HomeCelotehDi Balik Bansos Presiden Jokowi

Di Balik Bansos Presiden Jokowi

“Oh, every time I close my eyes, I see my name in shiny lights, yeah” – Bruno Mars, penyanyi asal Amerika Serikat


PinterPolitik.com

Indonesia gonjang-ganjing, politisi pada unjuk taring. Peribahasa yang saya buat sendiri ini cocok deh kayaknya kalau dikontekskan pada kondisi sekarang ini.

Lha, gimana? Tengoklah dahan dan ranting solidaritas para politisi dalam menangani pandemi ini. Ada yang patah tidak? Jawabnya tentu saja ada. Banyak patahnya malah.

Lihat. Di Klaten, misalkan, netizen Indonesia saja sampai keheranan. Masa ada bahan bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) tapi malah dikasih stiker senyum wajah sang Bupati?

Ada lagi nih, cuy, yaitu bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ternyata Gubernur Anies menyelipkan sepucuk surat untuk masyarakat.

Hadeuh, kok aneh-aneh saja ya, gengs? Yang dibutuhkan oleh masyarakat itu bantuan dan uluran tangan, bukan senyum dan sepucuk surat cinta. Sebenarnya, gak jadi soal sih. Itu hak pemerintah setempat.

Namun, akan jadi masalah kalau cetak stiker dan cetak surat ini juga memakan biaya dari pajak warga. Nah loh, gimana dong?

Tidak sampai di daerah saja, cuy. Ternyata, sikap narsisme dan pencitraan juga ternyata sedang melanda istana, gengs. Pasalnya nih, ada bantuan yang ternyata menggunakan tas bertuliskan “Bantuan khusus Presiden RI Bersama Lawan Covid-19,” cuy.

Ya, sontak saja, beberapa pihak memberikan kritik, cuy. Kok ada tulisan khususnya gitu? Hmm, namanya juga masyarakat, ya pasti ada yang suka julid dong.

Sebenarnya, itu bukan menjadi titik poin utama sih, cuy, melainkan yang menjadi permasalahan adalah bantuan ini sempat macet dan tersendat. Disinyalir sebetulnya bukan sebab keuangan yang menjadikan macet, melainkan sebab pemerintah sedang mempercantik bungkus bantuan sosial yang akan diterima oleh warga nanti gengs.

Hadeuh, ampun deh. Permasalahan yang ditemui di negara kita kok ada-ada saja ya, gengs? Hufffttt.

Akibat dari kondisi ini, sampai-sampai, Istana mendapatkan kritik dari partai oposisi, gengs, yaitu dari salah satuanggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Anggota DPR-RI F-PKS Andi Akmal Pasluddin bilang, “pemberitaan yang menjelaskan bahwa bantuan pemerintah tersendat karena nunggu tas pembungkus yang bertuliskan ‘Bantuan Presiden’ ibarat petir di siang bolong dalam keadaan terik panas. Sesuatu yang seharusnya mustahil, tapi ada di Indonesia. Tega Sekali. Mestinya pembungkus itu bertuliskan Bantuan untuk Rakyat dari Uang Rakyat.”

Kalau dipikir-pikir, memang ada benarnya juga sih, gengs, kritik yang diberikan oleh Andi Kamal ini. soalnya yang dibutuhkan oleh masyarakat kan isi dalam bungkusnya itu, cuy, bukan bungkusnya.

Padahal, paling banter bungkusnya itu juga bakal untuk tempat bahan bumbu dapur. Kalau gak gitu, ya biasanyadigeletakin saja sama warga. Hmmm.

Karena permasalahan tersebut, akhirnya Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara angkat bicara, cuy, untuk memberikan penjelasan. Menurut penjelasan doi, tersendatnya Bansos ini kerena produsen tas kekurangan bahan baku untuk produksi, cuy, sehingga membutuhkan waktu tambahan. Dalam satu hari proses pengemasan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta mencapai 20 ribu. Sementara, tas kain hanya tersedia 5.000.

Namun, ada yang lebih parah lagi, cuy. Ternyata, bahan baku untuk produksi tas jinjing untuk penyaluran bantuan Presiden ini ternyata impor, gengs.

Wadadaww, behh, dalam kondisi seperti ini kok ya memaksakan kehendak? Masa tidak diperhitungkan terlebih dahulu ketika proses penggodokan kebijakan? Lah, daripada harus nunggu impor bahan baku terlebih dahulu, ya mending wadah untuk penyaluran Bansos ini pakai alternatif lain yang tidak harus menunggu lama.

Terlebih, itu hanya sebatas simbol, cuy. Ada hal lain lebih substansial yang harusnya bisa diberikan oleh negara untuk masyarakat pada kondisi seperti sekarang. Dulu, ketika Presiden Soeharto memberi bantuan kepada masyarakat saja, kayak-nya tidak ada label atau simbol presiden gitu. Hmmm.

Kelihatannya nasihat-nasihat artis – seperti Ashanty – yang ditulis di Instagram-nya cocok nih buat pemerintah saat ini. “Bukan perkara siapa lebih hebat, siapa lebih besar, lebih banyak, tapi siapa yang hidup bukan hanya memikirkan diri sendiri, tapi hidup untuk saling membantu itu yang lebih penting.” Semoga nasihat ini bisa di dengar oleh pemerintah ya, cuy. Hehehe. (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Megawati Sukses “Kontrol” Jokowi?

“Extraordinary claims require extraordinary evidence” – Carl Edward Sagan, astronom asal Amerika Serikat (AS) PinterPolitik.com Gengs, mimin mau berlagak bijak sebentar boleh, ya? Hehe. Kali ini, mimin mau berbagi pencerahan tentang...

Arief Poyuono ‘Tantang’ Erick Thohir?

“Orang hebat tidak dihasilkan dari kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesulitan, tantangan, dan air mata” – Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN PinterPolitik.com Gengs, kalian...

Sri Mulyani ‘Tiru’ Soekarno?

“Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya” – Soekarno, Proklamator Indonesia PinterPolitik.com Tahukah kalian, apa yang menyebabkan Indonesia selalu...