HomeNalar PolitikAirlangga vs Luhut Buat Golkar Dukung Prabowo?

Airlangga vs Luhut Buat Golkar Dukung Prabowo?

Salah satu partai politik (parpol) terbesar di Indonesia, Partai Golkar, baru saja mendeklarasikan akan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres di Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024). Menariknya, sebelumnya Golkar selalu mengatakan akan terus mengusung Ketua Umum (Ketum) Airlangga Hartarto sebagai capres pilihan partai. Mengapa bisa tiba-tiba berubah?


PinterPolitik.com

Kalian barangkali masih ingat bagaimana rasanya menunggu hasil kelulusan ketika masa SMA dulu. Jujur saja, mungkin tidak sedikit dari kalian pada waktu itu sampai kesusahan tidur karena cemas menunggu keputusan lulus atau tidak.

Namun, di samping kecemasan yang luar biasa, masa-masa akhir sekolah juga berujung pada kesenangan yang hakiki, ketika kita mendapatkan informasi bahwa kita berhasil lulus dan bisa melanjutkan kehidupan untuk berkuliah atau mencari pekerjaan. Yess, momen-momen kesenangan saat lulus SMA pastinya jadi salah satu kenangan yang paling membekas dalam kehidupan kita.

Tapi guys, sensasi rasa cemas ketika menunggu sebuah keputusan, bagi para politisi, sepertinya tidak hanya berhenti ketika masa sekolah atau kuliah saja nih. Dalam musim politik seperti saat ini, semua politisi sedang harap cemas menunggu keputusan para atasannya untuk berkoalisi dengan siapa-siapa saja agar bisa memperoleh hasil yang memuaskan di Pemilihan Umum 2024 (Pemilu 2024) nanti.

Dan terkait itu, ada berita baru yang cukup menghebohkan dari salah satu partai politik (parpol) paling besar di Indonesia, yakni Partai Golkar. Pada tanggal 13 Agustus 2023, Partai Golkar akhirnya mendeklarasikan akan mendukung Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra, Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden (Pilpres) nanti.

Bagi para pendukung Golkar, tentu ini adalah berita yang sangat besar karena selama ini sang Partai Kuning selalu menyebut akan berkomitmen menjadikan Ketumnya, Airlangga Hartarto, sebagai calon presiden (capres). 

Hal ini juga yang kemudian mengakibatkan sejumlah guncangan politik dalam internal Golkar karena beberapa orang melihat Airlangga dianggap belum memiliki elektabilitas yang cukup untuk menjadi capres. Beberapa waktu lalu Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan bahkan sampai diisukan bakal didorong menjadi Ketum baru pengganti Airlangga.

Semua hal ini lantas membuahkan sebuah pertanyaan menarik. Apa yang membuat Airlangga dan partainya akhirnya memutuskan untuk merubah sikap dan mendukung Prabowo sebagai capres? 

image 4

Airlangga Terpaksa Mengalah?

Indonesia adalah negara yang diisi oleh banyak partai besar. Menariknya, setiap partai besar tersebut bisa dikatakan memiliki ciri khas budaya politiknya sendiri-sendiri. 

Partai Golkar, khususnya, dikenal sebagai sebuah partai yang menerapkan konsep layaknya sebuah perusahaan. Alih-alih didikte oleh satu orang (Ketum), pengelolaan di Golkar justru ditentukan oleh segelintir orang kuat yang bisa dikatakan berperan seperti para pemegang saham partai, yang mempunyai pendukungnya masing-masing. Hal ini sudah beberapa kali dikonfirmasi oleh politisi-politisi senior Golkar, seperti Nurul Arifin, Viktus Murin, dan Ade Komarudin.

Baca juga :  Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Sederhananya, kalau PDIP memiliki Megawati Soekarnoputri dan Partai Gerindra memiliki Prabowo sebagai tokoh sentralnya, maka Partai Golkar terdiri dari beberapa kubu, seperti kubu Luhut, Akbar Tanjung, dan mungkin Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, dari bagaimana dirinya didorong menjadi Ketum baru Golkar beberapa waktu kemarin.

Kalau memang benar demikian, maka bisa saja desas-desus Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dan rumor pelengseran Airlangga kemarin sebetulnya berangkat dari keresahan nyata dari beberapa kubu tersebut. Apalagi, obrolan yang sering dikaitkan dengan hal tersebut adalah klaim bahwa ada beberapa kader Golkar yang merasa tidak puas dengan elektabilitas Airlangga. Airlangga juga kerap dikritik karena dianggap kurang mampu mengkampanyekan partainya kepada masyarakat secara efektif.

Karena itu, bisa jadi isu pelengseran Ketum Golkar sesungguhnya adalah alat untuk mendesak Airlangga agar membawa Golkar ke arah yang lebih pasti. Kalau kita mengacu pada teori yang berbunyi politics of fear, yang dipopulerkan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Al Gore, ketakutan akan adanya potensi “kudeta” di Golkar bisa saja memang dijadikan sebagai alat untuk mendorong Airlangga untuk memutuskan sesuatu secara cepat. 

Menariknya, kalau ini memang terjadi, maka pandangan ini pun bisa menjadi jawaban kita atas pertanyaan kenapa Golkar akhirnya memutuskan untuk mendukung Prabowo di Pilpres 2024.

Politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko ketika diwawancarai PinterPolitik pada 3 Agustus 2023, mengatakan bahwa politik adalah dunia yang didasari atas serangkaian keputusan rasional. Bila sesuatu yang tidak terduga terjadi, maka bisa dipastikan para pemegang kepentingan di balik keputusan tersebut sebetulnya mengalah pada probabilitas paling rasional.

Dengan pandangan ini, bisa kita asumsikan bahwa penerapan strategi “politics of fear” terhadap Airlangga mungkin telah berhasil mendorongnya ke posisi yang sulit, mengakibatkan Golkar akhirnya mengambil keputusan yang lebih rasional. Keputusan ini melibatkan pengurangan ambisi untuk mengusung Airlangga sebagai capres, dan sebaliknya, memberikan dukungan kepada Prabowo, salah satu kandidat capres yang paling populer saat ini, sekaligus memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mungkin saja, dengan memberikan dukungan pada Prabowo, ketidakpuasan yang selama ini dirasakan oleh beberapa kubu di internal Golkar terhadap Airlangga bisa teratasi, karena mereka tidak perlu lagi terlalu khawatir dengan elektabilitas Airlangga yang rendah. Bisa dikatakan juga setelah melakukan deklarasi Golkar saat ini berada di posisi yang cukup aman karena bisa berpegangan pada popularitas Prabowo.

Baca juga :  Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Pertanyaan lanjutannya adalah, mungkinkah ada desain politik yang lebih besar di balik keputusan Golkar untuk mendukung Prabowo ini?

image 5

Desain Jokowi-Luhut?

Dalam menghadapi Pilpres 2024, kedekatan seorang bacapres dengan Jokowi adalah hal yang cukup penting. Dari segi bacapres, Jokowi bisa memberikan dukungan yang besar dari para pendukungnya, sementara untuk Jokowi sendiri, bacapres yang dipercayanya diharapkan bisa melanjutkan program rezim sekarang.

Kalau kita melihat dari berita-berita yang muncul, setidaknya ada dua bacapres yang disebut bakal mendapat dukungan Jokowi. Pertama, tentu adalah bacapres dari PDIP, Ganjar Pranowo, dan kedua, adalah Prabowo Subianto. 

Masalahnya, seperti yang pernah dijelaskan dalam video YouTube PinterPolitikTV Deal Spesial, Jokowi Jadi Ketua Umum Gerindra Selanjutnya?, Jokowi saat ini tampak belum benar-benar komit akan mendukung bacapres yang mana. Sederhananya, ia masih memainkan strategi dua kaki. 

Menariknya, kalau Jokowi melihat kemungkinan untuk berlabuh sepenuhnya ke Prabowo, besar kemungkinannya ia tentu juga ingin membuat kubu Prabowo kuat. Bagaimana caranya? Well, ada dugaan tugas tersebut diberikan kepada Luhut dan juga Bahlil. 

Seperti yang dibahas di atas, ketika isu Munaslub dan pergantian Ketum Golkar berhembus kencang, Luhut dan Bahlil menjadi tokoh sentralnya. Entah kebetulan atau tidak, dua menteri tersebut juga dikenal sebagai loyalis Jokowi. Pada Juli lalu, misalnya, Bahlil menjadi sorotan publik karena mengatakan bacapres yang tidak dekat dengan Jokowi akan sulit menang Pilpres. Kemudian untuk Luhut sendiri, well, sepertinya semua orang tahu kalau mantan Duta Besar (Dubes) RI untuk Singapura tersebut adalah salah satu orang terpercaya Jokowi.

Dengan membiarkan publik berspekulasi liar atas tanggapan mereka yang rancu ketika ditanya soal potensi menjadi Ketum Golkar yang baru, Golkar seakan didorong untuk cepat-cepat memihak pada salah satu bacapres agar tidak lagi “digoyang”. Sederhananya, sikap Luhut dan Bahlil itu bisa dilihat membuat Airlangga terpaksa membuat keputusan rasional secepat mungkin.

Nah, kalau asumsi ini benar, maka bisa kita katakan bahwa dukungan yang diberikan Airlangga dan Golkar pada Prabowo hari Minggu (13/08) ini sesungguhnya hanyalah satu dari sekian pion yang saat ini mungkin sedang digerakkan satu persatu oleh Jokowi untuk memperkuat “sekoci politik”-nya. Kalau memang demikian, maka tentu pertanyaan selanjutnya adalah, pion mana lagi yang akan digerakkan oleh Jokowi?

Pada akhirnya, patut diingat bahwa ini semua hanyalah interpretasi belaka, dan semua orang berhak memiliki interpretasinya masing-masing. Bagaimanapun kenyataannya, di masa-masa injury time ini pastinya manuver politik para politisi dan parpol akan semakin dinamis. Menarik untuk kita simak bersama-sama. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?

Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Partai Gerindra di bawah komando Prabowo Subianto seolah sukses menguasai Pulau Jawa setelah tiga “mahapatih” mereka, yakni Andra Soni, Dedi Mulyadi, serta Ahmad Luthfi hampir dapat dipastikan menaklukkan Pilkada 2024 sebagai gubernur. Hal ini bisa saja menjadi permulaan kekuasaan lebih luas di Jawadwipa. Mengapa demikian?

Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Dengan kekalahan Ridwan Kamil dan Airin Rachmi Diany di Pilkada Serentak 2024. Mungkinkah Golkar akan semakin jatuh di bawah Bahlil Lahadalia?

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Pemerintahan Prabowo Subianto siapkan sejumlah strategi untuk tingkatkan investasi dan SDM. Mungkinkah Prabowo siap untuk “lompat katak”?

More Stories

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya?