HomeHeadlineGanjar-Prabowo Ikut Rebutan NU?

Ganjar-Prabowo Ikut Rebutan NU?

Duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sepertinya memantik reaksi bacapres Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto untuk mendapatkan ceruk suara dan impresi kedekatan dengan Nahdliyin atau kelompok Nahdlatul Ulama (NU) yang masih “tersisa”. Benarkah demikian? 


PinterPolitik.com 

Deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai kontestan Pilpres 2024 agaknya memantik reaksi manuver Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo untuk turut merangkul ceruk suara Nahdlatul Ulama (NU) “tersisa”. 

Meskipun secara organisasi telah menegaskan tak turut campur dalam politik praktis di 2024, para Nahdliyin agaknya masih dianggap sebagai konstituen potensial. 

Hal itu, misalnya, disiratkan Peneliti Utama Bidang Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Siti Zuhro yang menganggap Ganjar dan Prabowo masih risau dengan ceruk dukungan yang minim dari pemilih NU setelah deklarasi Anies-Cak Imin. 

Dikatakan, Prabowo terlihat masih mencoba menjajaki sosok bacawapres di luar usulan Partai Golkar dan PAN. Partai Golkar sendiri masih mengusulkan Ketua Umum (Ketum) mereka Airlangga Hartarto, sedangkan PAN tampak masih berupaya mengusulkan Erick Thohir. 

Dalam analisis Siti Zuhro, Prabowo tampaknya mempertimbangkan pemilih NU, di mana nama Yusril Ihza Mahendra dan Yenny Wahid kemudian muncul ke permukaan. 

Sementara itu, koalisi PDIP-Ganjar juga terlihat masih gamang dan turut berupaya merebut sisa ceruk suara pada Nahdliyin. Di sudut ini, nama Mahfud MD dan beberapa kiai karismatik NU belakangan digadang akan mendampingi Ganjar sebagai cawapres. 

Lalu, benarkah Prabowo dan Ganjar sedang berebut suara tersisa dari Nahdliyin pasca deklarasi Anies-Cak Imin? Dan mengapa basis pemilih tersebut penting? 

Warga NU Penting? 

Tak bisa dipungkiri, NU memiliki pengaruh besar dalam politik Indonesia, terutama di kalangan pemilih Muslim. Dengan jutaan anggota dan jaringan pesantren yang kuat di seluruh negeri, NU disebut-sebut memiliki kemampuan untuk memengaruhi arah politik dalam negeri. Ihwal yang disebut sebagai hubungan patron-klien yang menjadi salah satu kearifan politik tanah air.

Baca juga :  Rekonsiliasi Terjadi Hanya Bila Megawati Diganti? 

Dalam pilpres edisi sebelumnya, preseden Ma’ruf Amin dan NU dianggap telah menjadi faktor penentu dalam menggerakkan dukungan massa. Oleh karena itu, langkah Anies dan Muhaimin untuk bersaing mendapatkan dukungan NU tidaklah mengherankan. 

Di titik ini, deklarasi Anies-Imin merupakan langkah yang kiranya memiliki dampak luas. Terutama, dengan duet Anies, sosok yang kerap disebut antitesis Presiden Jokowi, dengan Cak Imin, yang berasal dari partai pendukung Jokowi, PKB, terdapat potensi pergeseran maupun pembelahan dukungan yang signifikan di kalangan pemilih NU. 

Namun, potensi ini juga membawa risiko. NU adalah organisasi yang beragam, dengan berbagai aliran pemikiran dan pandangan politik di dalamnya. Dukungan NU tidaklah homogen, dan terdapat elemen-elemen yang kesetiaannya tak mudah dipetakan. 

Oleh karena itu, perebutan ceruk suara NU mungkin akan menghasilkan pemecahan dukungan internal yang bisa merugikan kedua pihak. Dalam kasus terburuk, hal ini bisa melemahkan potensi pemilih Muslim sebagai kekuatan politik yang signifikan. 

Dampak dari potensi “sisa” perebutan ceruk suara NU ini akan sangat penting dalam Pilpres 2024. Baik Ganjar maupun Prabowo kemungkinan akan berusaha keras untuk turut memenangkan hati pemilih NU, dan ini bisa memicu kampanye yang intens dan kompetitif. 

Di titik ini, menarik kiranya untuk memetakan ke arah mana dukungan politik Nahdliyin yang kemungkinan benar-benar tersebar kepada para capres, baik Anies, Ganjar, maupun Prabowo. 

Pertarungan Para Cawapres NU? 

Untuk memahami persebaran dukungan Nahdliyin, terdapat dua hal yang kiranya perlu dipahami terlebih dahulu. Pertama, asumsi suara NU adalah kunci kemenangan pilpres tampaknya perlu direnungkan kembali karena Nahdliyin tidak terkonsentrasi secara kental. 

Kedua, dalam sistem one man/woman, one vote dalam pemilu, yang dapat disebut sebagai suara NU adalah mereka yang tergolong dalam NU struktural dan pesantren-pesantren NU. Hal itu disebabkan, NU struktural umumnya akan mengikuti komando pimpinan kepengurusan atau pondok pesantren.  

Baca juga :  Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Sementara itu, pesantren-pesantren NU juga kerap disebut sebagai target suara yang mudah diidentifikasi. Jika melakukan pendekatan yang tepat, sebuah partai politik atau kandidat dinilai tidak harus berlatarbelakang NU “tulen” untuk merengkuh dukungan. 

Akan tetapi identitas NU dari para kandidat, utamanya cawapres, tetap tak dapat dikesampingkan begitu saja. 

Selagi para kandidat RI-2 memiliki irisan dengan NU serta dianggap mumpuni dan melengkapi sosok capresnya, dukungan Nadhliyin, baik itu struktural maupun kultural agaknya bisa diraih. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Jebakan di Balik Upaya Prabowo Tambah Kursi Menteri Jadi 40

Narasi revisi Undang-Undang Kementerian Negara jadi salah satu yang dibahas beberapa waktu terakhir.

Rekonsiliasi Terjadi Hanya Bila Megawati Diganti? 

Wacana rekonsiliasi Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) mulai melempem. Akankah rekonsiliasi terjadi di era Megawati? 

Mengapa TikTok Penting untuk Palestina?

Dari platform media sosial (medsos) yang hanya dikenal sebagai wadah video joget, kini TikTok punya peran krusial terkait konflik Palestina-Israel.

Alasan Sebenarnya Amerika Sulit Ditaklukkan

Sudah hampir seratus tahun Amerika Serikat (AS) menjadi negara terkuat di dunia. Mengapa sangat sulit bagi negara-negara lain untuk saingi AS? 

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

More Stories

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?