“Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah, iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga, duh kasihan dah,” – Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum (Ketum) PDIP
Baru-baru ini, sempat heboh pernyataan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengungkit pentingnya peranan partainya bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut disampaikan Megawati dalam acara peringatan HUT ke-50 PDIP – yang juga pada kesempatan itu hadir Presiden Jokowi.
Sontak, komentar Megawati itu dimaknai dengan beragam tafsir yang berbeda-beda. Ada yang melihat itu sebagai teguran kepada Jokowi. Ada juga yang melihat itu hanya sebagai cara Megawati bergurau kepada Jokowi.
Namun, kita perlu ingat kalau, dalam politik, tidak ada sesuatu yang muncul dari ruang kosong. Pasti selalu ada pemicu kenapa pernyataan itu bisa dikeluarkan oleh seorang elite politik, apalagi sekelas ketum partai.
Maka dari itu, wajar jika ungkapan Megawati itu lebih masuk akal jika ditafsirkan sebagai teguran terbuka kepada Presiden Jokowi akibat dari manuver politik dukungan Jokowi kepada beberapa kandidat yang punya keinginan maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Anyway, hal ini senada dengan pernyataan Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie yang melihat pernyataan Megawati itu tidak lepas dari adanya dilema pilihan capres yang ada di internal PDIP itu sendiri.
Sedikit memberikan konteks, PDIP kini memiliki dua kader potensial untuk dijadikan calon presiden (capres) pada Pilpres 2024. Mereka adalah Ketua DPR RI Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Jerry menilai pernyataan Megawati itu tidak lain hanya untuk meminta agar Jokowi mendukung Puan sebagai capres dan diminta untuk jangan lupa diri dengan cara membangun wacana calon lain selain Puan.
Namun, ada juga analisa yang melihat itu teguran tapi agak berbeda dengan analisis Jerry di atas. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Abdul Hamid.
Hamid melihat bahwa teguran Megawati kepada Jokowi itu bukanlah persoalan capres dan terkhusus dorongan untuk mencalonan Puan, melainkan persoalan ideologis. Hal ini disebabkan adanya tanggung jawab moral Megawati sebagai ketum PDIP.
Dalam konteks ini, Hamid menjelaskan kalau peran PDIP sebagai partai nasionalis haruslah menjadi partai yang merangkul karena prinsip nasionalisme atau kebangsaan itu merangkul.
Jadi, sangat tidak elok jika ada presiden dari partai nasionalis yang menunjukkan keberpihakan kepada satu kelompok tapi menolak kelompok lain, termasuk dalam persoalan capres di 2024 mendatang.
Nah, di sinilah tepatnya letak teguran Megawati, menurut Hamid, berfungsi sebagai sosok yang bertanggung jawab menjadi benteng terakhir penjaga ideologi nasionalisme. Warisan ini juga yang secara ideologi diturunkan dari sang ayah Presiden Soekarno.
By the way, bicara soal tegur-menegur jadi ingat kalau dalam kehidupan sehari-hari kadang kita juga mengalami teguran – apakah itu dari orang tua di rumah atau atasan dalam dunia kerja.
Jika kita melakukan sebuah kesalahan otomatis akan ditegur oleh atasan. Tentu, awalnya kita tidak dapat langsung menerima. Namun, lambat laun mulai terpikir kenapa kita persoalkan teguran itu.
Bukankah lebih baik kita fokus untuk mencari cara agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali? Walaupun nanti terulang kembali, kita sudah tahu cara mengatasinya.
Well, bisa jadi, maksud Megawati juga sama, yaitu menegur Jokowi untuk kebaikannya sendiri. Wah, kalau benar demikian, ini bukti kalau rasa sayang ibu itu tiada bandingnya – termasuk sayang ibu Megawati ke Presiden Jokowi. Hehehe. (I76)