Dengarkan artikel ini:
Audio ini dibuat menggunakan AI.
Di tengah sorotan dan tuntutan untuk mengganti Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro yang diterpa dugaan kasus viral, satu ekspektasi muncul ke permukaan bahwa sosok yang tepat menjadi suksesornya adalah Anies Baswedan. Namun, jika di-invite ke kabinet, karier politik Anies bisa saja sepenuhnya akan ada di tangan Prabowo Subianto. Mengapa demikian?
Nama Anies Baswedan muncul sebagai salah satu ekspektasi sosok yang dianggap layak menggantikan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Sebagaimana diketahui, pasca “demonstrasi kolosal” Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemendiktisaintek yang bisa dikatakan paling menyita perhatian pasca Reformasi, gagasan reshuffle muncul dan terarah kepada Satryo.
Terlepas dari kebenaran tuduhan para ASN atau spekulasi skenario dampak dari intrik internal akibat kebijakan spesifik Satryo, gaung dan momentum penggantian ini seolah menjadi salah satu proyeksi positif bagi karier politik Anies dan para simpatisannya. Utamanya, sebagai pijakan eksistensi dan portofolio Anies menyongsong Pilpres 2029.
Dalam unggahannya di media sosial serta penampilan di media massa, Anies memang tampak sedang “santai kawan mode” di tengah hingar bingar politik-pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, tampak tak ingin ikut-ikutan melibatkan diri.
Selain itu, tentu, ekspektasi untuk mewujudkan skenario merangkul Anies ke kabinet tidaklah sederhana dan akan bergantung pada strategi prerogatif Presiden Prabowo, baik dari segi profesionalitas di mana Anies adalah sosok relevan sebagai akademisi, eks rektor, sekaligus mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, maupun secara politik untuk menyeimbangkan sinergi internal koalisi pemerintah dan demi menyongsong Pemilu dan Pilpres 2029.
Tetapi, bagi Prabowo, merangkul Anies ke pemerintah bisa saja menguntungkan. Mengapa demikian?

Anies Diajak Lalu “Dikacangin”?
Setidaknya terdapat dua probabilitas langkah yang akan dihitung dengan cermat oleh Presiden Prabowo untuk mengelola relasi dengan Anies di mana bisa saja menentukan pola relasi dan takdir politik masing-masing.
Pertama, dengan merangkul Anies ke pemerintah untuk “diasingkan”. Ya, jika Prabowo memiliki rencana mereduksi potensi ancaman Anies di Pilpres 2029 dalam upaya meneruskan periode kedua, merekrut Anies ke Kabinet Merah Putih bisa menjadi opsi strategis.
Apalagi, jika bisa dirangkul “satu paket” dengan PDIP di mana Anies dan entitas politik berlambang banteng itu belakangan cukup dekat dan memiliki simbiosis kekuatan sangat potensial di Jakarta.
Jika diaktualisasikan, manuver merekrut Anies dan PDIP bisa saja menjadi implementasi dari salah satu dari The Thirty-Six Stratagems yakni 拋磚引玉, Pāo zhuān yǐn yù atau melempar batu bata untuk memancing batu giok.
Dalam deskripsinya, strategi itu adalah memancing seseorang dengan membuat mereka percaya bahwa mereka akan mendapatkan sesuatu atau sekadar membuat mereka bereaksi terhadapnya dengan “melempar batu bata” untuk mendapatkan sesuatu yang berharga dari mereka sebagai balasannya atau “mendapatkan batu giok”.
Skenario keberadaan Anies, plus PDIP, di kabinet bukan tidak mungkin justru akan mengikis simpati terhadap mereka. Terlebih, jika Presiden Prabowo memiliki kendali penuh atas kinerja Anies atau kinerja yang dilakukan di kabinet jauh dari yang diharapkan.
Hal itu pun tak menutup kemungkinan merupakan bagian dari manajemen konflik/potensi konflik Prabowo dan para pihak berkepentingan di 2029 untuk “menguasai keadaan”.
Akan tetapi, probabilitas merangkul Anies ke jajaran pemerintahan kiranya masih akan sulit untuk dilihat jika berkaca pada kalkulasi berbagai variabel yang eksis saat ini.

Prabowo Better Cuekin Anies?
Hingga detik ini mungkin Presiden Prabowo masih belum melihat Anies sebagai mitra potensial atau sebagai bagian dari “skenario khusus” untuk menyongsong kontestasi elektoral 2029.
Akan tetapi, membiarkan Anies di luar pemerintahan menjadi satu opsi yang sangat memungkinkan untuk dilakukan dengan harapan agar pengaruhnya pudar dengan sendirinya.
Keputusan untuk merangkul atau membiarkan Anies di luar kabinet akan sangat bergantung pada kalkulasi politik jangka panjang yang dilakukan oleh Presiden Prabowo.
Mengintegrasikan Anies ke dalam pemerintahan bisa menjadi strategi untuk mengelola potensi ancaman, tetapi juga bisa menjadi jebakan jika tidak diatur dengan cermat.
Sebaliknya, membiarkan Anies di luar pemerintahan dapat menjadi taruhan untuk melemahkan pengaruhnya secara alami, tetapi juga berisiko memberikan ruang bagi Anies untuk membangun kekuatan oposisi yang lebih besar menjelang Pilpres 2029.
Apapun yang akan terjadi nantinya diperkirakan tidak hanya akan mempengaruhi hubungan antara Anies dan Prabowo, tetapi juga konfigurasi politik nasional menjelang Pilpres 2029, di mana koalisi dan kekuatan politik akan terus berubah seiring waktu. (J61)