HomeNalar PolitikRidwan Kamil, The Future President?

Ridwan Kamil, The Future President?

Calon presiden (capres) nomor urut dua, Prabowo Subianto, menyebut mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil bisa saja suatu hari nanti menjadi tokoh nasional – bahkan bisa masuk sejarah. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

“Saya punya feeling ini. Ridwan Kamil akan muncul dalam sejarah bangsa Indonesia” – Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan (Menhan) RI

Di hari itu, pada Kamis, 23 November 2023, ribuan orang berkumpul di Bandung, Jawa Barat (Jabar). Orang-orang ini hadir untuk mengikuti Rapat Kerja Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Jabar.

Sejumlah nama-nama terkenal juga hadir di hari itu. Salah satunya adalah mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil. Namun, nama mantan gubernur yang kini juga menjadi politikus Partai Golkar ini juga disebutkan dalam sambutan seorang pejabat penting, yakni Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.

Dalam sambutan itu, Prabowo mengatakan bahwa Kang Emil adalah salah satu tokoh Jabar yang sangat dikenal. Bahkan, tidak hanya di Jabar, Prabowo menganggap bahwa Kang Emil akan menjadi tiba di level nasional pada suatu hari nanti.

Menariknya, Kang Emil juga memiliki peran dan jabatan penting dalam upaya pemenangan pasangan kandidat 2024, Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka. Mantan gubernur itu juga dikukuhkan sebagai Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jabar.

Mungkinkah – bila Prabowo-Gibran nanti menang di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 – Kang Emil berkesempatan untuk menjabat jabatan di tingkat nasional seperti pernyataan Prabowo? 

Bisa saja. Tidak ada yang tidak mungkin. Apalagi, bukan rahasia lagi bahwa spoils system (bagi jatah) adalah hal yang umum terjadi di politik Indonesia.

Namun, terlepas dari itu, apakah Kang Emil harus mengambil kesempatan itu – bila pada akhirnya ditawari jadi menteri? Mengapa kesempatan itu sebenarnya bukamlah hal yang tengah dibutuhkan oleh Kang Emil?

Meniti Karier Politik ala Ridwan Kamil?

Seperti pekerja pada umumnya, para politisi juga membangun karier mereka di dunia politik. Mereka juga harus menimbang pilihan-pilihan karier yang ada di hadapan mereka agar bisa memiliki jenjang karier yang baik.

Anggapan ini juga dijelaskan oleh Gordon S. Black dalam tulisannya yang berjudul A Theory of Political Ambition: Career Choices and the Role of Structural Incentives. Setidaknya, hampir semua politisi punya ambisi politik untuk memiliki jenjang karier yang terus meningkat.

Salah satu caranya adalah dengan mengincar jabatan politik yang lebih tinggi. Sederhananya, begini. Ketika jabatan wali kota atau bupati sudah dijalani, maka jabatan politik yang lebih tinggi adalah menjadi gubernur. 

Begitu juga seterusnya. Apabila jabatan gubernur sudah dilalui, bukan tidak mungkin jenjang karier selanjutnya yang bisa menjadi kesempatan adalah dengan masuk dalam tingkat politik nasional – misal dengan menjadi menteri.

Boleh jadi, kesempatan karier demikianlah yang tengah ada di hadapan Kang Emil dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, Kang Emil sendiri mengakui bahwa dirinya mendapatkan sejumlah tawaran saat masa jabatannya sebagai Gubernur Jabar akan berakhir – salah satunya adalah untuk menjadi menteri.

Tidak dipungkiri, jabatan menteri adalah jabatan yang penting. Apalagi, dengan menjadi menteri di pemerintahan pusat, bukan tidak mungkin ini menjadi batu loncatan (stepping stone) yang menarik untuk menuju jenjang karier selanjutanya, yakni menjadi presiden.

Di Amerika Serikat (AS), sejumlah menteri berhasil terpilih menjadi presiden. Beberapa di antaranya adalah mereka yang pernah menjabat sebagai menteri luar negeri (menlu) – atau biasa disebut sebagai secretary of state di AS.

Thomas Jefferson, misalnya, pernah menjabat sebagai menlu AS sebelum akhirnya menjadi presiden AS pada tahun 1801-1809. Selain Jefferson, masih banyak lagi nama yang mengikuti jejaknya – seperti James Madison, James Monroe, John Quincy Adams, Martin Van Buren, dan James Buchanan Jr.

Lantas, apakah situasi yang sama juga ada di Indonesia? Mungkinkah Kang Emil bisa menjadi presiden di masa depan setelah nanti menjabat sebagai menteri di pemerintahan selanjutnya?

Ridwan Kamil Lebih Cocok di DKI?

Namun, menjadi menteri bukanlah satu-satunya stepping stone yang bisa dilalui untuk menjadi presiden di masa depan. Justru, bisa jadi, ada jabatan publik lainnya yang lebih menjanjikan guna menjadi stepping stone tersebut.

Di AS, misalnya, berdasarkan data dalam artikel berjudul Which Offices Are Good Stepping Stones To The Presidency? yang ditulis Nathaniel Rakich, sebagian kandidat presiden memegang posisi gubernur sebelum akhirnya dijadikan kandidat.

Selain itu, dari data yang sama, mereka yang di jabatan terakhir menjabat sebagai gubernur juga paling banyak memenangkan Pilpres AS sehingga akhirnya bisa menjabat sebagai presiden AS.

Bukan tidak mungkin, jabatan gubernur adalah stepping stone yang paling menjanjikan untuk menjadi presiden di AS. Namun, bagaimana dengan di Indonesia?

Bukan tidak mungkin, hal yang sama juga berlaku di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi), misalnya, pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sebelum akhirnya menjadi presiden pada tahun 2014.

Selain Jokowi, sejumlah capres 2024 kini juga menjabat sebagai gubernur sebelumnya. Di antaranya adalah Ganjar Pranowo yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Anies Baswedan yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Tentu, Kang Emil sendiri pernah menjabat sebagai gubernur. Namun, bukan tidak mungkin, faktor wilayah turut mempengaruhi kemungkinan seorang gubernur untuk dicalonkan sebagai capres.

Mungkin, bila dibandingkan dengan gubernur Jabar, seorang gubernur DKI Jakarta memiliki probabilitas lebih tinggi. Ini terjadi karena Jakarta adalah pusat perhatian nasional.

Dalam studi Creating Content, Shaping Society: Do Indonesia Media Uphold the Principle of Citizenship dari Centre for Innovation, Policy, and Governance (CIPG), ditemukan bahwa konten-konten di media masih sangat Jakarta-sentris.

Ini mengapa akhirnya konten-konten yang disajikan di media lebih berpusat pada kehidupan sehari-hari di Jakarta – termasuk dalam hal politik. 

Selain itu, Jakarta sendiri banyak disebut sebagai Indonesia versi mini – yang mana banyak macam kelompok hadir dan eksis di Jakarta. Eksposur yang lebih saat menjadi gubernur DKI Jakarta seperti ini bukan tidak mungkin turut meningkatkan probabilitas untuk menjadi presiden.

Lantas, bagaimana dengan Kang Emil? Haruskah Kang Emil menjadi gubernur DKI Jakarta saja? Tentunya, pilihan itu kembali lagi ke Kang Emil sendiri. 

Pasalnya, Kang Emil sendiri mengaku bahwa dirinya sudah mendapatkan dua surat penugasan, yakni untuk kembali maju sebagai calon gubernur (cagub) di Jabar dan juga untuk maju sebagai cagub DKI Jakarta. Dari dua opsi itu, pilihan mana yang akan diambil oleh Kang Emil untuk menjadi the future president? (A43) 


Baca juga :  “Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?