Cross BorderMisteri di Balik "Konspirasi" Krisis Pangan

Misteri di Balik “Konspirasi” Krisis Pangan

- Advertisement -

Beberapa bulan terakhir narasi krisis pangan global digulirkan oleh banyak negara. Namun, para pengamat mulai menemukan keganjilan, salah satunya adalah pasokan makanan sebetulnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan. Apa yang sebenarnya terjadi? 


PinterPolitik.com 

Semenjak Perang Rusia-Ukraina meletus 24 Februari silam, perbincangan tentang ancaman krisis pangan global menjadi topik utama sejumlah negara di dunia. Seperti yang diketahui, hal ini karena dua negara yang sedang berperang tersebut memiliki andil besar dalam alur perdagangan gandum dunia. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri bahkan beberapa kali telah menyuarakan kekhawatirannya tentang bahaya krisis pangan yang mulai melanda negara-negara berkembang. Beberapa bulan lalu misalnya, Jokowi pernah menyebut akibat terhambatnya pasokan gandum, harga mi instan berpotensi naik. Meski sekarang pernyataan tersebut belum terbukti, kala itu banyak yang langsung merasa panik. 

Akan tetapi, beberapa bulan setelah isu ini digulirkan, sejumlah pihak mulai mempertanyakan kebenaran krisis pangan. Walau tidak dipungkiri bahwa jumlah warga kelaparan memang ada, tapi perubahannya tidak begitu signifikan. Dan sampai saat ini, kekurangan bahan makanan besar seperti yang disuarakan orang-orang masih belum terjadi. 

Ini kemudian memunculkan pertanyaan menarik, mungkinkah krisis pangan yang begitu dihebohkan itu sebenarnya tidak terjadi? 

image 34

Monopoli Makanan, Monopoli Nyawa? 

Homo homini lupus. Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya. 

Kalimat itu mungkin pas untuk membuka pembahasan kita tentang topik krisis pangan ini, karena yess, di dunia perdagangan pangan ini sangat kuat dugaannya terdapat praktik monopoli yang begitu besar. 

Sophie van Huellen, pengamat sekaligus dosen ekonomi dari Universitas Manchester dalam tulisannya yang berjudul Inflasi: bagaimana spekulasi keuangan memperburuk krisis harga pangan global, menyebutkan bahwa berdasarkan pengamatannya, besar kemungkinannya yang saat ini terjadi dalam krisis pangan bukanlah krisis pasokan, melainkan krisis harga. 

Baca juga :  Charles Akan Jadi Raja Terakhir?

Hal ini karena menurutnya, terkhusus pasokan gandum, seharusnya rantai suplai gandum global saat ini mencukupi kebutuhan negara-negara. Sebagai contoh, Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (AS), dua negara produsen gandum terbesar di dunia sudah melalui musim panen dan dari jumlah pasokannya, Organisasi Pangan Dunia (FAO) bahkan memprediksi “pasokan berkecukupan” untuk produk bulir pada periode 2022-2023. 

Lalu, kalau pasokan gandum terjamin, apa yang membuat negara-negara kelimpungan? Well, ini karena ulah dari sekelompok orang kuat yang disebut noise traders atau para pedagang yang bising. Perlu dipahami bahwa perdagangan pangan global tidak hanya soal penghasil makanan dan konsumen saja, tetapi juga menyangkut bank, broker, dan investor, yang memegang kendali komoditas pangan di pasar. 

Nah, karena perdagangan menyangkut pihak-pihak tadi, penentuan harga jadi tidak hanya dipengaruhi permintaan dan pasokan saja, tetapi juga faktor-faktor semu dalam perdagangan, seperti spekulasi nilai komoditas, yang sepenuhnya berada dalam permainan para trader. Keputusan perdagangan mereka mampu mempengaruhi harga pangan yang melambung, meskipun sebenarnya pasokan makanannya sendiri berada dalam kondisi yang aman. 

Tentang siapa yang menjadi para “aktor” monopolinya, untuk sekarang kita hanya bisa menduga-duga. Yang jelas, terkhusus gandum sendiri, negara ekonomi raksasa seperti AS dan Tiongkok adalah produsen gandum terbesar di dunia. Profesor Dwi Andreas, pakar pertanian dari IPB, mencurigai para negara-negara produsen besar memiliki peran yang signifikan dalam permainan harga pangan dunia, karena merekalah yang menikmati dampaknya. 

Namun, kabar buruknya tidak berhenti di situ. Mengacu pada tulisan Sophie tadi, permainan harga pangan berpotensi berdampak besar bagi negara-negara yang bergantung pada impor makanan dan tidak memiliki kapabilitas untuk mengamankan pasokan bagi dirinya sendiri.  

Baca juga :  ChatGPT dan Ancaman Technophobia

Dugaan penimbunan makanan yang dilakukan oleh negara-negara produsen sebagai pencegahan kenaikan harga pangan, juga semakin mengurangi ketersediaan pasokan global. Jika terus dibiarkan, hal ini akan mewujudkan mimpi buruk krisis pangan global karena krisis harga bisa dengan lenturnya berubah menjadi krisis pasokan pangan.  

Kalau dugaan itu memang benar, maka sepertinya merkantilisme tidak pernah benar-benar hilang di dunia. Perdagangan pangan dalam panggung global tidak pernah menjadi sesuatu yang penuh dengan kerja sama, melainkan hanya dilihat sebagai arena persaingan. Ujung-ujungnya, prinsip zero-sum game, yang menekankan kemenangan mutlak, adalah prinsip yang dijunjung tinggi dalam perdagangan makanan dunia. 

Kita harap saja hal ini tidak benar-benar terjadi dan kebutuhan makanan negara-negara di dunia bisa terpenuhi. (D74) 

spot_imgspot_img

More from Cross Border

G20 India Tumbang Diancam Boikot

Keputusan India sebagai tuan rumah G20selanjutnyadi wilayah sengketa Kashmir menjadi bumerang. Beberapa negara, terutama China, mengancam untuk memboikot kegiatan tersebut. Wilayah Kashmir sendiri dianggap sebagai salah satu wilayah sengketa paling berbahaya di dunia. Lantas, apakah G20 India akan jadi yang terburuk? Atau bahkan batal digelar?

Benarkah ASEAN Tempat “Arisan” Jokowi?

KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo mengundang sorotan banyak pihak. Apa yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN overrated...

Charles Akan Jadi Raja Terakhir?

Britania Raya resmi memiliki pemimpin monarki baru, setelah Charles menjadi raja menggantikan Ratu Elizabeth II yang meninggal dunia.

Serangan Drone Kremlin, Rekayasa Putin?

Terjadi serangan drone di atas Kremlin, Rusia. Apakah serangan ini benar dilakukan oleh Ukraina atau ternyata alat propaganda Rusia?

More Stories

“Pribumi”, Kata yang Seharusnya Tak Ada?

Kita mungkin sering mendengar kata "pribumi". Yess, kata tersebut kerap digunakan ketika kita ingin mengaci pada kelompok penduduk asli Indonesia. Akan tetapi, secara sadar...

Erick Thohir Harga Mati PAN?

PAN menegaskan bahwa Erick Thohir akan diusung sebagai cawapres di koalisi mana pun. Namun, sejauh ini pilihan masih berada di antara Ganjar Pranowo atau...

Ekspor Pasir Hanya Untuk Oligark?

Keputusan kontroversial pemerintah untuk kembali mengizinkan ekspor pasir laut menuai banyak kecaman dan kritik. Mulai dari politisi hingga aktivis lingkungan mengecam keputusan ini, karena dinilai akan berdampak buruk pada lingkungan. Lantas, atas dasar apa kebijakan ini diambil oleh pemerintah? Dan dengan segala dampak buruknya, “hal baik” apa yang mendorong kebijakan ini untuk tetap diambil?