HomeHeadlineAirin-Sahroni Hadang Gibran di Jakarta?

Airin-Sahroni Hadang Gibran di Jakarta?

Nama mantan Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmi Diany kembali dipromosikan untuk bertarung pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta mendatang. Namun, apakah Airin merupakan sosok yang pantas diperhitungkan?


PinterPolitik.com

Big match tarung antar-dinasti berpeluang terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada tahun 2024. Jika sebelumnya putra Presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka santer akan mengikuti jejak sang ayah di ibu kota, kini giliran sanak famili eks-penguasa Banten, Ratu Atut Chosiyah, yang diisukan muncul.

Dia adalah mantan Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmi Diany yang kembali mendapatkan dukungan untuk maju sebagai calon Gubernur DKI. Support itu didapatkan saat bersilaturahmi ke keluarga besar Pengurus Cabang Nadhlatul Ulama (NU) Jakarta Utara pada Ahad kemarin.

Politisi Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik yang turut hadir pada kesempatan itu memberikan dukungannya pula kepada Airin. Gestur yang membuat elite Gerindra lain gusar karena partai besutan Prabowo Subianto itu telah memproyeksikan Ahmad Riza Patria di Pilkada DKI kelak.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Habiburokhman langsung menegaskan bahwa pihaknya tak segan memecat Taufik sebagai kader partai jika ia terbukti tidak loyal dan mendukung Airin.

Intrik sokongan terhadap Airin diprediksi tidak hanya sampai di situ saja. Airin yang merupakan kader Golkar juga dihadapkan pada keputusan final partai yang telah mengusung Bupati Kabupaten Tangerang saat ini yang juga Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar.

Akan tetapi, Golkar tampaknya masih terbuka dengan peluang Airin di ibu kota. Pasalnya, elite partai terlihat santai merespons dukungan terhadap adik ipar dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu.

Ini dibuktikan dengan tanggapan dari Ketua DPP Golkar Dave Laksono yang memaklumi silaturahmi Airin dan menjelaskan ada mekanisme musyawarah internal yang harus dilalui jika ingin mengubah calon yang telah diusung.

infografis syahroni airin dijodohkan untuk pilkada jakarta

Tak hanya itu, pertemuan antara Ketua Umum (Ketum) Gokar dan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh pada Maret lalu bahkan memunculkan penjajakan duet Airin dengan kader Nasdem Ahmad Sahroni di Pilkada DKI Jakarta.

Namun, pertanyaannya adalah mengapa Airin muncul sebagai sosok yang diperhitungkan untuk berkompetisi di Pilkada DKI Jakarta? Serta mengapa sosok Airin bisa saja krusial dalam dinamika politik ibu kota?

Airin-Sahroni Bermodal Local Strongman?

Dukungan terhadap Airin di permukaan mungkin tampak menarik dan cukup meramaikan bursa calon DKI-1. Akan tetapi, paket yang ditawarkan Golkar-Nasdem dengan menduetkan Airin dan Ahmad Sahroni agaknya bisa jauh lebih menjanjikan.

Jika disandingkan, baik Airin maupun Ahmad Sahroni sama-sama memiliki rekam jejak dan modal mesin politik berupa local strongman. Joel S. Migdal dalam bukunya yang berjudul State in Society: Studying How States and Societies Transform and Constitute One Another menjelaskan secara komprehensif bagaimana local strongman terbentuk dan menjalankan fungsinya dalam tatanan masyarakat.

Baca juga :  Kasus Korupsi Bayangi Presiden?

Migdal mendefinisikan local strongman atau orang kuat lokal sebagai entitas yang memiliki kekuatan informal dengan jejaring persekutuan birokrat, elite partai politik, pengusaha, militer, serta partikelir yang saling bekerja dalam mutualisme.

Kemunculannya berawal dari kesenjangan peran negara terhadap masyarakat di wilayah tertentu yang kemudian dimanfaatkan oleh kekuatan lokal tadi untuk melakukan kontrol sosial dan politik.

Kata kunci berupa patronase, jawara/ormas, insan bisnis, serta ulama menjadi intisari bagaimana local strongman bertransformasi membentuk dinasti politik yang kuat, sebagaimana disiratkan Yoes Kenawas dalam The Rise of Political Dynasties in a Democratic Society.

Airin sendiri merupakan pemimpin daerah di wilayah yang kental dengan peran local strongman. Sebagai adik ipar Ratu Atut, ia turut menikmati privilese yang mengantarkannya ke pucuk pimpinan Kota Tangsel.

Dinasti Ratu Atut di Banten berangkat dari ayahnya, Tubagus Chasan Sochib, yang merupakan seorang jawara sekaligus merintis koneksi dengan entitas politik dan birokrat melalui Partai Golkar sejak era Orde Baru.

Tangsel juga merupakan wilayah penyangga ibu kota yang kemungkinan besar memiliki jejaring aglomerasi local strongman dan dapat dikapitalisasi oleh Airin. Ini pun belum termasuk modal serupa yang dapat dikombinasikan dari ormas serta sayap partai yang terafiliasi dengan Golkar.

infografis siapa pengganti anies

Di sisi lain, Ahmad Sahroni tampaknya juga mulai memiliki modal tersebut. Sebagai politisi parlemen sekaligus seorang crazy rich Priok, bisa dibilang kekuatan koneksinya di Jakarta kini cukup memadai dan dapat terus berkembang.

Modal politik itulah yang kiranya membuat Airin memiliki daya tawar tersendiri dan kerap mendapat dukungan dari sejumlah tokoh, termasuk ketika disandingkan dengan Ahmad Sahroni oleh penjajakan yang dilakukan partainya masing-masing.

Hal itu praktis membuat peluang pertarungan sengit antar dinasti di Pilkada DKI Jakarta 2024 terbuka andaikata Gibran Rakabuming Raka benar-benar diusung PDIP seperti sang ayah dahulu.

Meskipun kemenangan dan pencalonannya sendiri belum dapat dipastikan, proyeksi memperluas dinasti Atut sampai ke Jakarta kiranya cukup menarik jika mampu ditorehkan Airin. Akankah itu dapat terjadi?

Jalan Terjal Airin Menuju Jakarta

Kendati tampak memiliki modal politik mumpuni, jalan menuju Balai Kota di Medan Merdeka Selatan masih cukup terjal, khususnya bagi Airin saat ini.

Selain terkendala Golkar yang kadung mencalonkan Ahmed Zaki Iskandar dan butuh negosiasi politik tersendiri, prestasi Airin di Tangsel pun tidak terlalu mentereng dan terkesan biasa-biasa saja.

Baca juga :  Sahroni: Tampak Muka, Tampak Punggung

Aspek rekam jejak kinerja tentu akan menjadi hambatan serius bagi Airin. Tak hanya jika berhadapan dengan Gibran, tetapi juga saat kemungkinan berhadapan dengan Wagub DKI Jakarta saat ini Ahmad Riza Patria yang jadi kartu As Gerindra di Pilkada DKI mendatang.

Ahmad Riza Patria kerap tampil cukup apik dengan komunikasi politiknya dan menjadi “back-up” Anies Baswedan di banyak lika-liku pemerintahan provinsi sejak mengisi kekosongan yang ditinggalkan Sandiaga Uno.

Begitu pun dari sisi perhitungan matematis jika bersanding dengan Ahmad Sahroni, Nasdem dan Golkar hanya mengumpulkan 13 kursi DPRD DKI Jakarta. Angka ini masih belum cukup untuk memenuhi syarat formil pencalonan sebesar 20 persen atau minimal 35 kursi.

Bahkan, niat DPD Gokar DKI Jakarta yang ingin memperkuat Koalisi Indonesia Bersatu bersama PAN dan PPP hingga ke wilayah masih belum cukup, karena masing-masing parpol hanya dapat menyumbang sembilan dan satu kursi.

Reputasi dinasti yang melekat padanya juga tentu menjadi pertimbangan lain bagi pemilih. Belum termasuk empat kasus rasuah sekaligus yang menjerat sang suami Tubagus Chaeri Wardana saat Airin sedang menjabat Wali Kota Tangsel.

pemilu 2023 gagal gunakan e voting ed.

Walaupun akan kehilangan statusnya sebagai ibu kota, tidak lantas membuat sorotan publik dan media terhadap berbagai isu di Jakarta meredup begitu saja.

Ross Tapsell dalam bukunya Media Power in Indonesia, mengatakan bahwa berkumpulnya hampir semua kantor pusat media di Jakarta, secara tak langsung menyebabkan pemberitaan media-media akan berkiblat pada “kepentingan Jakarta”. Pada akhirnya, membuat isu regional Jakarta seolah-olah menjadi isu nasional.

Artinya, akan selalu ada akuntabilitas yang jelas dan dituntut oleh publik atas berbagai isu yang meliputi dinamika politik dan pemerintahan Jakarta, tidak terkecuali rekam jejak calon yang akan berkompetisi memperebutkan singgasana DKI-1.

Namun kembali, di atas semua itu, peluang pertarungan dinasti Atut dan dinasti Jokowi masih terbuka lebar dalam Pilkada DKI Jakarta mendatang.

Paling tidak, Airin dan Gibran menjadi dua nama prominen yang muncul dan mewakili adanya tendensi politik dinasti dalam dinamika politik tanah air.

Persis seperti apa yang diprediksi pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto, bahwa politik kekerabatan atau politik dinasti menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah setiap penyelenggaraan pilkada.

Bagaimanapun, para kandidat di Pilkada DKI Jakarta 2024 agaknya tetap akan dituntut memiliki gagasan yang dapat diterjemahkan secara konkret, serta memiliki komunikasi politik yang baik di hadapan aktor pendukung dan masyarakat. (J61)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Jokowi Tidak Abadi 

Perbedaan sorakan yang diberikan para politisi ketika pelantikan anggota DPR/DPD/MPR 2024-2029, kepada Jokowi dan Prabowo tuai respons beragam dari warganet. Apa yang sebenarnya terjadi? 

Puan Sudah Siap Ketuai PDIP?

Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR RI untuk periode 2024-2029. Jika mampu menyelesaikan kepemimpinan hingga tahun 2029, maka Puan akan tercatat sebagai anggota DPR dengan masa jabatan terlama dan memimpin dalam 2 periode.

AHY Makes Demokrat Great Again?

Tidak terlalu dini kiranya untuk meneropong kepemimpinan Indonesia di tahun 2029 saat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul sebagai salah satu kandidat menjanjikan. Mengapa demikian?

Kenapa Pendukung Anies Pilih RK?

Para pemilih Anies Baswedan dinilai cenderung memilih pasangan calon Ridwan Kamil (RK)-Suswono di Pilkada Jakarta 2024. Mengapa demikian?

Siasat Prabowo Medical Check-up Gratis

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, berencana untuk melakukan kebijakan medical check-up gratis. Siasat apa yang mendasari rencana Prabowo?

Amarah Trah Mulyono?

Frasa “Mulyono” justru dimainkan ulang oleh anak dan menantu Joko Widodo (Jokowi). Kaesang Pangarep, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu secara bergiliran menggunakannya dan seolah menggambarkan gestur politik yang justru dinilai akan menjadi “bom waktu”.

Sisi Kelam Bantuan Australia ke Indonesia?

Australia merupakan salah satu pendonor finansial terbesar secara bilateral bagi Indonesia, namun, skema yang dilakukan Australia kerap dikritik. Mengapa demikian? 

Mungkinkah Jokowi Seperti Lee Kuan Yew?

Prediksi yang menyebut Jokowi akan tetap punya pengaruh dalam kekuasaan Prabowo Subianto – setidaknya dalam jangka waktu 1 tahun pertama – menjadi pergunjingan yang menarik di kalangan para pengamat politik.

More Stories

AHY Makes Demokrat Great Again?

Tidak terlalu dini kiranya untuk meneropong kepemimpinan Indonesia di tahun 2029 saat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul sebagai salah satu kandidat menjanjikan. Mengapa demikian?

Amarah Trah Mulyono?

Frasa “Mulyono” justru dimainkan ulang oleh anak dan menantu Joko Widodo (Jokowi). Kaesang Pangarep, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu secara bergiliran menggunakannya dan seolah menggambarkan gestur politik yang justru dinilai akan menjadi “bom waktu”.

Jokowi Kembali ke Pelukan PDIP?

Peluang rekonsiliasi Joko Widodo (Jokowi) dan PDIP pasca isu ketegangan sepanjang Pemilu dan Pilpres 2024 terbuka dengan momentum dan dinamika politik jelang pergantian pemerintahan. Namun, apakah daya tawar Jokowi masih relevan bagi PDIP pasca-presidensinya kelak?