HomeHeadlineSBY Gertak Koalisi Perubahan?

SBY Gertak Koalisi Perubahan?

Kecil Besar

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan bertemu dengan Prabowo Subianto dalam waktu dekat. Apakah ini cara SBY menggertak Koalisi Perubahan untuk memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres Anies Baswedan?


PinterPolitik.com

Beberapa minggu terakhir ini pemberitaan cukup berpusat pada rencana pertemuan dua jenderal besar sekaligus politisi besar, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto.

“Memang benar dua minggu terakhir ini ada pembahasan ada saling komunikasi, kami mendengar ada kabar dari Pak Prabowo untuk bersilaturahmi dengan Pak SBY,” ungkap Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada 14 Mei 2023.

Rencana pertemuan itu menarik atensi luas karena Partai Demokrat disebut-sebut tengah diajak untuk membentuk Koalisi Besar. Sejauh ini Koalisi Besar berpotensi diisi oleh Partai Gerindra, PKB, dan Partai Golkar.

“Inilah Koalisi Besar untuk bangsa,” ungkap Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution pada 10 Mei 2023.

Yang lebih menarik soal potensi terbentuknya Koalisi Besar adalah posisi Partai Demokrat di Koalisi Perubahan. Lantas, apakah ini sinyal Partai Demokrat akan meninggalkan Koalisi Perubahan?

ahy seharusnya yang capres

SBY si Maverick

Sebelum membahas lebih jauh, menarik sekiranya untuk lebih mengenal sosok SBY yang disebut-sebut sebagai peracik strategi de facto Partai Demokrat.

Adhi Priamarizki dalam tulisannya Military Reform and Military Maverick, menyebutkan bahwa sama dengan Agus Wirahadikusumah dan Agus Widjojo, SBY tergolong sebagai military maverick atau maverick militer.

Mengutip Barry Posen dalam The Source of Military Doctrine: France, Britain, and Germany between the World Wars, maverick militer adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan para perwira militer yang memiliki cara berpikir yang relatif berbeda dan dapat mengusulkan ide perubahan yang signifikan.

Secara khusus, sosok-sosok maverick militer disebut memainkan peran penting dalam membawa ide-ide demokrasi berhasil masuk ke angkatan bersenjata.

Baca juga :  Apocalypse Now Prabowo: Sritex dan Tritum Konfusianisme

Menurut Priamarizki, ketiga sosok militer tersebut memainkan peran penting dalam upaya mereformasi militer dan mendukung agenda demokratisasi di penghujung tahun 1990-an dan di awal 2000-an.

Sosoknya sebagai maverick militer juga terlihat jelas dari kemampuan SBY dalam menyiapkan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik. Menurut Dipo Alam dalam tulisannya Jalan Demokrasi Para Jenderal, persiapan sudah dilakukan SBY sejak 2002. Namun, ada pula yang menyebut SBY telah menyiapkan jaringannya sejak tahun 1990-an.

Selama sepuluh tahun menjadi RI-1, kapasitas SBY sebagai maverick militer semakin terlihat. Menariknya, selaku sosok yang merasakan dwifungsi dan represi militer di era Orde Baru, SBY justru dikenal sebagai Presiden yang demokratis.

Mengacu pada data Economist Intelligence Unit (EIU), dari tahun 2006 ke 2015, skor indeks demokrasi Indonesia naik dari 6,41 menjadi 7,03.

Pada 7 Februari 2017, terdapat cerita menarik dari SBY. Ia mengaku pernah mendapat saran agar berlaku lebih tegas dan keras karena dirinya dinilai terlalu demokratis. Menurutnya, tawaran itu adalah godaan politik yang sangat menggiurkan. Namun, setelah memikirkan dengan baik-baik, SBY memutuskan tidak mengambil saran tersebut.

Selain persoalan demokrasi, kemampuan SBY sebagai seorang maverick militer juga terlihat dari strategi politiknya yang kemungkinan besar mengaplikasikan strategi ahli perang asal Tiongkok, Sun Tzu dalam buku The Art of War.

Sebagai contoh, SBY mungkin mengaplikasikan nasihat Sun Tzu soal merangkul musuh. SBY dikenal dengan sifat kompromi dan kebiasaannya untuk merangkul para pengkritik kerasnya.

infografis demokrat tinggalkan koalisi perubahan

Gertakan SBY?

Setelah memahami SBY sebagai seorang military maverick atau kita sebut saja sebagai si ahli strategi, sekiranya sulit membayangkan bahwa rencana pertemuan SBY dengan Prabowo hanya sebatas silaturahmi politik biasa.

Baca juga :  Ini Akhir Cerita Thohir Brothers?

Ada dua kemungkinan yang dapat dibaca. Pertama, seperti pemberitaan yang tengah meluas, Partai Demokrat mungkin akan bergabung untuk membentuk Koalisi Besar. Setelah menjadi oposisi selama 10 tahun, Partai Demokrat sekiranya rindu untuk berada di kursi Istana.

SBY mungkin melihat terdapat potensi besar kemenangan Prabowo apabila Koalisi Besar terbentuk. Gabungan Gerindra, PKB, Golkar, dan Demokrat akan menjadi kekuatan politik yang luar biasa.

Bicara penguasaan suara di Pulau Jawa, keempatnya memainkan porsi saling melengkapi. Lumbung suara Gerindra dan Golkar adalah Jawa Barat. Sedangkan PKB dan Demokrat adalah Jawa Timur.

Sekarang kita lanjut ke kemungkinan kedua. Dibanding yang pertama, kemungkinan kedua sekiranya lebih menarik. Alih-alih bergabung ke Koalisi Besar yang berpotensi membuat Demokrat hanya menjadi partai pendukung, SBY mungkin tengah melakukan gertakan politik (political bluffing).

Apa tujuan gertakannya? Tentu saja agar AHY dipilih sebagai cawapres Anies Baswedan. Hipotesis itu menguat setelah munculnya wacana Airlangga Hartarto juga berpotensi menjadi cawapres Anies. Tidak jelasnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) membuat Partai Golkar ditawari untuk bergabung dengan Koalisi Perubahan.

NasDem dan PKS bahkan terlihat terbuka apabila Airlangga menjadi cawapres Anies. “Kan enggak mungkin ada nama di luar lingkaran (koalisi). Kalau Pak Airlangga mau, ya masuk dulu. Perundingannya bisa berubah lagi,” ungkap Ketua DPP NasDem Willy Aditya pada 5 Mei 2023.

Sebagaimana analisis pengamat politik Ujang Komarudin, pertemuan SBY dengan Prabowo sekiranya membuat gusar NasDem dan PKS. Demokrat yang sudah mendukung pencapresan Anies justru berpotensi meninggalkan mereka.

Oleh karenanya, jika NasDem dan PKS merasa Partai Demokrat adalah bagian penting dari Koalisi Perubahan, bukan tidak mungkin tiket cawapres diberikan ke AHY untuk mempertahankan Partai Demokrat. Kita lihat saja. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Mitos “Hantu Dwifungsi”, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...