HomeNalar PolitikJalan Terjal Sengketa Pilpres 2024

Jalan Terjal Sengketa Pilpres 2024

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Satu hari jelang pengumuman hasil Pilpres 2024, gaung dugaan kecurangan muncul dari dua sisi, yakni Timnas AMIN dan TPN Ganjar-Mahfud. Akan tetapi, melihat progres dan dinamika yang ada hingga hari ini, tudingan kecurangan itu kiranya akan menguap begitu saja, baik yang melalui hak angket maupun jika nantinya dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Hanya nyaring bunyinya. Begitu kesan yang kiranya dapat menjelaskan teriakan dugaan kecurangan Pilpres 2024 yang dilayangkan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Pertama, mari kembali mengingat saat Ganjar menyerukan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan itu. Hingga hari ini, tak ada progres berarti dan seolah mulai dilupakan jelang pengumuman hasil Pemilu dan Pilpres 2024 esok.

Padahal, kubu TPN Ganjar-Mahfud seolah begitu berapi-api saat mengemukakan tudingan kecurangan. Teranyar, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto kembali menegaskan bahwa kontestasi dipenuhi manipulasi hingga sistem Sirekap yang dikatakan menjadi alat pembenaran kejahatan Pemilu 2024.

Lebih lanjut menurut Hasto, Ganjar-Mahfud memperoleh 33 persen suara berdasarkan hasil audit IT internal.

Di kubu Timnas AMIN pun demikian. Saat wacana hak angket muncul, Partai NasDem, PKS, dan PKB seolah maju mundur dan saling menunggu dengan kubu Ganjar-Mahfud, terutama terhadap pergerakan PDIP.

Selain via hak angket, Timnas AMIN dan TPN Ganjar-Mahfud juga tampak tengah menyiapkan strategi untuk membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka diberi tenggat waktu 3 hari untuk mengajukannya setelah pengumuman 20 Maret.

Di kubu Anies-Imin, Ketua Tim Hukum mereka, yakni Ary Yusuf Amir mengaku siap mengajukan gugatan kecurangan terstruktur. Sementara kubu 03 cukup menyita perhatian dengan rencana menghadirkan satu Kapolda ke MK sebagai saksi dugaan kecurangan.

Akan tetapi, upaya kubu 01 dan 03 untuk sengketa Pilpres 2024 kiranya tak akan berjalan mulus, bahkan sejak awal. Tak berlebihan pula untuk mengatakan bahwa upaya pamungkas mereka di MK seolah telah gagal sebelum dieksekusi. Mengapa demikian?

Baca juga :  Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Anies-Ganjar Saling Dilema?

Payung besar dari hipotesis bahwa upaya 01 dan 03 ke MK akan menemui jalan terjal kiranya berangkat dari kalkulasi dan logika para aktor politik di dalamnya.

Sebagaimana disiratkan Francis Fukuyama bahwa logika individu berbeda dengan logika organisasi, mungkin mudah saja bagi khalayak dan para pendukung untuk mendorong upaya ke MK.

Akan tetapi, berbeda halnya dengan para aktor politik, khususnya parpol secara organisasi. Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasarinya.

Pertama, kendati dapat mengubah hasil, pengajuan dan pembuktian di MK membutuhkan energi, waktu, dan cost, baik materiil maupun politik, yang tak sedikit.

Saat berkaca pada sengketa Pilpres 2019 di MK, bukti yang diajukan pun harus sedetail mungkin. Dengan hasil yang baru diumumkan esok dan tenggat waktu tiga hari, mengumpulkan bukti valid untuk melandasi dugaan kecurangan terstruktur dan masif kiranya cukup berat.

Kedua, dengan perbedaan kepentingan sejak awal, 01 dan 03 kiranya mengalami dilemma of cooperation atau dilema kerja sama.

Ihwal itu menggambarkan situasi serba salah yang dihadapi oleh satu entitas ketika memutuskan apakah akan bekerja sama dengan sekutu potensial karena memiliki perbedaan kepentingan yang signifikan.

Dilema tersebut juga dapat muncul ketika dua entitas menyadari perlunya menggabungkan kekuatan untuk melawan lawan yang sama, namun enggan melakukannya karena mereka khawatir atau memiliki kalkulasi bahwa kongsi akan lebih memberdayakan pihak lain dibandingkan mengalahkan lawan yang sama.

Di konteks gugatan ke MK, kubu 01 dan 03 kiranya memperhitungkan apakah gugatan yang dilayangkan akan menguntungkan mereka sendiri atau justru kubu lain yang turut menggugat.

Di titik ini, skema, strategi, dan implementasi langkah hukum di MK juga menjadi jauh lebih rumit. Apalagi jika ditambah dan berkaca pada sengketa yang sama di 2019 di mana kekalahan kubu penggugat, yakni Prabowo-Sandi tak terlampau jauh dibanding Jokowi-Ma’ruf. Berbeda dengan kekalahan 01 dan 03 dari kubu Prabowo-Gibran saat ini.

Baca juga :  Siasat Prabowo Medical Check-up Gratis

Lalu, terdapat satu diferensiasi logika organisasi para aktor politik berikutnya yang menjadi penghambat jalan gugatan kecurangan Pilpres 2024 ke MK. Apakah itu?

1 jangan asal tuding kecurangan pemilu

Sibuk Sendiri-Sendiri?

Setelah Pilpres usai dan hasilnya diumumkan, parpol akan disibukkan oleh evaluasi dan konsolidasi ulang yang singkat untuk menghadapi Pilkada serentak di wilayah kunci yang tentu ingin pula dimenangkan.

Kendati sengketa di MK dapat direpresentasikan oleh aktor nonparpol, sinergi dengan para parpol tetap dibutuhkan. Mulai dari, saksi yang dimiliki parpol di tiap wilayah dengan dugaan kecurangan, hingga tentu saja, sekali lagi, biaya.

Oleh karena itu, kendati pada akhirnya gugatan benar-benar dilayangkan ke MK, eksekusinya mungkin akan dilakukan setengah hati dan dinilai tak maksimal.

Teriakan dan klaim dari para aktor sejauh ini tampaknya hanya bentuk dramaturgi resistensi permukaan yang memang mau tidak mau harus ditampilkan di hadapan pendukung dan stakeholder pengusung, baik 01 dan 03.

Di belakang panggung, para elite politik penentu di kubu Anies-Imin maupun Ganjar-Mahfud kemungkinan memahami hal itu dan lebih tertarik untuk membicarakan dan memperhitungkan di periode 2024-2029 akan lebih menguntungkan untuk bergabung pemerintah atau tidak.

Kini, publik dan para pendukung masing-masing kubu tinggal menunggu apakah sengketa dan teriakan dugaan kecurangan hanya nyaring bunyinya namun seperti pepesan kosong atau tidak. Tinggal waktu yang dapat menjawabnya. (J61)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Jokowi Tidak Abadi 

Perbedaan sorakan yang diberikan para politisi ketika pelantikan anggota DPR/DPD/MPR 2024-2029, kepada Jokowi dan Prabowo tuai respons beragam dari warganet. Apa yang sebenarnya terjadi? 

Puan Sudah Siap Ketuai PDIP?

Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR RI untuk periode 2024-2029. Jika mampu menyelesaikan kepemimpinan hingga tahun 2029, maka Puan akan tercatat sebagai anggota DPR dengan masa jabatan terlama dan memimpin dalam 2 periode.

AHY Makes Demokrat Great Again?

Tidak terlalu dini kiranya untuk meneropong kepemimpinan Indonesia di tahun 2029 saat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul sebagai salah satu kandidat menjanjikan. Mengapa demikian?

Kenapa Pendukung Anies Pilih RK?

Para pemilih Anies Baswedan dinilai cenderung memilih pasangan calon Ridwan Kamil (RK)-Suswono di Pilkada Jakarta 2024. Mengapa demikian?

Siasat Prabowo Medical Check-up Gratis

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, berencana untuk melakukan kebijakan medical check-up gratis. Siasat apa yang mendasari rencana Prabowo?

Amarah Trah Mulyono?

Frasa “Mulyono” justru dimainkan ulang oleh anak dan menantu Joko Widodo (Jokowi). Kaesang Pangarep, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu secara bergiliran menggunakannya dan seolah menggambarkan gestur politik yang justru dinilai akan menjadi “bom waktu”.

Sisi Kelam Bantuan Australia ke Indonesia?

Australia merupakan salah satu pendonor finansial terbesar secara bilateral bagi Indonesia, namun, skema yang dilakukan Australia kerap dikritik. Mengapa demikian? 

Mungkinkah Jokowi Seperti Lee Kuan Yew?

Prediksi yang menyebut Jokowi akan tetap punya pengaruh dalam kekuasaan Prabowo Subianto – setidaknya dalam jangka waktu 1 tahun pertama – menjadi pergunjingan yang menarik di kalangan para pengamat politik.

More Stories

AHY Makes Demokrat Great Again?

Tidak terlalu dini kiranya untuk meneropong kepemimpinan Indonesia di tahun 2029 saat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul sebagai salah satu kandidat menjanjikan. Mengapa demikian?

Amarah Trah Mulyono?

Frasa “Mulyono” justru dimainkan ulang oleh anak dan menantu Joko Widodo (Jokowi). Kaesang Pangarep, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu secara bergiliran menggunakannya dan seolah menggambarkan gestur politik yang justru dinilai akan menjadi “bom waktu”.

Jokowi Kembali ke Pelukan PDIP?

Peluang rekonsiliasi Joko Widodo (Jokowi) dan PDIP pasca isu ketegangan sepanjang Pemilu dan Pilpres 2024 terbuka dengan momentum dan dinamika politik jelang pergantian pemerintahan. Namun, apakah daya tawar Jokowi masih relevan bagi PDIP pasca-presidensinya kelak?