BerandaHeadlineJokowi Lengser, Luhut Tersungkur?

Jokowi Lengser, Luhut Tersungkur?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sangat dipercaya oleh Presiden Jokowi. Setelah Jokowi lengser pada 2024, apakah Luhut masih memiliki pengaruh besar di pemerintahan? Apakah Luhut akan tersungkur?


PinterPolitik.com

Rasa-rasanya, banyak pihak sudah menyadari bahwa Luhut Binsar Pandjaitan adalah sosok yang sangat dipercaya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saking banyaknya tugas yang diberikan RI-1, Luhut sampai mendapat berbagai julukan, seperti “Menteri Segala Urusan”, “Perdana Menteri”, hingga “Lord”. Sejauh ini, setidaknya ada 27 tugas yang diberikan kepada Luhut.

Pada 24 Mei 2022, politisi PDIP Masinton Pasaribu terlihat memberikan komentar negatif terhadap banyaknya penugasan Luhut. Ketika ditunjuk mengurus masalah minyak goreng oleh Presiden Jokowi, Masinton menyebut itu sebagai indikasi adanya posisi “Perdana Menteri” dalam sistem ketatanegaraan kita. 

Menariknya, berbeda dengan Masinton, pengamat politik Rocky Gerung yang dikenal keras mengkritik pemerintah, justru memberikan respons bernada positif atas banyaknya penugasan itu. Menurut Rocky, latar belakang Luhut sebagai militer telah membentuknya untuk bekerja secara efisien dan segera menuntaskan tugas.

Nah, pada titik ini ada sebuah pertanyaan menarik yang dapat diajukan. Setelah Presiden Jokowi purna tugas pada 2024, apakah Luhut masih menjadi sosok sangat berpengaruh di pemerintahan?

Masalahnya, dengan berbagai intrik Luhut dengan PDIP, bukankah sang Menko Marves akan sulit mendapatkan tempat jika nantinya partai banteng kembali berkuasa di 2024?

Sahabat Lama

Seperti yang disebutkan Rocky, besarnya kepercayaan Jokowi terhadap Luhut juga dipengaruhi oleh faktor kedekatan. Hubungan mereka berdua diketahui sudah terjalin lama. Menurut Aaron L Connelly dalam tulisannya Indonesia Foreign Policy Under President Jokowi, hubungan Luhut dan Jokowi sudah terjadi sejak tahun 2008.

Namun menurut politisi senior PDIP Panda Nababan dalam bukunya Panda Nababan Lahir Sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi, Buku Kedua: Dalam Pusaran Kekuasaan, hubungan itu terjalin sejak tahun 2006. Adalah bisnis mebel yang mempertemukan keduanya.

Luhut membutuhkan pengusaha mebel untuk mengubah konsesi hutannya di Kalimantan menjadi produk jadi. Jokowi yang merupakan pengusaha mebel kemudian dipertemukan dengan Luhut. Menurut Panda, Luhut tidak pernah menyangka Jokowi akan menjadi presiden, bosnya saat ini.

pertemanan lama luhut jokowi ed.

Selain soal pertemuan awal keduanya, Panda juga menceritakan berbagai bentuk dukungan setia Luhut terhadap Jokowi. Pada Pilpres 2014, menurut Panda, Luhut sebenarnya berkeinginan menjadi cawapres Jokowi. 

Tim Bravo 5 yang dibentuk Luhut pada 2013 sebenarnya ditujukan untuk mengkampanyekan Luhut sebagai cawapres. Saat itu, uang tunai Rp200-300 miliar telah disiapkan Luhut. Namun, pandangan Panda mengubah sikap Luhut. Tim Bravo 5 yang berisi Akabri ’70 – angkatan Luhut – kemudian difokuskan untuk memenangkan Jokowi.

Baca juga :  Digoda Megawati, Golkar Tinggalkan Prabowo?

Ada pula dialog menarik Luhut dengan Prabowo Subianto. Menurut Panda, pada Pilpres 2014 Prabowo bertanya kenapa Luhut kenapa lebih memilih mendukung Jokowi daripada dirinya. Menariknya, Luhut menjawab bahwa Jokowi lebih hebat dari Prabowo. 

Politik Jawa Jokowi

Kembali mengutip buku Panda Nababan. Ternyata, hubungan Luhut-Jokowi berjalan secara dua arah. Ketika pengumuman kabinet pada Oktober 2014, Luhut sebenarnya terkejut kenapa namanya tidak masuk kabinet.

Luhut kemudian meminta Panda untuk menanyakan hal itu. Jawab Jokowi, nama Luhut sebenarnya sudah dimasukkan, tapi ditolak oleh Megawati Soekarnoputri, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla (JK) karena dinilai sebagai representasi Partai Golkar. Sedikit memberi konteks, Partai Golkar yang mendukung Prabowo pada Pilpres 2014 belum masuk koalisi saat itu.  

Jokowi kemudian melakukan manuver politik cerdas untuk menjawab permasalahan itu. Pada 31 Desember 2014, setelah melantik Laksamana Madya Ade Supandi sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL), Jokowi membentuk Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan langsung melantik Luhut sebagai Kepala KSP. 

Yang membuat ini menarik, menurut Panda, JK saat itu tidak mengetahui Jokowi akan melantik Luhut sebagai Kepala KSP. Menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi adalah khas politik Jawa. Alon-alon waton kelakon – pelan-pelan asal terwujud.

Mengutip Kanupriya Kapoor dalam tulisannya Indonesian President Treads Fine Line by Empowering Chief of Staff, kepercayaan besar Jokowi dibalas Luhut dengan baik. Menurut Kapoor, Luhut menjadi semacam “bemper” Jokowi dari berbagai tekanan politik dan kelompok kepentingan.

Pertemanan lama yang berbuah pada relasi mutual Luhut-Jokowi dalam politik, mengingatkan kita pada istilah politikke philia yang dicetuskan oleh filsuf Aristoteles. Istilah itu diterjemahkan sebagai pertemanan politik (political friendship). Kesamaan sejarah dan emosi, kemudian berbuah menjadi kesamaan visi kerja. 

luhut diremehkan arab saudi ed.

Saatnya ke Prabowo?

Setelah membahas kedekatan hangat Luhut dengan Jokowi, sekarang kita kembali ke pertanyaan awal. Setelah sang sahabat, yakni Jokowi tidak lagi menjabat pada 2024, apakah Luhut masih memiliki pengaruh yang kuat di pemerintahan?

Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Prabowo, “Senjata” Luhut Bendung Megawati?, pertanyaan itu juga menjadi jantung tulisan. 

Menurut Niccolò Machiavelli dalam bukunya Il Principe, penguasa baru mestilah akan mendepak orang-orang penguasa lama. Dengan berbagai intrik Luhut dengan PDIP, jika partai banteng tetap menjadi penguasa pada 2024, besar kemungkinan Luhut akan disingkirkan. Seperti yang diceritakan Panda Nababan, Megawati menjadi salah satu pihak yang menolak Luhut masuk kabinet pada 2014 lalu.

Baca juga :  Kaesang Gabung PSI, PDIP Ambruk? 

Tidak hanya PDIP, hal yang sama juga akan terjadi pada pihak lain. Siapa pun yang nantinya berkuasa, jika terdapat ketidaksukaan atau intrik dengan Luhut, sang Menko Marves akan tersungkur seiring dengan berakhirnya kekuasaan Jokowi.

Kasusnya dapat kita lihat pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Setelah purna tugas pada 2014, berbagai isu langsung menyerangnya. Partai Demokrat yang berkuasa selama 10 tahun bahkan turun takhta menjadi partai tengah.

Bukan tidak mungkin, Luhut akan merasakan skenario terburuk, yakni dibusuki secara politik setelah 2024 nanti. Pihak-pihak yang memiliki ketegangan dengan Luhut selama ini akan memanfaatkan momentum pergantian kursi kekuasaan.

Dengan demikian, kembali mengutip konsep politikke philia dan Machiavelli, Luhut perlu membangun hubungan emosi yang dekat dengan sosok potensial menjadi presiden di 2024. Melihat nama-nama potensial yang ada, sosok itu sekiranya tertuju pada Prabowo Subianto.

Sama seperti Jokowi, hubungan Luhut dengan Prabowo juga sudah terjalin lama. Bahkan, seperti pernyataan Staf Khusus Menko Kemaritiman Atmadji Sumarkidjo pada 25 April 2019, hubungan Luhut-Prabowo sudah terjalin selama puluhan tahun sejak mereka masih aktif di militer.

Bukan tidak mungkin, Prabowo akan kembali memberikan tawarannya kepada Luhut seperti pada Pilpres 2014 lalu. Jika Luhut mendukungnya di Pilpres 2024, Prabowo akan memberikan Luhut posisi menteri yang diinginkannya.

Terlebih lagi, melihat peta koalisi saat ini, Prabowo tampaknya adalah yang terdepan untuk mendeklarasikan diri sebagai capres. Koalisi Silaturahmi Indonesia Raya yang dibentuk Partai Gerindra bersama PKB dengan jelas menempatkan Prabowo sebagai capres.

Menurut pengamat politik Ujang Komarudin, masuk ke koalisi pemerintah telah memberikan keuntungan bagi Prabowo. Selain mendapatkan ekspos pemberitaan karena menjadi Menteri Pertahanan, Ujang juga menyebut itu dapat memberikan tambahan kekuatan kapital bagi Prabowo.

Well, sebagai penutup, seperti yang dilakukan Luhut pada Pilpres 2014, sang Menko Marves harus bergerak cepat. Jika tidak ingin tersungkur, Luhut harus sudah memetakan philia barunya dan mulai membangun tim dukungan. Kita lihat saja apa langkah Luhut dalam menyikapi 2024. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Cengkraman Tiongkok di Rempang?

Bisnis Tiongkok mulai disebut berada dalam pusaran polemik Rempang EcoCity. Bila memang benar, mengapa ini bisa terjadi? PinterPolitik.com Niatan pemerintah untuk menjadikan Pulau Rempang sebagai EcoCity...

Anies Akan Menang dengan Habib Rizieq dan Politik Identitas, Ini Alasannya

Kehadiran Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai saksi dalam pernikahan putri Habib Rizieq Shihab (HRS) di Petamburan mengisyaratkan posisi politik yang bisa...

Pemakzulan Biden Hasil Balas Dendam Trump?

Ancaman pemakzulan yang menghantui Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dinilai sebagai upayan balas dendam yang dilakukan Presiden AS sebelumnya Donald Trump. PinterPolitik.com Presiden Amerika Serikat...

Jokowi Bersiap Lepas dari PDIP?

Terpilihnya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI dinilai sebagai sinyal kuat dukungan Jokowi ke Prabowo Subianto. Sebelumnya, kuat beredar isu bahwa Jokowi akan menjadi...

Rahasia TikTok Shop dan “Tsunami” Impor 

Seolah bagai pahlawan yang melindungi UMKM dan pedagang offline, TikTok Shop resmi dilarang pemerintah melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) teranyar. Namun, masalah utama...

Cak Imin ‘Nyontek’ Guyonan Gus Dur?

Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sering melontarkan lelucon dan parikan di media dan publik. Apakah Cak Imin 'nyonten' gaya guyonan Gus Dur?

“Lingkaran Setan” di Balik Normalisasi Saudi-Israel

Rencana normalisasi hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel tampaknya hanya akan mengutungkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MbS) untuk melanggengkan kekuasaannya. PinterPolitik.com Hubungan...

Megawati Kritik Jokowi Melalui BRIN?

Kritik yang dilontarkan oleh BRIN kepada Presiden Jokowi terkait pernyataannya soal data intelijen kondisi dan agenda parpol menjelang 2024 dinilai bermuatan politis. PinterPolitik.com Pernyataan Presiden Joko...

More Stories

Gibran Mengubah Demokrasi Indonesia?

Putra sulung Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka telah memberikan perubahan pada demokrasi Indonesia. Gibran telah membuat pembicaraan mengenai cawapres menjadi jauh lebih kuat...

Jokowi Bersiap Lepas dari PDIP?

Terpilihnya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI dinilai sebagai sinyal kuat dukungan Jokowi ke Prabowo Subianto. Sebelumnya, kuat beredar isu bahwa Jokowi akan menjadi...

SBY Harus Keluar Dari Partai Demokrat?

Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) justru tidak menjadi pusat perhatian utama atas langkah-langkah politik Partai Demokrat. Pemberitaan media terlihat masih...