HomeHeadlineKL to Tehran: Mossad’s New Playground?

KL to Tehran: Mossad’s New Playground?

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Saling balas rudal di antara Israel dan Iran menguak operasi Mossad di dalamnya. Dan menariknya, saat berbicara lembaga telik sandi negeri Ben Gurion, Malaysia juga kiranya tak bisa dilepaskan dari kausalitas. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Mossad, badan intelijen luar negeri Israel, disebut memainkan peran sentral dalam keberhasilan serangan presisi Israel terhadap jantung militer Iran dalam eskalasi konflik terbaru di pertengahan tahun 2025.

Infiltrasi mendalam ke dalam wilayah teritorial dan institusional Iran disebut-sebut sebagai kunci keberhasilan operasi-operasi tersebut.

Namun yang menarik dan sebenarnya tak terlalu mengejutkan, Malaysia—negara yang secara geografis jauh dari Timur Tengah dan selama ini memiliki reputasi kuat mendukung Palestina—disebut ikut terseret dalam orbit operasi intelijen Mossad.

Lalu, apakah ini menandakan Malaysia menjadi “medan laga” baru dari konflik bayangan antara Israel dan Iran?

Relasi antara Israel dan Iran telah lama berada dalam bayang-bayang konfrontasi ideologis, geopolitik, dan keamanan. Sejak Revolusi Iran 1979, Iran memosisikan dirinya sebagai poros perlawanan terhadap Israel di kawasan.

Sebaliknya, Israel melihat Iran sebagai ancaman eksistensial utama, terutama karena ambisi nuklir Teheran dan dukungannya terhadap kelompok-kelompok perjuangan yang resisten terhadap Tel Aviv.

Di tengah ketegangan ini, Mossad tampil sebagai aktor klandestin yang memainkan strategi “offensive intelligence” melalui infiltrasi mendalam (deep penetration), spionase teknologi, dan operasi hitam (black ops).

Berjalan paralel, satu hal yang mencuat dari laporan The Washington Institute adalah keterlibatan Malaysia sebagai wilayah transit, rekruitmen, hingga eksekusi terhadap elemen-elemen yang dianggap mengancam kepentingan Israel.

Kasus pembunuhan Fadi al-Batsh, ilmuwan Palestina yang dibunuh di Kuala Lumpur pada 2018, yang meski dibantah Israel, secara hipotesa menjadi impresi kuat bahwa Mossad menjadikan Malaysia bagian dari “medan operasi.”

Baca juga :  Jalan Buntu Rumah Subsidi

Di balik ini semua, Malaysia dan Iran sebenarnya memiliki relasi diplomatik yang, meski tidak spektakuler, cukup erat dalam narasi anti-Israel.

Keduanya konsisten mendukung Palestina di forum-forum internasional. Namun, diplomasi formal ini tak selalu menjamin bahwa wilayah mereka steril dari infiltrasi Mossad.

Justru, posisi tegas anti-Israel sering kali menjadi justifikasi bagi Mossad untuk menjadikan negara-negara tersebut sebagai target operasi.

Lantas, mengapa segitiga relasi di antara ketiga negara itu menjadi menarik?

Multi Stage Mossad?

Dalam kerangka intelijen strategis, konsep “theater of operations” sangat relevan. Mossad tidak hanya beroperasi dalam zona perang terbuka, melainkan juga membentuk “zona abu-abu” di negara-negara dengan kontrol keamanan yang dianggap longgar atau relasi informal dengan target Israel.

Malaysia, dalam hal ini, menyediakan ruang tersebut. Dengan komunitas ekspatriat Arab dan Iran yang besar, akses teknologi, serta sistem keamanan sipil yang tidak seketat Israel atau negara-negara NATO.

Menurut laporan The Washington Institute, Mossad memanfaatkan Malaysia sebagai simpul dalam jaringan globalnya. Hal itu mencakup pengawasan dan penculikan target intelijen: Misalnya, kasus penculikan warga Palestina di Malaysia yang diinterogasi terkait aktivitas kelompok Palestina pada 2022 lalu.

Lalu, infiltrasi ke dalam sistem teknologi lokal, termasuk perekrutan warga lokal untuk mengakses informasi atau teknologi strategis.

Ketiga, relasi tiga arah di mana Malaysia–Iran–Israel menjadi semacam intelligence triangle saat ketiganya saling bersinggungan dalam logika perang bayangan (shadow war).

Yang menarik, Malaysia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun ironisnya telah beberapa kali menjadi lokasi operasi Mossad.

Di sinilah letak kekuatan Mossad, yang seolah mengubah wilayah netral menjadi zona proyeksi kekuasaan melalui jaringan intelijen. Ini sejalan dengan konsep power projection through intelligence, di mana kekuatan suatu negara dapat diproyeksikan tidak hanya melalui kekuatan militer, tetapi juga melalui dominasi informasi dan infiltrasi.

Baca juga :  Iran vs Israel: Saatnya Prabowo Bikin Nuklir?

Dibandingkan CIA, Mossad memiliki karakteristik yang sepertinya lebih laser-focused. Mereka mengerahkan sumber daya dengan sangat presisi untuk target tertentu, dan memiliki fleksibilitas strategis karena struktur birokrasi yang ramping.

Anggaran Mossad memang lebih kecil daripada CIA, namun proporsionalitas misi dan fokus membuat efektivitas operasionalnya sangat tinggi. Di saat yang sama, kolaborasi terbatas namun signifikan dengan CIA disebut-sebut juga memperkuat legitimasi internasional Mossad di ranah intelijen global.

mossad vs cia kuatan mana

Segitiga Intelijen Tak Terhindarkan?

Mossad agaknya memandang konstelasi global sebagai fluid battlefield.  Malaysia dalam hal ini agaknya tidak hanya menjadi wilayah transit, melainkan juga sumber daya manusia, baik sebagai target maupun alat Mossad.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Intelligence in War oleh John Keegan, perang modern tidak lagi atau hanya ditentukan oleh kekuatan senjata, tetapi oleh kemampuan mengetahui dan mengganggu rencana musuh sebelum terjadi.

Mossad, dengan kelihaiannya menempatkan agen di dalam jaringan target, menunjukkan bahwa perang informasi dan infiltrasi adalah senjata utama mereka, lebih kuat daripada peluru atau rudal.

Dengan serangkaian operasi yang berhasil, dari infiltrasi serta sabotase fasilitas nuklir Iran hingga pembunuhan ilmuwan, Mossad seakan menunjukkan keunggulan dalam perang asimetris melalui intelijen.

Kini, dengan kehadiran jejak Mossad juga di Malaysia, babak baru dalam konflik global kiranya juga tengah berlangsung, yakni perang di wilayah “netral” yang sebelumnya dianggap aman dari eskalasi konflik Israel vs Iran maupun dengan negara timur tengah lainnya.

Maka, pertanyaannya, sejauh mana Mossad dapat terus menjadikan Tehran dan Kuala Lumpur sebagai medan operasi terkini kepentingan Israel? Lalu, apakah keterkaitan dan tensi di antara negara-negara ini akan memengaruhi eskalasi konflik yang bisa meluas? Hanya waktu yang dapat menjawabnya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Gen Z is Going Corrupt?

Publik diramaikan dengan pembahasan tersangka kasus korupsi yang tengah diusut KPK atas nama Nur Afifah Balqis yang masih berusia 24 tahun.

AS-Tiongkok = Sasuke-Naruto? 

Hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok tidak sesederhana permusuhan atau persaingan semata. Di balik rivalitas yang sering muncul di permukaan, ada sejarah panjang kerja sama dan keterkaitan yang membentuk keseimbangan global. 

Trump dan Soccer Super Power?

Kehadiran Presiden Donald Trump di final FIFA Club World Cup 2025 kiranya bukan sekadar tontonan, tapi simbol ambisi Amerika Serikat menjadi kekuatan global baru di sepak bola. Dari Beckham di LA Galaxy, Messi di Inter Miami hingga Task Force Piala Dunia 2026, AS tampak serius membentuk identitas baru, soccer super power.

Filosofi Kopi Prabowo Subianto?

Presiden Prabowo Subianto dikenal dengan kebiasaannya meminum kopi hitam. Apa sebenarnya filosofi kopi ala Prabowo?

Prabowo’s International Political Dance

Prabowo bisa dibilang menjadi salah satu presiden yang paling aktif dalam politik internasional. Ini kontras dengan presiden sebelumnya, Jokowi, yang tak begitu getol dalam panggung internasional kecuali jika berhubungan dengan masalah ekonomi.

King Indo Linguistic Flex

Bahasa Indonesia agaknya makin mendominasi ruang digital negara lain, khususnya Malaysia, dari TikTok hingga ruang kelas. Fenomena ini tampaknya bukan sekadar soal bahasa, tapi ekspansi soft power Indonesia di Asia Tenggara. Apakah ini adalah gejala menuju lahirnya “King Indo Digital Empire”?

The Gibran’s Gambit?

Penugasan Wakil Presiden Gibran dalam percepatan pembangunan Papua membuka ruang analisis baru dalam dinamika kepemimpinan nasional. Di balik mandat kelembagaan ini, tersirat peluang pembentukan citra politik yang lebih otonom dan strategis.

Mythical Leaders from Gunung Lawu?

Gunung Lawu, menjulang gagah di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, bukan sekadar gunung. Ia adalah jantung rahasia Jawa, tempat para leluhur dipercaya masih bersemayam, dan panggung abadi bagi narasi kepemimpinan yang tak lekang oleh waktu.

More Stories

Trump dan Soccer Super Power?

Kehadiran Presiden Donald Trump di final FIFA Club World Cup 2025 kiranya bukan sekadar tontonan, tapi simbol ambisi Amerika Serikat menjadi kekuatan global baru di sepak bola. Dari Beckham di LA Galaxy, Messi di Inter Miami hingga Task Force Piala Dunia 2026, AS tampak serius membentuk identitas baru, soccer super power.

King Indo Linguistic Flex

Bahasa Indonesia agaknya makin mendominasi ruang digital negara lain, khususnya Malaysia, dari TikTok hingga ruang kelas. Fenomena ini tampaknya bukan sekadar soal bahasa, tapi ekspansi soft power Indonesia di Asia Tenggara. Apakah ini adalah gejala menuju lahirnya “King Indo Digital Empire”?

Byurr! Pramono, Politik Banjir Kiriman?

Ketika Pramono menyebut “banjir kiriman” sebagai hal yang given, publik dihadapkan pada dilema klasik antara penjelasan dan penyelesaian. Apakah ini sekadar narasi lama yang diulang, atau sinyal kegagalan kolektif menangani krisis air Jakarta secara tuntas dari hulu hingga hilir?