HomeNalar PolitikMengapa PDIP Takut Megawati Sakit?

Mengapa PDIP Takut Megawati Sakit?

Beberapa hari yang lalu beredar hoaks yang menyebutkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tengah sakit dan masuk ICU. Berbagai politisi PDIP dengan cepat langsung menepis. Ada pula dugaan Sekjen PDIP bahwa isu tersebut digunakan sebagai agenda politik. Pertanyaannya, mengapa PDIP begitu reaktif atas isu kesehatan Megawati?


PinterPolitik.com

“Presumably, all leaders could have access to the best medical care, but getting that care can be a kiss of political death.” – Bruce Bueno de Mesquita dan Alastair Smith, dalam In Sickness and in Health: Why leaders keep their illnesses secret

Akhir-akhir ini, isu kurang mengenakkan tengah menimpa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Pada Kamis (9/9), sebuah kabar beredar menyebutkan Megawati tengah sakit keras dan masuk ICU Rumah Sakit.

Setelah kabar tersebut beredar, berbagai politisi PDIP bertindak cepat untuk menepis. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, misalnya, menegaskan bahwa Megawati dalam keadaan sehat dan energik. Bahkan pada Rabu (8/9) malam, Megawati masih memberi arahan terkait program partai.

Pada Jumat (10/9), Megawati juga menghadiri pembukaan kegiatan Sekolah Partai Pendidikan untuk Kader Madya secara virtual dari kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Gestur tersebut dengan jelas ingin memberikan bantahan tegas dan mengatakan, “saya baik-baik saja”.

Tidak hanya menepis, pada Sabtu (11/9), Hasto juga menduga ada agenda politik di balik pelemparan isu ini. Ditegaskan pula, PDIP telah melakukan pelacakan terkait dari mana sumber isu berasal.

Baca Juga: Megawati Takut Kehilangan Jokowi?

Terkait isu Megawati sakit, ada komentar menarik dari pakar hukum tata negara Refly Harun. “Karena ini politik, ya memang gosipnya menjadi tinggi. Saya katakan, Megawati adalah konstelator, penentu arah perahu republik ini,” ungkapnya pada Kamis (9/9).

Poin Refly ini menarik karena dapat kita gunakan untuk merefleksikan respons PDIP yang terlihat begitu reaktif terhadap isu kesehatan Megawati. Dengan fakta politik memang penuh dengan gosip-gosip, mengapa PDIP tidak biarkan saja isu seperti itu? Bukankah dengan memberikan tanggapan, isu tersebut menjadi semakin menyebar?

Lantas pertanyaannya, mengapa PDIP memberikan respons reaktif, bahkan berusaha melacak sumber isu?

Kesehatan Politisi itu Politik

Untuk memahami respons reaktif tersebut, kita dapat melakukan komparasi dengan apa yang dilakukan oleh Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Kim begitu menjaga persepsi publik atas kondisi kesehatannya.

Dalam setiap kunjungannya, Kim bahkan membawa toilet pribadi untuk menghindari fesesnya diteliti agar kondisi kesehatannya tidak terbongkar. Menurut ahli pencernaan dr. Jean-Pierre Raufman, feses memang dapat memberitahu banyak informasi tentang kesehatan seseorang, mulai dari pendarahan dalam, konsumsi obat, hingga nutrisi.

Baca juga :  Megawati, Jokowi, dan Balada Frankenstein 

Reporter Gedung Putih, Alex Ward dalam tulisannya The rumors of Kim Jong Un’s “grave” illness, explained memberikan penjelasan penting, mengapa dunia, khususnya Amerika Serikat (AS) begitu fokus pada isu kesehatan Kim. AS bahkan disebut menurunkan lembaga intelijennya untuk mengonfirmasi kebenaran isu kesehatan Kim.

Pertama, penting bagi AS untuk mengetahui kondisi negara lain beserta pemimpinnya. Apalagi, Korea Utara merupakan satu dari sedikit negara yang memiliki kekuatan nuklir.

Kedua, kesehatan Kim memiliki implikasi penting bagi AS. Pasalnya, jika kesehatan Kim memburuk, penting bagi AS untuk segera mengetahui siapa sosok yang akan menggantikan posisinya.

Ini tentu vital agar AS mengetahui bagaimana karakter dan arah politik pemimpin baru Korea Utara. Ada pula kepentingan untuk melakukan pendekatan politik terhadap pemimpin baru.

Menariknya, kebiasaan menyembunyikan kondisi kesehatan pemimpin juga terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Amerika Serikat.

Asisten Profesor di University of Georgia, David E. Clementson dalam tulisannya A brief history of presidents disclosing – or trying to hide – health problems menyebutkan bahwa presiden-presiden AS kerap menyembunyikan kondisi kesehatan dari pengetahuan publik.

Pada tahun 1893, Presiden Grover Cleveland disebutkan secara diam-diam melakukan operasi pengangkatan tumor di sebuah kapal pesiar. Pada tahun 1901, ketika kondisi kesehatan Presiden William McKinley memburuk, bahkan hampir meninggal karena pneumonia, juru bicaranya justru membantah spekulasi bahwa sang presiden tengah sakit.

Baca Juga: Megawati Cegah PDIP Nyungsep?

Kasus serupa juga ditemukan di Presiden Woodrow Wilson ketika dirumorkan terkena sipilis, dan di Presiden Franklin Delano Roosevelt ketika mengalami kelumpuhan akibat polio. Yang terbaru, kondisi kesehatan Presiden Donald Trump ketika terkena Covid-19 juga menjadi rumor hangat bagi warga dan media AS.

Bruce Bueno de Mesquita dan Alastair Smith dalam tulisannya In Sickness and in Health: Why leaders keep their illnesses secret, memberikan penjelasan penting di balik lumrahnya pemimpin negara menyembunyikan kondisi kesehatannya.

Menurutnya, kendati sangat manusiawi pemimpin sakit dan mendapatkan perawatan kesehatan, mengumumkan hal tersebut justru dapat menjadi political death, khususnya bagi pemimpin otokratis.

Pasalnya, kesetiaan pendukung kerap kali terjadi jika mereka melihat pemimpin masih akan berkuasa atau memberikan keuntungan. Dengan pemimpin secara terbuka menunjukkan kondisi kesehatannya memburuk, itu dapat menjadi sinyal atau pesan bahwa kekuasaannya tidak akan bertahan lama lagi.

Baca juga :  Sekuat apa PDIP "Cengkram" Anies?

Dengan relasi politik yang kerap kali bersifat transaksional, konsekuensinya mudah ditebak. Mereka yang awalnya mendukung akan berlomba untuk mencari tunggangan baru dan mulai meninggalkan sang pemimpin.

Ancam Internal Partai?

Dari penjelasan-penjelasan tersebut sekiranya sudah dapat dijawab mengapa PDIP begitu reaktif atas isu kesehatan Megawati yang tengah memburuk. Pasalnya, sama seperti Kim yang menjadi simbol pemersatu Korea Utara, Megawati juga disebut-sebut merupakan simbol kesatuan PDIP.

Sekiranya lumrah diketahui bahwa terdapat berbagai faksi di tubuh PDIP saat ini. Tanpa adanya Megawati, mudah ditebak faksi-faksi tersebut akan berebut kekuasaan secara frontal. Bahkan disebutkan, terdapat ketakutan dari internal PDIP apabila Megawati tidak lagi menjabat sebagai pemimpin tertinggi partai banteng.

Kekhawatiran itu tidak berlebihan. Pasalnya, Megawati dikenal sebagai pemimpin otokratis, di mana semua keputusan PDIP disebut berpusat pada dirinya. Ini jelas terlihat dari berbagai jawaban politisi PDIP yang menyebutkan, “keputusan berada di tangan Megawati”. Pada Selasa (30/3), misalnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut keputusan PDIP di Pilpres 2024 ditetapkan oleh Megawati.

Persoalan ini sekiranya menjawab mengapa Megawati masih menjadi Ketua Umum PDIP, meskipun telah berulang kali menyebut sudah siap melakukan regenerasi.

Selain itu, terkhusus berbicara soal pengganti Megawati, jika benar-benar sakit, itu dapat menjadi ganjalan bagi Puan Maharani untuk berkuasa, baik menjadi pemimpin partai ataupun maju di Pilpres 2024.

Baca Juga: Ganjar “Bunuh Diri” Jika Tetap di PDIP?

Pasalnya, saat ini tengah ada pergulatan di internal PDIP antara kubu trah Soekarno dan mereka yang mendukung kandidat non-trah. Menurut pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, persoalan tersebut telihat pada perseteruan Ganjar Pranowo dengan PDIP, di mana kader loyal keluarga Soekarno tengah berusaha menegur Ganjar agar tidak berlebihan menonjolkan citranya.

Sedikit berspekulasi, katakanlah Megawati benar-benar sakit, mudah ditebak itu akan menjadi kesempatan bagi kelompok non-trah untuk mendukung kandidat non-trah seperti Ganjar.

Well, pada akhirnya, sekiranya kita dapat memahami mengapa PDIP begitu reaktif merespons hoaks Megawati tengah sakit dan masuk ICU. Tidak hanya untuk menjaga persepsi kontinuitas kepemimpinan Megawati, melainkan juga untuk menjaga konsolidasi internal PDIP, dan dampak-dampak praktis lainnya. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Mungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

PDIP dirumorkan akan segera bergabung dengan koalisi Prabowo. Mungkinkah ini bentuk CLBK antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri?

KADIN dan Kemenangan Tertunda Anin?

Terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menggantikan Arsjad Rasjid meninggalkan ruang tafsir atas adanya intervensi serta deal politik tertentu. Namun, benarkah demikian? Dan mengapa intrik ini bisa terjadi?

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Digerogoti Kasus, Jokowi Seperti Pompey?

Mendekati akhir jabatannya, sejumlah masalah mulai menggerogoti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apakah ini artinya dukungan elite kepadanya mulai melemah?

Titip Salam dari Mega ke Prabowo: Menuju Koalisi?

Seiring dengan “audisi” menteri yang dilakukan oleh Prabowo Subianto untuk kementerian di pemerintahannya, muncul narasi bahwa komunikasi tengah terjalin antara ketum Gerindra itu dengan Megawati Soekarnoputri.

Menuju Dual Power Jokowi vs Prabowo

Relasi Jokowi dan Prabowo diprediksi akan menjadi warna utama politik dalam beberapa bulan ke depan, setidaknya di sisa masa jabatan periode ini.

Jokowi Dukung Pramono?

Impresi ketertinggalan narasi dan start Ridwan Kamil-Suswono meski didukung oleh koalisi raksasa KIM Plus menimbulkan tanya tersendiri. Salah satu yang menarik adalah interpretasi bahwa di balik tarik menarik kepentingan yang eksis, Pramono Anung boleh jadi berperan sebagai “Nokia”-nya Jokowi dan PDIP.

Trump atau Kamala, Siapa Teman Prabowo?

Antara Donald Trump dan Kamala Harris, siapa lebih untungkan Prabowo dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...