BerandaHeadlineDraf Revisi UU TNI Sengaja Dibocorkan?

Draf Revisi UU TNI Sengaja Dibocorkan?

Panglima TNI Yudo Margono mengaku heran kenapa draf revisi UU TNI bisa beredar. Mungkinkah draf itu sengaja dibocorkan? Jika itu benar, bukankah draf itu menimbulkan persepsi negatif ke TNI?


PinterPolitik.com

“You want to change the world? Forget politics. Learn to code.” — Marcus Sakey

Beredarnya draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menimbulkan kekhawatiran atas kembalinya dwifungsi ABRI. Perhatian khusus tertuju pada Pasal 47 ayat 2 huruf s karena dinilai sebagai klausul karet.

Pasal 47 mengatur soal prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kementerian/lembaga (K/L). Disebut klausul karet karena Pasal 47 ayat 2 huruf s berbunyi, “kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan Presiden.”

Menurut pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, klausul itu seharusnya dihindari karena bertolak belakang dengan semangat UU TNI. Itu membuka peluang masuknya prajurit aktif ke kementerian/lembaga yang urusannya tidak berkaitan atau beririsan langsung dengan tugas dan fungsi TNI.

Klausul itu dapat membuka jalan bagi kembalinya militer ke kancah politik, dan jelas bertentangan dengan amanat Reformasi. “Saya yakin akan muncul polemik,” ungkap Fahmi pada 11 Mei 2023.

Pertanyaannya, seperti yang terlihat sekarang, bukankah klausul itu seharusnya diketahui akan menimbulkan gelombang sentimen negatif? Lantas, kenapa draf revisi UU TNI bisa beredar?

polemik revisi uu tni

Pesan Terbuka, Negosiasi Politik?

Respons Panglima TNI Yudo Margono menjadi pintu masuk tangga kecurigaan. “Ini baru tahap awal, awal sekali, yang sebenarnya belum boleh beredar, tapi enggak tahu kok bisa beredar,” ungkap Yudo pada 15 Mei 2023.

Bertolak pada prinsip trade-off, mestilah terdapat kalkulasi tertentu yang membuat draf yang semestinya belum boleh beredar diketahui oleh publik. Apalagi draf itu berpotensi menurunkan citra positif TNI.

Baca juga :  Revisi UU TNI, Jangan Langkahi Prabowo?

Melihatnya dari kacamata komunikasi politik, besar kemungkinan beredarnya draf itu adalah strategi trial balloon. Itu adalah strategi komunikasi yang dilakukan dengan cara sengaja membocorkan informasi atau rumor untuk mengukur reaksi publik atau pihak yang menjadi target pembocoran informasi.

Trial balloon dapat pula disebut sebagai diplomasi terbuka. Pihak yang menjadi target diharapkan menjadi sadar bahwa terdapat komunikasi yang ingin dibangun. Strategi ini tengah masif dilakukan saat ini.

Berbagai partai politik dan kandidat melempar sinyal-sinyal ke publik agar diajak berkomunikasi soal koalisi. Sandiaga Uno, misalnya, mengunggah foto dengan Ganjar Pranowo sebagai strategi untuk menunjukkan ketertarikan sebagai cawapres Ganjar.

Nah, melihat draf revisi UU TNI yang beredar, draf itu terlihat seperti kumpulan curhatan dan masalah laten TNI. Pada usulan perubahan Pasal 66 ayat 2, misalnya, keperluan anggaran TNI diusulkan diajukan ke Kementerian Keuangan, tidak lagi ke Departemen Pertahanan.

revisi pasal 66 uu tni

Menurut Khairul Fahmi, itu adalah curhatan soal birokrasi anggaran. Rencana anggaran yang sudah disetujui Kementerian Keuangan kerap berbeda dengan yang diusulkan karena tidak dapat disampaikan dan dinegosiasikan secara langsung dengan Kementerian Keuangan.

“Saya menganggap ini bagian curhatan dari TNI dan apa yang menjadi uneg-uneg mereka,” ungkap Fahmi pada 7 Mei 2023.

revisi uu tni kembalikan dwifungsi abri 01

Kecumburuan TNI?

Melihatnya lebih holistik dan kronologis, curhatan yang terlihat di draf revisi UU TNI tampaknya berasal dari kecumburuan TNI terhadap Polri.

Jacqui Baker dalam tulisannya A Sibling Rivalry menjelaskan rivalitas antara TNI-Polri terjadi sejak Kepolisian dipisahkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Menurut Baker, matra-matra lain di dalam ABRI selama ini memandang Kepolisian sebagai “anak bungsu” yang korup dengan kapasitas dan visi yang sempit.

Namun, sejak berpisah dari ABRI, anak bungsu itu mendadak memiliki wewenang yang besar untuk menangani ancaman-ancaman internal Indonesia di era kontemporer, seperti terorisme, kekerasan komunal, dan konflik separatis.

Baca juga :  Gerindra dan PDIP Harus “Bermusuhan”?

Hal ini kemudian memunculkan kecemburuan di kalangan prajurit TNI terhadap aparat Kepolisian. Baker juga menyebut rivalitas tersebut terjadi karena adanya perebutan “lahan subur” di bidang keamanan melalui proxies yang dimilikinya di masyarakat sipil, birokrasi, dan parlemen.

Pada APBN 2023, anggaran Polri sebesar Rp111 triliun. Sedangkan anggaran TNI sebesar Rp110,7 triliun. Sekilas, anggaran itu mungkin tidak terlihat timpang karena selisihnya kurang dari Rp1 triliun.

Yang jarang diperhatikan adalah, anggaran TNI harus dibagi ke dalam empat pos anggaran, yakni Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AU, dan Mabes TNI AL. Untuk Mabes TNI sebesar Rp12 triliun, Mabes TNI AD sebesar Rp55,6 triliun, Mabes TNI AL sebesar Rp23,7 triliun, dan Mabes TNI AU sebesar Rp19,2 triliun.

Dengan kata lain, perbandingannya bukan Rp111 triliun dengan Rp110,7 triliun, melainkan Rp111 triliun dengan Rp12 triliun, Rp55,6 triliun, Rp23,7 triliun, dan Rp19,2 triliun. Perbedaan jumlahnya sangat besar.

Well, singkatnya, seperti kata Khairul Fahmi, beredarnya draf revisi TNI mungkin dapat dipahami sebagai high calling atau curhatan TNI atas masalah latennya selama ini. Dengan kata lain, draf itu tampaknya sengaja dibocorkan.

Kendati demikitan, draf itu tetap perlu didiskusikan secara kritis dan konstruktif. Sebagaimana kekhawatiran banyak pihak, revisi UU TNI jangan sampai menjadi gerbang kembalinya dwifungsi ABRI dan memukul mundur semangat Reformasi. (R53)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
spot_imgspot_img

#Trending Article

Pilpres 2024 Hampir Pasti Ganjar vs Prabowo?

Salah satu pendiri CSIS Jusuf Wanandi menyebut Pilpres 2024 akan diisi oleh dua paslon. Dengan PDIP secara terang-terangan menginginkan dua paslon, apakah pernyataan Jusuf...

Melihat Gibran dari “Sendoknya”

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dinilai buat panik PDIP usai bertemu dengan Prabowo Subianto. Apakah ini berkat "sendok" Gibran?

“Fans Putin”, Komoditas Politik Baru?

Perang Rusia-Ukraina tampaknya telah meningkatkan popularitas Presiden Rusia Vladimir Putin di Indonesia. Banyaknya “fans Putin” di Indonesia seolah menjadi komoditas politik baru  saat keberpihakan...

Sakti, Rahasia Tiga Periode Erdoğan?

Di tengah kritikan dan krisis yang terjadi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Turki, Recep Tayyip Erdoğan kembali terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Presiden. Erdoğan berhasil mengalahkan Kemal Kılıçdaroğlu yang...

Pasir Laut, Senjata Pamungkas Jokowi?

Selain dianggap menguntungkan Singapura, izin ekspor pasir laut Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di...

Prabowo-Habib Rizieq Pasti Reuni?

“Perdamaian” capres 2024 Prabowo Subianto kepada ceruk kelompok Islam konservatif seolah mulai tampak melalui kehadirannya di haul Habib Munzir Al Musawa pekan lalu. Lantas,...

Kenapa Populisme Politik Sulit Dihilangkan?

Populisme selalu menjadi aib politik yang berulang kali digunakan oleh para politisi dalam pemilihan umum (pemilu). Kenapa hal ini tidak bisa kita hindari?  PinterPolitik.com  Pemilihan Presiden...

Perang Event: Sandiaga vs Erick

Perang event tampaknya sedang terjadi antara Sandiaga Uno dan Erick Thohir. Bila satunya andalkan Coldlplay, satunya lagi andalkan Argentina.

More Stories

Pilpres 2024 Hampir Pasti Ganjar vs Prabowo?

Salah satu pendiri CSIS Jusuf Wanandi menyebut Pilpres 2024 akan diisi oleh dua paslon. Dengan PDIP secara terang-terangan menginginkan dua paslon, apakah pernyataan Jusuf...

Airlangga Hartarto Sedang Disembunyikan?

Tidak seperti kandidat lainnya, manuver politik Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto justru senyap terdengar. Apakah Airlangga menarik diri dari perlombaan kandidat, atau justru...

Saatnya Anies Menyerang Balik?

Penangkapan eks Sekjen NasDem Johnny G. Plate seolah menjadi titik balik bagi Koalisi Perubahan untuk intens mengkritik pemerintah. Ini kah momentum Anies Baswedan tancap...