HomeData PolitikTokoh Pertama Perekam "Indonesia Raya"

Tokoh Pertama Perekam “Indonesia Raya”

Tokoh yang merekam pertama kali lagu “Indonesia Raya” dan dikejar-kejar Belanda bernama Yo Kim Tjan, pemilik toko Populair di Pasar Baru, Batavia (Jakarta). Rekaman dilakukan pada 1926 sebelum Sumpah Pemuda 1928.


PinterPolitik.com

JAKARTA – Kita masih ingat dengan nama sangat terkenal Gus Dur. Nama lengkapnya, Abdurrahman Wahid, figur yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU selama dua periode dan pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Gus Dur meninggal dunia Rabu 30 Desember 2009 di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Sumbangsih terbesar Gus Dur terhadap bangsa Indonesia adalah perjuangannya  yang pantang mundur dalam memerangi tindak intoleransi serta setia mengusung pluralisme. Maka sungguh banyak yang merasa kehilangan atas kepergiannya, termasuk kaum minoritas, yang waktu itu sering dibela oleh Gus Dur.

Salah satu gebrakannya adalah menjadikan Khonghucu menjadi agama resmi dan diakui negara. Gus Dur juga mencabut Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1967 yang melarang kegiatan-kegiatan warga keturunan Tionghoa dan menetapkan Imlek sebagai Hari libur Nasional.

Jadi, pada zaman sekarang, kalau masih ada yang sengaja meniupkan SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), itu suatu kemunduran dan menghambat dalam pembangunan karakter bangsa. Apalagi hanya untuk mencapai tujuan  politis.

AR Baswedan, WNI keturunan Arab, dahulu kala pada  zaman penjajahan adalah sosok wartawan yang bekerja di koran Tionghoa, Sin Po atau Keng Po. AR Baswedan sahabat Liem Koen Hian. Mereka berdua anggota BPUPKI. Juga ada Liem Hoen Han, Tan Eng Hoa, Oei Tjang Hauw, dan Oei Tiang Tjoei dari anggota yang berjumlah 68. Ada pula Indo Eropa,  PF Dahler.

Liem Koen Hian adalah pendiri Partai Tionghoa Indonesia, pendukung kemerdekaan RI pada 1932. Kemudian sahabatnya, AR Baswedan, mendirikan Partai Arab Indonesia tahun 1934 dengan gagasan yang sama, yaitu kemerdekaan Indonesia.

Baca juga :  Bukan Penjajah, Kenapa Indonesia Benci Yahudi-Komunis? 

Kalau di PPKI ada seorang warga keturunan Tionghoa, namanya dokter Yap Tjawn Bing. Oleh Wali Kota Solo, ketika itu Joko Widodo, nama dokter ini diabadikan menjadi nama jalan menggantikan nama Jalan Penjagalan.

Tokoh  yang merekam pertama kali lagu “Indonesia Raya” dan dikejar-kejar Belanda  bernama Yo Kim Tjan, pemilik toko Populair di Pasar Baru, Batavia (Jakarta). Rekaman dilakukan pada 1926 sebelum Sumpah Pemuda 1928. Setelah aman, dia kembali ke Jakarta dan proklamasi diadakan di tempat yang sekarang berada  Tugu Proklamasi.

Tokoh yang merekam lagu Indonesia Raya pertama kaliSelanjutnya, Sumpah Pemuda 1928 diadakan di Rumah Sie Kok Liong. Rumah ini juga dihuni Mohammad Yamin, Asaat, Amir Sjarifuddin, dan lain-lainnya. Ada tiga pemuda keturunan Tionghoa dari Sumatera Selatan di Sumpah Pemuda 1928.

Sehari sebelum Proklamasi, Bung karno dan Bung Hatta diamankan di rumah Djiaw Kie Siong di Rengas Dengklok, Karawang, Jawa Barat.

Naskah lagu “Indonesia Raya” pertama kali diterbitkan di Indonesia pada masa penjajahan oleh koran Melayu Tionghoa, Sin Po, sebagai edisi khusus Oktober 1928 bersama Sumpah Pemuda.

Maka, Indonesia lahir dan dibidani oleh lintas suku, oleh semua kelompok,  termasuk keturunan Tionghoa, Arab, Melayu, dan lainnya. Mereka semua adalah bangsa Indonesia. Tidak ada dikotomi pribumi-nonpribumi, semuanya sama. Punya visi – misi yang sama, yaitu menuju Kemerdekaan Indonesia dan mengusir penjajah.

Oleh karena itu, mari saling menghargai dan saling menyayangi. Mari memahami sejarah dengan benar agar tidak mudah diadu domba oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab yang  hanya ingin menelikung untuk tujuan memecah-belah bangsa. Hargailah jasa-jasa para pahlawan bangsa. (Berbagai sumber/G18).

► Ingin video menarik lainnya ? klik di : http://bit.ly/PinterPolitik

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...