HomeHeadlineJokowi “Ditinggalkan” Menterinya?

Jokowi “Ditinggalkan” Menterinya?

Berbagai menteri dikabarkan ingin maju di Pilpres 2024. Selain itu, berhubung sebentar lagi tahun perhelatan pemilu, berbagai menteri yang merupakan kader partai dinilai akan terbagi fokus untuk mengurus pemenangan. Faktor-faktor itu dinilai dapat membuat Presiden Jokowi “ditinggalkan” oleh menteri-menterinya sebelum 2024.


PinterPolitik.com

“As we will show, poor countries are poor because those who have power make choices that create poverty.” – Daron Acemoglu

Baru-baru ini rilis Transparency International Indonesia (TII) soal Indeks Persepsi Korupsi 2022 tengah menjadi sorotan banyak pihak karena skor Indonesia anjlok dari 38 menjadi 34. Posisi Indonesia juga diketahui terjun beban dari 96 menjadi 110.

Merespons rilis itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan sejumlah persoalan kenapa IPK Indonesia terpuruk. Pertama, adanya upaya pelemahan KPK. Kedua, sikap pemerintah melalui menteri-menteri cenderung permisif terhadap korupsi.

Ketiga, regulasi yang sejatinya merupakan produk politik antara Presiden dan DPR tidak kunjung menguatkan pemberantasan korupsi. Keempat, pemerintah dan DPR terbilang gagal menciptakan kepastian hukum untuk menjamin gelaran pesta demokrasi mengedepankan nilai-nilai integritas.

Selain keempatnya, poin menarik lainnya yang disorot ICW adalah pembiaran potensi konflik kepentingan. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membiarkan anggota kabinetnya untuk maju sebagai kontestan Pilpres 2024 tanpa harus mengundurkan diri.

“Ada potensi konflik kepentingan di sana, terutama pemisahan pekerjaan sebagai menteri dengan kepentingan politik untuk meraup suara masyarakat,” ungkap Koordinator ICW Agus Sunaryanto (2/2/2023).

image 15

Pintu Korupsi dan Ketidakmakmuran

Terkait persoalan konflik kepentingan (conflict of interest), ada dua masalah krusial yang perlu menjadi perhatian. Pertama, ini dapat menjadi pintu masuk korupsi. Kelly J. Todd dalam tulisannya Why Corruption Always Requires a Conflict of Interest menyebut konflik kepentingan selalu berada di balik hampir semua kasus korupsi.

Baca juga :  Lebaran Terakhir Jokowi…

Konflik kepentingan muncul ketika individu atau kelompok memiliki peluang untuk mengeksploitasi posisi mereka demi keuntungan pribadi atau kelompok. Korupsi terjadi ketika individu atau kelompok memanfaatkan kesempatan tersebut dan memang menyalahgunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi.

“Apabila kita mengamini bahwa konflik kepentingan merupakan pintu masuk korupsi, perkara ini seharusnya ditanggapi dengan serius,” ungkap Koordinator ICW Agus Sunaryanto.

Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam buku Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty, bahkan secara khusus menyebut pembiaran atas konflik kepentingan dan korupsi menjadi akar kegagalan sebuah bangsa (ketidakmakmuran).

Dalam bukunya, Acemoglu dan Robinson menilai kemakmuran ekonomi bergantung pada inklusivitas institusi ekonomi dan politik. Ini adalah situasi ketika banyak orang memiliki suara dalam pengambilan keputusan politik. Lembaga inklusif dinilai mendorong kemakmuran ekonomi karena menyediakan struktur insentif yang memungkinkan bakat dan ide kreatif dihargai.

Sebaliknya, institusi “ekstraktif”, yakni institusi yang mengizinkan sekelompok elite untuk menguasai, mengeksploitasi, dan mengambil kekayaan adalah akar dari bangsa yang tidak makmur.

image 9

Jokowi “Ditinggalkan”?

Masalah krusial kedua terkait erat dengan Presiden Jokowi. Coba bayangkan ini. Apakah mungkin para menteri fokus bekerja jika sedang berusaha menjadi kontestan di Pilpres 2024? Selain itu, terdapat pula belasan menteri dari partai politik yang sekiranya juga memikirkan perhelatan pemilu tahun depan.

Konteks ini pernah disinggung oleh pakar hukum tata negara Refly Harun. Ungkapnya, dari 5 tahun jabatan Presiden, yang efektif mungkin hanya 2,5 sampai 3 tahun. Ungkap Refly, enam bulan pertama ketika menjabat digunakan Presiden untuk penyesuaian atau adjustment – transisi dari pemerintahan sebelumnya.

Setelahnya, sekitar 2,5 sampai 3 tahun dipakai Presiden untuk efektif bekerja. Lalu, bagaimana dengan 2 tahun sisanya? Fokus Presiden sudah terbagi karena harus maju lagi untuk periode kedua.

Baca juga :  Open House Terakhir Jokowi…

Nah, para menteri yang ingin maju di Pilpres 2024 sekiranya tengah terbagi fokus saat ini. Mereka tentunya sedang disibukkan dengan berbagai manuver untuk meraup simpati masyarakat dan dilirik oleh partai politik.

Poin itu krusial. Ini adalah periode kedua alias terakhir bagi Presiden Jokowi. Artinya, di periode ini RI-1 harus meletakkan legacy politik dan/atau pembangunan. Pertanyaannya, bagaimana legacy dapat diletakkan jika berbagai menteri yang merupakan pembantu Presiden fokusnya terbagi karena memikirkan Pemilu 2024?

Persoalan ini sekiranya membuat kita dapat menyimpulkan bahwa Presiden Jokowi berpotensi kuat ditinggalkan menteri-menterinya. Ini bukan dalam artian harfiah. Melainkan ditinggalkan dalam artian para menteri tidak 100% menjadi pembantu Presiden.

Mengacu pada potensi-potensi yang ada, mungkin dapat disimpulkan bahwa Presiden Jokowi berpotensi menjadi lame-duck president (Presiden bebek lumpuh). Namun, tampaknya perlu ada re-definisi atas apa yang disebut sebagai lame-duck.

Lame-duck yang sering kali satu paket dengan “kutukan periode kedua”, sebenarnya tidak dapat dipahami sebagai berkurangnya kuasa Presiden, melainkan fenomena ketika Presiden mulai ditinggalkan oleh benteng-bentengnya selama ini. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...