HomeCelotehDi Balik Jokowi dan Pengusaha Batu Bara

Di Balik Jokowi dan Pengusaha Batu Bara

“Ini sebuah setback, sebuah langkah mundur bagi perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dampak pencemarannya dengan kelonggarannya ini sangat mungkin jadi lebih parah karena PLTU atau industri menganggap bukan B3 kok, lebih longgar.” – Ahmad Ashov Birry, Direktur Program dan Kampanye Trend Asia


PinterPolitik.com

Batu bara. Bahasa Inggrisnya coal. Sejak tahun 4000 SM manusia sudah diketahui menggunakan bahan bakar fosil yang satu ini, terutama di daerah Shenyang, Tiongkok. Sementara sekitar tahun 1000 SM batu bara di pertambangan Fushun di Tiongkok digunakan untuk meleburkan tembaga.

Bisa dibilang barang tambang yang satu ini jadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia. “Emas hitam” ini jadi salah satu bahan bakar yang digunakan untuk meleburkan berbagai macam logam.

Baca Juga: Jokowi dan Militerisasi Penanganan Corona

Nah, soal batu bara ini kini lagi jadi perdebatan publik di Indonesia. Ini terkait kritikan yang dilayangkan oleh sejumlah aktivis dan LSM atas kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Iyess, dikeluarkan dari limbah bahan berbahaya dan beracun cuy.

Para aktivis ini menganggap kebijakan yang dikeluarkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut sebagai sebuah kemunduran.

Apalagi, sudah banyak studi yang menyebutkan bahwa limbah batu bara sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Limbah itu mengandung zat-zat pemicu kanker, seperti arsenik, timbal, dan merkuri.

Adapun yang masuk dalam kategori limbah yang dicabut dari status B3 ini adalah FABA alias fly ash dan bottom ash.

Hmm, wajar sih kalau banyak pihak konsen dengan persoalan ini. Soalnya, batu bara selain dikenal sebagai salah satu sumber energi yang menyumbang polusi udara paling besar, tetapi juga sering mendatangkan masalah bagi lingkungan sekitar, terutama bagi masyarakat di area pertambangan atau di area pembangkit listrik yang menggunakan energi batu bara sebagai bahan bakarnya.

Baca juga :  Iran vs Israel, PD III Sudah Dimulai?

Tapi, kalau melihat kebijakan ini secara holistik, sebenarnya wajar aja sih. Soalnya, para pemain di bisnis batu bara ini ada di lingkaran kekuasaan kok. Uppps. Nggak perlu disebutin namanya satu-satu deh, cukup nonton film dokumenter Sexy Killer yang ada di YouTube. Pasti langsung ngerti siapa tokoh-tokoh yang dimaksud.

Beh, ini mah sudah saling berkaitan satu sama lain semuanya. Tapi, yang paling penting, kebijakan kayak gini jangan sampai hanya menguntungkan korporasi atau pebisnis tertentu saja, sementara masyarakat justru yang mendapatkan penderitaan. Nanti pemerintah bisa dicap “berkhianat” loh pada amanat rakyat. Uppps. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?