorang menentukan sebuah pilihan atau keputusan. Keempat kelompok tersebut adalah belonging/connecting/love, power/significance/competence, freedom/autonomy, serta fun/learning.

Tentu saja keempat kelompok itu tidak akan dibahas secara detil dalam tulisan ini. Namun, dalam kaitan dengan pilihan cawapres, sangat mungkin kelompok faktor power/signifikansi/kompetensi merupakan dasar pertimbangan utama untuk memilih cawapres. Pada titik ini, Sri Mulyani sangat mungkin punya semua faktor tersebut.

Secara kompetensi Sri Mulyani mumpuni, secara power punya dukungan eksternal, dan secara signifikansi tidak diragukan, maka tentu ia adalah pilihan yang sangat rasional bagi Jokowi. Persoalannya tinggal apakah Bu Ani diterima oleh partai-partai koalisi Jokowi.

Untuk persoalan terakhir itu, Jokowi juga sebetulnya akan mendapatkan keuntungan karena jika memilih Sri Mulyani, bukan tidak mungkin Partai Demokrat – dengan SBY sebagai tokoh utamanya – akan masuk dalam gerbong koalisi pendukung. Nama terakhir adalah mantan atasan Sri yang bukan tidak mungkin juga mendukungnya secara politik.

Pada akhirnya, semuanya kembali ke pilihan politik Jokowi, akankah mau bertaruh pada anak profesor itu atau tidak. Yang jelas, seperti kata Margaret Thatcher di awal tulisan, ekonom mampu melihat gambaran persoalan yang lebih besar. Semuanya bergantung keberanian Jokowi untuk menentukan pilihan. Menarik untuk ditunggu. (S13)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

“Original Sin”, Indonesia Harusnya Adidaya Antariksa? 

Di era Orde Lama dan awal Orde Baru, Indonesia pernah meluncurkan roket buatan sendiri dan dipandang sebagai kekuatan teknologi yang menjanjikan. Namun, menjelang Reformasi, semangat itu memudar.  

Utut, The Next Grandmaster PDIP?

Grandmaster catur yang bertransformasi menjadi elite PDIP, Utut Adianto menjadi nama menarik dalam bursa Sekretaris Jenderal PDIP andai benar-benar dilepaskan dari Hasto Kristiyanto. Lalu, mengapa nama Utut muncul dan diperhitungkan?

“A Desert Storm” Bayangi Kemenkeu?

Dinamika dan beberapa variabel substansial mengenai penerimaan negara di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terus berkembang. Terbaru, penunjukan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara menjadi salah satu variabel menarik yang memantik interpretasi mengenai keterkaitannya dengan kinerja Kementerian Keuangan serta masa depannya. Mengapa demikian?

Rahasia Banyaknya Anak Pemimpin dalam Sejarah Timur

Di dalam sejarah, banyak pemimpin bangsa dari kultur Timur menjadi pemimpin dengan jumlah anak terbanyak. Kira-kira apa alasannya? 

East Java Simmetry of Authority

Peta politik Jawa Timur saat ini seolah menggambarkan spektrum politik yang sangat beragam, unik, dan berbeda dengan wilayah lainnya. Khofifah Indar Parawansa yang mengampu kekuasaan periode pamungkasnya dinilai meninggalkan legacy dan ruang tersendiri bagi kekuatan politik lain dan dinilai bisa memengaruhi kontestasi 2029. Benarkah demikian?

Prananda The Unwanted Crown Prince

Seiring makin senjanya usia Megawati, nama Prananda Prabowo kerap dibahas dalam konteks kandidat yang dinilai cocok untuk meneruskan tampuk kepemimpinan di partai.

Menkes Budi dan Ironi Tarung Elite Kesehatan

Alih-alih menyelesaikan akar permasalahan aspek kesehatan masyarakat Indonesia secara konstruktif, elite pembuat keputusan serta para elite dokter dan tenaga kesehatan justru saling sindir. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin seolah masih belum menemukan ritme selaras, utamanya dengan asosiasi profesi kesehatan Indonesia yang bisa saja berbahaya bagi kepentingan kesehatan rakyat. Lalu, ada apa sebenarnya di balik intrik tersebut?

Prabowo’s Power School

Presiden Prabowo berencana membangun sekolah khusus untuk anak-anak cerdas-pandai dari kelompok masyarakat miskin: Sekolah Rakyat.

More Stories

Prananda The Unwanted Crown Prince

Seiring makin senjanya usia Megawati, nama Prananda Prabowo kerap dibahas dalam konteks kandidat yang dinilai cocok untuk meneruskan tampuk kepemimpinan di partai.

Prabowo’s Power School

Presiden Prabowo berencana membangun sekolah khusus untuk anak-anak cerdas-pandai dari kelompok masyarakat miskin: Sekolah Rakyat.

Chronicles Rewritten: Enter Fadli Zon

Menteri Kebudayaan Fadli Zon sat set menggarap program penulisan sejarah Indonesia. Bukan tanpa alasan, ada banyak bagian dari lembaran sejarah Indonesia yang belum sepenuhnya tepat atau bahkan masih menimbulkan perdebatan kebenarannya.