Cross BorderMonster Laut, Konspirasi Politik Tertua?

Monster Laut, Konspirasi Politik Tertua?

- Advertisement -

Peradaban manusia menyimpan ribuan cerita monster laut. Mungkinkah ada peran motif politik dalam cerita-cerita teror dari laut?


PinterPolitik.com

Bagi kalian yang senang film-film petualangan, mungkin kalian familiar dengan seorang karakter fiksi yang bernama Jack Sparrow. Yap, Jack adalah perompak laut yang jadi tokoh utama dalam franchise film Pirates of the Caribbean.

Dalam film ketiganya yang berjudul Pirates of the Caribbean: Dead Men’s Chest, kita disuguhi adegan menyeramkan ketika sang karakter utama berhadapan dengan monster gurita raksasa bernama Kraken, dan akhirnya ditelan oleh makhluk raksasa tersebut.

Kraken sendiri sebenarnya memang merupakan legenda monster laut yang mungkin sudah berusia ribuan tahun. Dalam sejumlah catatan kuno, banyak yang menyebutkan gurita mengerikan tersebut telah menelan ratusan kapal laut yang tidak beruntung di perairan sekitar Eropa dan Benua Amerika.

Karena legendanya yang begitu terkenal, Kraken kemudian akhirnya diabadikan dalam sejumlah karya fiksi modern.

Akan tetapi, Kraken bukan satu-satunya monster laut yang membuat para pelayar di masa lalu ketakutan mengarungi samudera. Di lautan Mediterania, khususnya dekat Yunani, ada kepercayaan monster Scylla dan Charybdis yang siap memangsa pelaut yang berani berlayar dekat mereka.

Lalu, kalau di perairan antara Malaysia dan Indonesia, ada juga dongeng tentang legenda Gajah Mina, yakni seekor ikan raksasa berkepala gajah yang dipercaya muncul setiap bulan purnama.

Ilmu pengetahuan (sciences) menduga bahwa cerita-cerita monster laut raksasa sebenarnya hanya penampakan satwa laut yang belum teridentifikasi. Tapi, bagaimana dengan politik? Apakah politik juga punya andil dalam sejarah perkembangan cerita monster laut?

image 81

Konspirasi Politik Perdagangan?

Barangkali kalian pernah bertanya-tanya, sebenarnya sejak kapan cerita monster laut muncul dalam cerita peradaban manusia? Well, meski kita tidak bisa ketahui pasti, salah satu catatan tertua yang menyebutkan monster laut berasal dari cerita seorang pengelana asal Kartago pada abad ke-6 SM, bernama Himilco.

Baca juga :  Ekspor Pasir untuk Singapura?

Menurut catatan penulis Latin bernama Festus Avienus yang menceritakan kisah-kisah Himilco dalam tulisannya Ora Maritima, Himilco berkelana dari Kartago (Ujung Utara Afrika) hingga Inggris dan Irlandia.

Nah, dalam rute lautnya, saat melewati Samudera Atlantik, Himilco bertemu dengan sekelompok ikan besar yang kipasan siripnya mampu menggoyang kapal. Karena cerita ini, tidak banyak pengelana laut yang berani melintasi rute yang dilalui Himilco.

Akan tetapi, seorang ahli arkeologi dari Universitas Harvard bernama Duane W. Roller memiliki teori menarik di balik cerita monster laut Himilco.

Dalam bukunya Through the Pillars of Herakles, Roller menilai catatan Himilco tentang perjalanannya ke utara Eropa mungkin merupakan propaganda yang dirancang untuk menakut-nakuti orang Yunani agar menjauh dari daerah yang dianggap oleh orang Kartago sebagai milik mereka.

Anggapan ini diambil Roller dari sejumlah catatan sejarah yang menyebutkan alasan kenapa Himilco dikirim berkelana oleh Kartago adalah untuk mengkonfirmasi rumor adanya suku-suku yang kaya raya di sekitar Semenanjung Iberia dan Kepulauan Inggris.

Karena itu, besar dugaannya bahwa cerita menyeramkan yang dibuat Himilco adalah untuk menjaga perdagangan Kartago dari kompetitor. Hal ini diperkuat dengan catatan peta kuno yang memperlihatkan rute yang dilalui Himilco ternyata memang digunakan untuk rute perdagangan para peradaban Mediterania kuno.

Pandangan ini sepertinya juga tetap berlaku untuk ribuan tahun mendatang. Mungkin Sebagian dari kalian menyadari bahwa dalam ilustrasi peta-peta era pertengahan, terlihat banyak gambar monster laut. Terkait ini, besar dugaannya bahwa teror tentang monster laut yang dipolitisasi juga sampai melebar ke pembuatan peta di zaman dulu.

Evangelos Livieratos dalam tulisannya Maps+Politics, menyebutkan bahwa pembuatan peta sangat syarat dengan kepentingan politik. Entah itu untuk melegitimasi wilayah negara atau untuk menakut-nakuti lawan politik dengan hambatan alam yang palsu. Peta sendiri sebenarnya bisa jadi alat propaganda.

Baca juga :  Jangan Sampai Presiden 2024 Pro-Tiongkok? 

Nah, jika pendapat tersebut benar, maka mungkin bisa kita katakan bahwa “konspirasi politik” monster laut sebenarnya telah dilakukan dan dipelihara selama ribuan tahun, hanya saja orang di zaman dahulu tidak menyadarinya karena informasi tidak tersebar dengan mudah seperti saat ini. (D74)

spot_imgspot_img

More from Cross Border

G20 India Tumbang Diancam Boikot

Keputusan India sebagai tuan rumah G20selanjutnyadi wilayah sengketa Kashmir menjadi bumerang. Beberapa negara, terutama China, mengancam untuk memboikot kegiatan tersebut. Wilayah Kashmir sendiri dianggap sebagai salah satu wilayah sengketa paling berbahaya di dunia. Lantas, apakah G20 India akan jadi yang terburuk? Atau bahkan batal digelar?

Benarkah ASEAN Tempat “Arisan” Jokowi?

KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo mengundang sorotan banyak pihak. Apa yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN overrated...

Charles Akan Jadi Raja Terakhir?

Britania Raya resmi memiliki pemimpin monarki baru, setelah Charles menjadi raja menggantikan Ratu Elizabeth II yang meninggal dunia.

Serangan Drone Kremlin, Rekayasa Putin?

Terjadi serangan drone di atas Kremlin, Rusia. Apakah serangan ini benar dilakukan oleh Ukraina atau ternyata alat propaganda Rusia?

More Stories

“Pribumi”, Kata yang Seharusnya Tak Ada?

Kita mungkin sering mendengar kata "pribumi". Yess, kata tersebut kerap digunakan ketika kita ingin mengaci pada kelompok penduduk asli Indonesia. Akan tetapi, secara sadar...

Erick Thohir Harga Mati PAN?

PAN menegaskan bahwa Erick Thohir akan diusung sebagai cawapres di koalisi mana pun. Namun, sejauh ini pilihan masih berada di antara Ganjar Pranowo atau...

Ekspor Pasir Hanya Untuk Oligark?

Keputusan kontroversial pemerintah untuk kembali mengizinkan ekspor pasir laut menuai banyak kecaman dan kritik. Mulai dari politisi hingga aktivis lingkungan mengecam keputusan ini, karena dinilai akan berdampak buruk pada lingkungan. Lantas, atas dasar apa kebijakan ini diambil oleh pemerintah? Dan dengan segala dampak buruknya, “hal baik” apa yang mendorong kebijakan ini untuk tetap diambil?